Ini Aturan Soal Tanda Kehormatan

SETARA : Jenderal Kehormatan Prabowo Ilegal

Rabu, 28/02/2024 20:26 WIB
Ini Alasan Jokowi Berikan Pangkat Jenderal Kehormatan pada Prabowo. (Tangkapan Layar Youtube).

Ini Alasan Jokowi Berikan Pangkat Jenderal Kehormatan pada Prabowo. (Tangkapan Layar Youtube).

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menganugerahkan jenderal kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Pemberian anugerah pangakat jenderal Kehormatan dilakukan Presiden Jokowi saat Rapim TNI-Polri 2024 di Mabes TNI, Cilangkap, Rabu 28 Februari 2024.

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan menjelaskan secara aturan anugerah jenderal kehormatan yang diberikan Presiden Jokowi ke Menhan Prabowo tidak sah. Bahkan secara yuridis kenaikan pangkat kehormatan adalah tindakan ilegal.

Pertama, dalam UU Nomor 34 tahun 2024 tentang TNI tidak mengenal bintang kehormatan sebagai pangkat kemiliteran.

Dalam UU TNI dijelaskan bintang sebagai pangkat militer untuk perwira tinggi hanya berlaku untuk TNI aktif, bukan purnawirawan atau pensiunan.

Kedua jika merujuk UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Bintang sebagai tanda Kehormatan.

Menurut Pasal 7 Ayat (3), tanda kehormatan dalam bentuk Bintang Gerilya, Bintang Sakti, Bintang Dharma, Bintang Yudha Dharma, Bintang Kartika Eka Pakçi, Bintang Jalasena, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa. Bukan bintang sebagai pangkat kemiliteran perwira tinggi bagi purnawirawan militer.

Ketiga jika merujuk kepada Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 18 Tahun 2012, pemberian kenaikan pangkat ini juga merupakan tanda tanya besar.

Dalam ketentuan umum peraturan Menhan itu, disebutkan kenaikan pangkat istimewa diberikan kepada PNS dengan prestasi luar biasa baik.

Sedangkan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) diberikan kepada prajurit yang mengemban penugasan khusus dengan pertahanan jiwa dan raga secara langsung dan berjasa dalam panggilan tugasnya.

Tentunya Prabowo tidak masuk kualifikasi sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan tersebut.

"Bintang kehormatan sebagai pangkat militer perwira tinggi itu bermasalah bila diberikan Jokowi kepada Prabowo," ujar Halili dalam keterangan tertulisnya, Rabu 28 Februari 2024.

Di sisi lain legalitas, pemberian pangkat jenderal kehormatan menjadi sebuah kontradiksi mengingat status Prabowo merupakan perwira tinggi yang diberhentikan dengan hormat dari TNI.

Halili menjelaskan Prabowo pensiun dari dinas kemiliteran karena diberhentikan melalui Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Nomor KEP/03/VIII/1998/DKP dan Keppres Nomor 62 Tahun 1998 yang ditandatangani Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie.

"Jadi keabsahan pemberian bintang kehormatan itu problematik. Sebuah kontradiksi jika sosok yang diberhentikan dari dinas kemiliteran kemudian dianugerahi gelar kehormatan kemiliteran," ungkapnya dilansir dari Kompas.

Diminta Membatalkan
Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute Ikhsan Yosarie mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan pemberian bintang kehormatan kemiliteran untuk Prabowo.

Ikhsan menilai pemberian gelar kehormatan jenderal bintang empat Prabowo merupakan langkah politik Presiden Jokowi yang menghina dan merendahkan korban dan pembela HAM. Terutama dalam tragedi penculikan aktivis 1997-1998.

"Langkah politik Jokowi tersebut melecehkan para korban dan pembela HAM yang hingga detik ini terus berjuang mencari keadilan," ujarnya.

Di sisi lain langkah politik Jokowi itu bertentangan dengan hukum negara tentang pemberhentian Prabowo.

Ikhsan mengingatkan dugaan keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan aktivis jelas dinyatakan satu lembaga ad hoc kemiliteran resmi yang dibentuk oleh negara bernama Dewan Kehormatan Perwira (DKP).

"Negara, jelas menyatakan bahwa Prabowo merupakan pelanggar HAM, berdasarkan keputusan Negara."

Kemudian dari sisi etika kepublikan, langkah Presiden Jokowi memberikan bintang kehormatan juga bermasalah.

Presiden seharusnya lebih memikirkan nasib sebagian besar rakyat yang saat ini sedang mengalami kesulitan ekonomi serius, karena naiknya harga beras dan harga-harga sembako lainnya.

Bukan mengambil langkah politik untuk memberikan bintang kehormatan bagi Prabowo dengan pertimbangan dan untuk kepentingan politik.

"Semakin jelaslah di ujung periode pemerintahannya, Presiden Jokowi lebih sering menampilkan tindakan politik dan pemerintahan yang bertentangan dengan hukum, melawan arus aspirasi publik, dan mengabaikan hak asasi manusia," pungkas Ikhsan.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar