Analisis Ekonom soal Prabowo Tak Punya Chemistry dengan Sri Mulyani

Senin, 26/02/2024 08:48 WIB
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Menyerahkan DIPA dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2023, 1 Des 2022 (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden via Detik)

Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Menyerahkan DIPA dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2023, 1 Des 2022 (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden via Detik)

Jakarta, law-justice.co - Belum lama ini, Anggota Dewan Pakar TKN, Drajad Wibowo menyatakan bahwa sosok menteri keuangan era Presiden Jokowi dan SBY Sri Mulyani kemungkinan tak masuk dalam daftar anggota kabinet yang akan dipilih Prabowo-Gibran, khususnya menteri keuangan.

Pasalnya kata dia, dirinya melihat Prabowo tidak punya chemistry yang cocok dengan Sri Mulyani.

"Sebagai ekonom membaca dan melihat memang chemistry Pak Prabowo dengan Mba Ani (sapaan akrab Sri Mulyani) enggak jalan," ujarnya saat berbincang dengan media, Senin (19/2).

Direktur Center of Economic and Law (CELIOS) Bhima Yudhistira menduga ada empat pemicu mengapa Prabowo bisa tak punya chemistry dengan Sri Mulyani sehingga membuat peluangnya menjadi Menteri Keuangan lagi kecil. Padahal keduanya adalah menteri di Kabinet Indonesia Maju.

"Ya jadi memang chemistry Pak Prabowo dan Bu Sri Mulyani ini memang sudah renggang," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.com, Jumat (23/2).

Pertama, karena Ani sapaan akrabnya, menolak penambahan anggaran yang diajukan Prabowo sebagai menteri pertahanan. Penolakan sebenarnya memang bukan barang aneh.

Hal ini mungkin dilakukan karena Sri Mulyani ingin menjaga agar disiplin fiskal tetap kuat. Misalnya, menahan defisit anggaran harus di bawah 3 persen sehingga sangat berhati-hati memberikan persetujuan anggaran.

"Nah, belakangan kita lihat nih, mulai dari anggaran Kementerian Pertahanan dan pengadaan rencana utang yang ingin disiapkan Prabowo saat itu untuk pembelian alutsista ternyata tidak mendapatkan restu dari Sri Mulyani," jelasnya.

Kedua, kemungkinan lain karena masalah alokasi anggaran food estate. Awalnya proyek itu direncanakan di bawah Kemenhan namun akhirnya di Kementan.

"Nah, ini kan kasus juga nih, anggaran untuk food estate juga tidak begitu direstui oleh Sri Mulyani sebenarnya, makanya akhirnya anggaran food estate di Kementan, awalnya kan ingin di Kemenhan," ungkapnya.

Ketiga, Bhima menduga politisasi bantuan sosial yang mendadak pada masa kampanye lalu ikut menjadi penyebab jarak antar keduanya. Sebab, hal ini membuat rencana anggaran yang disusun Kementerian Keuangan yang dikomandoi Sri Mulyani berantakan.

"Ada bansos yang banyak sekali di luar perencanaan APBN, nah ini membuat hubungan merenggang dan kemungkinan besar Sri Mulyani nggak berlanjut di kabinet Prabowo," jelasnya.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menilai secara ideologi anggaran, Ani dan Prabowo sebenarnya sangat cocok karena sudah sama-sama berada di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan kecocokan itu harusnya, secara prinsip mereka tak terlihat bermasalah.

Namun Ronny melihat Ani mulai agak berseberangan dengan Prabowo dan Istana semenjak Jokowi mulai mengarahkan anggaran negara yang diduga untuk kepentingan politik pemenangan Prabowo-Gibran.

"Atau dalam bahasa politiknya, Sri Mulyani mulai terlihat agak berbeda dengan istana saat Jokowi mulai memainkan politik gentong babi (pork barell politic), di mana anggaran bansos mendadak direalisasikan menjelang pencoblosan," jelasnya.

"Padahal, Ani sedari awal cenderung memandang politik fiskal dalam kacamata profesional dan makroprudensial dengan mengedepankan kredibilitas fiskal nasional untuk menjaga reputasi keuangan Indonesia," kata Ronny.

Sri Mulyani sendiri belum bersuara terkait isu chemistry dengan Prabowo ini secara langsung. Sebelumnya ia hanya mengatakan ia enggan terlibat membicarakan sinkronisasi pemerintahan dengan presiden berikutnya.

Ia mengaku ingin mengerjakan tugasnya sebagai menteri keuangan. Dia menyerahkan hal itu kepada Presiden Jokowi.

"Nanti itu Bapak Presidenlah ya. Aku enggaklah, aku ngurusin APBN aja," kata Ani di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (19/3).

Meski begitu, Ani mengakui sinkronisasi pemerintahan adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Menurutnya, harus ada pembahasan antara pemerintah Jokowi dengan presiden berikutnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar