Dugaan Kecurangan Pemilu Terstruktur Sistematis Masif, Skema Penanganan Pemilu Konvensional Diyakini Tidak Memadai
Hasil Pilpres Curang, Hak Angket dan Kans Pemakzulan
Ilustrasi: Dugaan maraknya kecurangan dan campur tangan Presiden Joko Widodo memicu wacana pengguliran Hak Angket di DPR. (bing)
law-justice.co - Puncak prosesi Pemilu 2024 baru lewat berbilang pekan, namun tsunami politik telah mengguncang. Meski hasil penghitungan baru akan diumumkan akhir bulan depan, namun proses hitung cepat yang menempatkan Paslon 02 Prabowo – Gibran menang 1 putaran, memicu kegusaran. Tudingan Pemilu curang pun membahana, terutama dari Paslon 01 dan 03 yang merasa dipecundangi dengan pergulatan lancung. Kini, kedua Tim Sukses mulai menggelorakan Hak Angket untuk membongkar dugaan kecurangan Pemilu 2024, terutama di Pilpres.
Ruangan yang dipadati ratusan orang itu tiba-tiba membahana. Kehadiran sosok Ganjar Pranowo yang telah dinanti, memancing massa relawan untuk meneriakkan yel-yel penyemangat. Beberapa orang berteriak, “Ganjar Presiden RI 2024.”
Hadir dengan setelan sporty dominan hitam, seperti biasa Ganjar menyapa pendukungnya dengan lugas dan ramah. Hari itu, dia menyapa ratusan relawan yang sengaja berkumpul untuk melepas kangen. Pertemuan yang dihelat di sebuah gedung di bilangan Penjernihan, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024) ini dinyatakan tertutup, para hadirin dilarang merekam meskipun menggunakan ponsel.
Di hadapan pendukungnya, Ganjar menyatakan akan menyampaikan hal-hal yang sensitif dan strategis terkait dengan hasil Pemilu. Dalam pengamatan law-justice, setidaknya ada tiga hal penting yang disampaikan oleh ganjar kepada pendukungnya. “Pertarungan belum usai, kita tunggu finalnya (penghitungan suara) tanggal 20 Maret,” ujar Ganjar disambut riuh pendukungnya. Dia menegaskan, hasil quick count dan Sirekap yang masih berjalan bukanlah hasil resmi Pilpres. Proses penghitungan masih berjalan.
Hal kedua yang dia sampaikan adalah jangan cuma bergunjing jika mengetahui ada kecurangan. “Segera catat, rekam, ceritakan, laporkan kecurangan-kecurangan yang dijumpai di sekitar,” ujarnya. Dia mengajak para relawan untuk pro aktif membuat posko-posko pengaduan mandiri. Dia berjanjia, dia sendiri yang akan memonitor laporan-laporan relawan tersebut.
“Tugas relawan adalah berinisiatif, jangan terlalu banyak rapat dan meminta petunjuk. Kalau mau bikin posko pengaduan, langsung saja bikin. Nanti antar relawan saling koordinasi,” tegasnya.
Ilustrasi: Ganjar Pranowo, Calon Presiden dari Koalisi 03. (TPN Ganjar-Mahfud)
Selain itu, Ganjar juga mengingatkan relawannya kalau saat ini dia juga tengah menggalang upaya untuk megajak DPR menggunakan Hak Kontitusinya. “Kita mendorong digunakan hak angket untuk menyelidiki kecurangan Pemilu. Hak ini konstitusional,” ujarnya. Dia juga mengenang, saat menadi anggota DPR dia pernah aktif dalam menggulirkan Hak Angket Kasus Bank Century.
“Dalam hak angket Bank Century, kami (DPR) memanggil Wapres Boediono untuk diminta keterangannya. Begitu pun jika hak angket ini bergulir, DPR bisa memanggil siapa saja untuk dimintai keterangan,” katanya.
Sementara itu, Anies Rasyid Baswedan selaku capres dari Koalisi 01 menyatakan mendukung hak angket yang tengah ramai diwacanakan. Dia bahkan menyebut tiga partai pendukungnya yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Nasdem siap mendukung hak angket. "Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid, karena itu saya sampaikan, ketika inisiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," kata Anies dalam keterangan persnya di Jakarta pada Selasa (20/2/2024).
Belakangan, Anies mengkoreksi pernyataannya. Anies menyebut, hak angket DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 sepenuhnya menjadi wilayah pimpinan parpol Koalisi Perubahan untuk memutuskan. "Kalau menyangkut angket seluruh nya ada di dalam supaya wilayah partai. Jadi secara khusus biar pimpinan partai, sekjen dan ketua yang bicara," kata Anies di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Jumat (23/2/2024). Menurut Anies, sejauh ini pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Salah satunya, kata dia ihwal sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).
Sementara itu, pada hari Kamis 22 Februari 2024 ketiga Sekjen Partai Koalisi Perubahan, Hermawi Taslim (Sekjen Partai Nasdem), Hasanuddin Wahid (Sekjen PKB), dan Habib Aboe Bakar (Sekjen PKS) menanggapi terkait usulan hak angket yang disampaikan oleh Capres no Urut 03 Ganjar Pranowo. Selain Ganjar, Sejumlah Politisi PDIP lain seperti Adian Napitupulu juga santer menyuarakan pembentukan hak angket di DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 terutama
Sekjen Partai NasDem, Hermawi Taslim mengungkap alasan tiga partai politik Koalisi Perubahan siap bergabung dengan PDIP dalam menggulirkan hak angket di DPR terkait kecurangan Pilpres 2024. Hermawi menyatakan tiga parpol yakni Nasdem, PKS dan PKB siap bergabung dengan pihak manapun yang punya itikad baik dalam upaya menegakkan kebenaran dan keadilan.
Alasan ini yang menjadi latar belakang dari ketiga parpol setuju dan siap bergabung dengan PDIP maupun PPP untuk menggulirkan hak angket tersebut di DPR. “Mengapa hak angket kita dukung, kita inginkan kebenaran, kami bersekutu dengan siapapun di republik ini yang punya itikad baik untuk menegakkan kebenaran dan keadilan demi bangsa Indonesia,” kata Hermawi dalam konferensi pers bersama PKB dan PKS, di Nasdem Tower, Jakarta, Kamis (22/02/2024).
Namun, Nasdem, PKS dan PKB meminta kepada PDIP selaku inisiator, agar sama-sama menghormati dan memberikan kesetaraan dalam urusan pengguliran hak angket ini. “Dalam kebersamaan itu kita inginkan ada kesederajatan, ada saling menghormati, ada saling menghargai, ada kesamaan equal, itu yang kami inginkan kalau nanti kami bersama PDIP dan mungkin PPP kalau sama-sama menggulirkan hak angket,” ungkap dia.
Senada dengan Hermawi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merespon soal dugaan kecurangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang banyak dibicarakan publik. PKB menegaskan masih menantikan hasil penghitungan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sekjen PKB Hasanuddin Wahid menyebut pihaknya saat ini masih memantau perkembangan yang terjadi di Pemilu 2024. Namun ia menegaskan bila dalam hal ini, Koalisi Perubahan sudah satu suara untuk terus mengawal pemilu 2024 dapat berjalan jujur.
"Kami masih menunggu sampai ujung di saat penghitungan final dari pilpres ini, rekapitulasi manualnya yang kita tunggu," katanya. Cak Udin mengatakan Timnas Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) tengah mengumpulkan berbagai data terkait kecurangan. Data yang dikumpulkan diyakini bakal berguna.
"Tiga partai ini bersama Timnas AMIN itu mengumpulkan seluruh hal yang diperlukan kalau ada kecurangan, itu datanya seperti apa," ucapnya. Di sisi lain, Partai NasDem, PKB, dan PKS mendukung soal usulan hak angket di DPR terkait dugaan kecurangan Pilpres 2024. Sekaligus menunggu PDIP sebagai inisiator hak angket.
Ilustrasi: Anies R baswedan Calon Presiden dari Koalisi 01. (Timnas AMIN)
"Sambil menunggu itu kalau ada data (kecurangan) kita yang mengajukan hak angket ya kita tunggu, data kita itu mengajukan untuk kemudian kita bisa yang seperti disampaikan Pak Hermawi Taslim tadi, oleh karena itu kita tunggu langkah dari PDIP itu seperti apa," imbuhnya.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan siap mengawal proses hak angket. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi usai menghadiri pertemuan antara Sekjen Koalisi Perubahan di Jakarta, Kamis (22/2/2024). "Kita kumpul rutin antar Sekjen Koalisi Perubahan, kita banyak mendengar keluhan di lapangan terkait kecurangan, pertemuan ini sengaja dibuat biar lebih harmonis dan hangat," kata Aboe.
Habib Aboe mengatakan, PKS mengikuti sikap pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang mengatakan akan menunggu terkait pihak yang akan mengajukan hak angket. Ia menilai, hak angket adalah salah satu instrumen konstitusional yang dapat digunakan untuk mengawasi kinerja pemerintah.
"Kita siap mengawal, saya yakin pertemuan ini akan berlanjut untuk memberikan sikap kita pada situasi yang ada. Terkait hak angket DPR sudah berpengalaman, waktunya panjang, tinggal kita tunggu waktu, bangsa ini butuh aura keberanian untuk membenahi situasi saat ini," ujar Aboe.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapi usulan capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo terkait hak angket di DPR menyelidiki dugaan kecurangan di Pilpres 2024. Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik menilai bila penyelesaian tahapan permasalahan dalam pemilu telah diatur dalam UU.
"UU Pemilu telah jelas mendesain bagaimana menyelesaikan semua permasalahan berkaitan dengan pemungutan dan penghitungan suara," kata Idham kepada wartawan, Kamis (22/02/2024).
"Kalau sekiranya terjadi pelanggaran administrasi, jelas bahwa Bawaslu yang menangani. Kalau ada perselisihan terhadap hasil pemilu, MK sebagai lembaga yang menyelesaikan permasalahan ini," sambungnya.
Idham mengatakan dalam UU Pemilu telah dijelaskan mekanisme penyelesaian masalah pemilu. Maka, dia pun mengajak untuk mengikuti aturan yang ada. "Kita sebagai negara demokrasi yang besar, mari kita tegakkan demokrasi konstitusional, di mana hukum menjadi panglimanya. Apalagi dalam prinsip penyelenggaraan pemilu adalah berkepastian hukum," tuturnya. "Saya ingin mengajak kepada semua pihak agar mari kembali pada UU Pemilu," imbuh dia.
Kecurangan TSM: Tak Cukup Bawaslu, Hak Angket Alternatif Solusi
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan adanya dugaan ketidaknetralan aparatur negara dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang baru saja digelar. Hal tersebut sebagaimana disampaikannya Anggota Tim Pemantau Pemilu Komnas HAM Saurlin P Siagian dalam menanggapi pelaksanaan Pemilu Serentak 2024. Temuan tersebut berdasarkan pengamatan Komnas HAM terkait situasi penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 di 14 provinsi dan 50 kabupaten/kota pada 12-16 Februari 2024.
"Temuan terkait netralitas aparatur negara sangat berhubungan dengan politik uang untuk pemenangan peserta pemilu tertentu," ujar Saurlin dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/02/2024).
Saurlin pun membeberkan beberapa temuan pihaknya terkait pelanggaran netralitas aparatur negara. Pertama, sebanyak 12 kepala desa di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur menyatakan dukungan kepada salah satu peserta pemilu. "Rapat koordinasi kepala desa di Kabupaten Temanggung untuk pemenangan peserta pemilu tertentu," jelasnya.
Kemudian, adanya arahan Wali Kota Samarinda kepada jajarannya untuk memilih peserta pemilu tertentu. Ada juga seorang oknum ASN di Kabupaten Cianjur tertangkap tangan melakukan politik uang untuk pemenangan peserta pemilu tertentu. Selain itu, beredarnya video ajakan Pj Gubernur Kalimantan Barat yang mengajak masyarakat untuk memilih calon presiden dan calon wakil presiden yang mendukung pembangunan IKN. "Ajakan ini disampaikan oleh Pj Gubernur Kalimantan Barat pada Peringatan HUT Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat pada 24 Januari 2024," pungkasnya.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari tak terlalu terkejut dengan hasil penghitungan sementara Pilpres 2024 yang menempatkan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di posisi teratas dengan perolehan suara lebih dari 50 persen alias berpotensi besar menang satu putaran. Namun, Feri mewanti-wanti dari mana datangnya angka elektoral itu. Di satu sisi, angka itu bukan hasil sebenarnya lantaran adanya rekayasa penghitungan oleh penyelenggara pemilu, tapi di sisi lain angka itu sebagai akumulasi kecurangan dari rentetan intervensi kekuasaan sebelum hari pencoblosan.
Pakar hukum tata negara Unand, Feri Amsari. (Rohman)
“Saya sudah memprediksi bahwa Pemilu ini bakal satu putaran, ya kalau enggak 58 atau 60 persen. Saya sudah menduga karena berbagai faktor kecurangan. Dengan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dengan melibatkan presiden yang mengerahkan kepala desa, aparat negara lain lain dan penyelenggara pemilu itu sendiri,” kata Feri kepada Law-justice, Kamis (22/2/2024).
Dia membeberkan proses penyelenggaraan pemilu sudah curang sejak awal. Dimulai dari adanya ancaman kepada penyelenggara pemilu di level daerah jika tidak mematuhi komando dari KPU pusat. Juga, ada akal-akalan KPU yang membatasi sistem untuk Bawaslu untuk memonitoring dana kampanye hingga rekapitulasi suara. “Jadi aneh, bagaimana Bawaslu bisa mengawasi dalam tahapan yang berkaitan dengan sistem digital yang didesain KPU?” kata dia.
Menurutnya, perolehan suara Prabowo-Gibran yang menyentuk angka 58 persen lebih merupakan angka yang sudah dimanipulasi. Dia menganalogikan permainan sepak bola yang didalamnya sarat kecurangan dan ada pengaturan skor. “Pengaturan skornya (angka elektoral) sudah direkayasa sedemkian rupa untuk satu putaran,” kata Feri.
“Ini kecurangannya (pemilu) sebelum dari itu (hari pencoblosan), yang terjadi secara masif sehingga memengaruhi hasil pilpres. Kenapa dibiarkan penyelenggara negara yang tidak boleh berkampanye, justru berkampanye. Kenapa dibiarkan politik gentong babi terjadi secara masif. Dana bansos dikucurkan dan bansos dibagikan mendekati hari pencoblosan, itu pasti sengaja begitu,” ia menambahkan.
Bicara soal Sirekap, Feri menegaskan rekayasa jumlah suara untuk kemenangan Prabowo-Gibran begitu kentara. Dalam temuannya, ada TPS yang akumulasi suaranya melebihi 300 suara. Padahal kapasitas maksimum satu TPS di seluruh wilayah tidak melebihi angka 300. Anehnya, kata dia, Sirekap tidak otomatis menyetop penghitungan suara saat melebihi kapasitasnya. “Apakah penyelenggara tidak mengetahui sistem (Sirekap) akan menolak kalau lebih dari 300 suara, saya yakin komisioner (KPU) tahu. Ini menurut saya faktor kesengajaan yang terbuka dan semua menyaksikan,” tuturnya.
“Hasil suara pilpres ini sudah dipatok. Mau nanti rekapitulasi manual berjenjang, itu hasilnya nanti 58 persen kurang sedikit atu tambah sedikit. Sirekap bagian dari sistem yang direkayasa. Angka yang terlihat sebagaimana mestinya, tapi proses kecurangan itu yang seolah menampilkan angka yang terlihat itu,” imbuhnya.
Senada, pakar hukum dari STIH Jentera Bivitri Susanti tak heran dengan perolehan suara Prabowo-Gibran. Dalam analisisnya, paslon 02 itu memang diatur untuk menang satu putaran melalui berbagai intervensi kekuasaan yang didalamnya sarat kecurangan. “Info-info sebelum hari pencoblosan, juga ada dugaan pencoblosan lebih dulu untuk paslon 02,” kata Bivitri kepada Law-justice, Kamis.
Dia juga menyoroti soal politik gentong babi melalui insentif bansos menjelang hari pencoblosan. Jokowi jelas mengambil peran sentral dalam politik gentong babi--cara berpolitik yang menggunakan uang negara demi kepentingan politik. "Jokowi tidak sedang meminta orang untuk memilih dirinya, melainkan penerusnya (Prabowo)," ungkapnya.
Dalam soal bansos, Bivitri pun menekankan gelontoran anggaran besar menjelang Pemilu 2024. Untuk bulan Januari saja pemerintah telah mengeluarkan Rp 8,06 triliun jumlah untuk sejumlah jenis bansos mulai dari Jenis bantuan yang diberikan melalui anggaran tersebut, yakni Program Keluarga Harapan (PKH) hingga bantuan langsung tunai (BLT) El Nino. “Ini (politik bansos) jelas rentetan dari intervensi presiden dengan anggaran negara untuk kepentingan elektoral,” ujar dia.
Feri merujuk temuan bahwa ada formilis C1 hasil pemantauan TPS yang berbeda dengan C1 dalam Sirekap seperti yang terjadi di TPS 1, Glumpang Tutong, Meureudu, Pidie Jaya, Aceh. Lain itu, Sirekap tidak mampu membaca foto C1 dengan baik dan akurat. “Meski KPU sudah mengakui ketidakakuratan Sirekap dan melakukan perbaikan, hingga hari ini masih ditemukan pencatatan perolehan suara di Sirekap yang tidak sesuai dengan C1,” kata dia.
Tak hanya itu, Feri mengatakan terdapat 105 dugaan kecurangan dalam pemantauan saat hari pencoblosan yang masuk dalam wilayah pantauan, yakni Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, NTT, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Terbanyak soal pilpres. “Adapun dugaan kecurangan umumnya terkait dengan netralitas pejabat, aparatur negara, desa, netralitas atau profesionalitas penyelenggara pemilu, dan politik uang. (Dan) 34% temuan dugaan kecurangan mengenai netralitas berkaitan dengan netralitas kades,” ungkapnya.
Secara rinci, dia menyebutkan, 31 dari 41 kasus atau 81 persen temuan dan informasi dugaan kecurangan berkaitan dengan Pilpres mengarah pada kampanye atau dukungan untuk paslon Prabowo-Gibran. Sedangkan, 8 kasus mengarah pada dukungan ke paslon Ganjar-Mahfud.
Kembali ke soal Sirekap, KPU dinilai gagal dalam memberikan keterbukaan informasi penghitungan suara Pemilu 2024 kepada publik. Feri mengatakan kegagalan KPU berakibat pada kekisruhan meluas dalam penghitungan suara dan berpotensi dimanfaatkan untuk melakukan praktik kecurangan.
Dalam pantauan koalisi sipil terhadap seluruh TPS di Indonesia, terdapat selisih suara pemilihan presiden dalam jumlah besar yang disebabkan kerusakan dalam Sirekap. Jumlah suara dalam Formulir C1 yang diunggah melalui Sirekap berubah dan melonjak sehingga tidak mencerminkan perolehan suara yang asli. Pemantauan sepanjang 14 Februari 2024 - 19 Februari 2024 menemukan adanya selisih antara Sirekap dan formulir C1 pada 339 TPS sebanyak 230.286 suara. Tiga pasangan calon mendapatkan suara yang lebih besar setelah formulir C1 diunggah ke portal Sirekap.
Adapun selisih suara Anies-Muhaimin mencapai 65.682 suara atau 28,52 persen; Prabowo-Gibran selisih 109.839 suara atau 47,7 persen; dan Ganjar-Mahfud selisih 54.765 suara atau 28,52 persen.
Peneliti ICW, Egi Primayogha yang juga bagian koalisi sipil mengatakan kegagalan Sirekap dalam menyediakan informasi yang akurat berujung pada kontroversi meluas dan dugaan kecurangan melalui portal tersebut. Dia menyoroti penghitungan suara sempat dihentikan selama dua hari akibat kisruh Sirekap. “Perlu dicatat bahwa KPU menyatakan Sirekap tidak dijadikan landasan perhitungan suara, sehingga penundaan perhitungan suara menimbulkan pertanyaan besar. Terlebih lagi penundaan diputuskan melalui proses yang tidak patut, yaitu hanya melalui instruksi lisan,” kata Egi dikutip dalam kajian ICW.
Dia menekankan bahwa penundaan perhitungan suara tanpa proses yang patut berpotensi membuka praktik kecurangan perhitungan suara. Kendati Sirekap tidak dijadikan acuan untuk penghitungan suara, cacatnya Sirekap menunjukkan kegagalan KPU dalam menyediakan informasi publik. KPU menyajikan portal keterbukaan informasi yang tidak siap untuk diakses oleh publik. “Padahal anggaran yang berasal dari pajak yang dibayarkan oleh publik sebesar Rp 3,5 miliar telah dihabiskan untuk Sirekap,” ujar Egi.
Feri mengatakan pengajuan hak angket DPR sebenarnya tidak mudah dalam konteks normanya. Dalam regulasinya, dibutuhkan 25 tanda tangan anggota DPR dari minimal 2 fraksi yang berbeda di parlemen. Menurutnya, narasi soal hak angket untuk menyelidiki kecurangan pemilu baru sebatas wacana. “Sejauh ini saya belum melihat 25 orang itu mana dan apa argumentasi hukum-politiknya. Kalau itu sudah keliatan, baru wacana hak angket ini serius. Kalau bicara syarat, sebenarnya mudah sekali, tapi niat politiknya yang perlu disoroti. Kalau dilihat dari pernyataan peserta pemilu utamanya di paslon 01 dan 01, harusnya bisa dilakoni,” kata Feri.
Feri tidak menafikan hak angket ini muaranya bisa pada pemakzulan Jokowi. Gerakan pemakzulan presiden yang sebelumnya diagungkan sempat diragukan karena mengincar presiden lengser sebelum hari pencoblosan, akan tetapi peluang pemakzulan terbuka lebar jika yang jadi rujukan adalah masa jabatan yang masih cukup panjang hingga Oktober 2024 mendatang. Feri menegaskan bahwa syarat impeachment terhadap Jokowi itu sudah terpenuhi sejak lama ketika presiden menyatkan cawe-cawe dalam politik pemilu.
“Upaya hak angket ke hak menyatakan pendapat itu sangat mudah kalau kubu oposisi atau pihak yang mengusulkan saling mendukung. Apalagi PDIP partai terbesar sehingga masih memungkinkan. Kalau diniatkan membongkar kecuangan dan cawe-cawe presiden dalam pemilu, ya ini sangat mudah dilakukan jika partai yang menolak pemilu bergabung dengan PDIP,” kata dia.
Efek dari hak angket ini, kata dia, setidaknya bisa memengaruhi legitimasi Prabowo-Gibran jika memenangkan Pilpres secara tidak langsung. Sebab, ada relasi politik antara Jokowi dan Prabowo-Gibran. “Kalau jokowi terbukti melalukan perbuatan tercela dan dimakzulkan karena politik pilpres, itu akan menjadi alat bukti yang kuat. Bagaimana mungkin hasil pemilu diakui kalau presiden terbukti cawe-cawe,” kata Feri.
Hak Angket Pemilu Inkonstitusional?
Pakar hukum tata negara dan konstitusi Fahri Bachmid mengatakan bahwa wacana hak angket untuk mengusut kecurangan pemilu merupakan suatu kekeliruan. Dia merujuk pada Pasal 20A UUD 1945 yang singkatnya DPR berhak menggunakan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat dalam ruang pengawasan terhadap lembaga eksekutif dalam menjalankan pemerintahan negara. “Bukan dimaksudkan untuk menilai atau membahas terkait proses atau hasil Pemilu dengan segala implikasinya,” kata Fahri.
Dia lantas merujuk pula pada ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi yang berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Perkara sengketa pemilu, menurutnya, bukan ranah legislatif. Tetapi, ruang hukum di lembaga yudikatif. Sebelum masuk ke MK, kata dia, pihak yang tidak setuju hasil pilpres bisa melapor dugaan kecurangan ke Bawaslu. “Jika (hak) angket dipaksakan maka bakal menjadi hal yang destruktif dalam sistem ketatanegaraan,” ujar Fahri.
Hal senada disampikan oleh Pakar Hukum Tata Nnegara, Yusril Ihza Mahendra. Menurut Yusril, pihak yang kalah pilpres seharusnya mencari penyelesaian ke Mahkamah Konstitusi (MK), bukan dengan menggunakan hak angket DPR. Dia menyebut, hak angket DPR tidak dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 oleh pihak yang kalah pilpres.
Berdasarkan Pasal 24C UUD NRI 1945, kata Yusril, salah satu kewenangan MK yakni mengadili perselisihan hasil pemilu, dalam hal ini pilpres, pada tingkat pertama dan terakhir. Putusan MK bersifat final dan mengikat. Menurut dia, para perumus amendemen UUD NRI 1945 telah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yakni melalui MK. Hal ini dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan, sehingga tidak menimbulkan kekosongan kekuasaan jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.
Yusril menegaskan, penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini dalam ketidakpastian. Hak angket yang kini diusulkan untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. “Penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir,” kata Yusril saat dimintai konfirmasi, Kamis (22/2/2024).
“Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya, tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Yusril mengatakan, putusan MK dalam mengadili sengketa Pilpres 2024 akan menciptakan kepastian hukum. “Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” kata Yusril.
Ilustrasi: Demontrasi menolak Pemilu Curang. (Robinsar)
Dia menduga, wacana penggunaan hak angket DPR merupakan upaya untuk memakzulkan Kepala Negara. “Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," kata Yusril.
Yusril melanjutkan, wacana pemakzulan terhadap Presiden juga harus melalui persetujuan MK. Jika MK setuju dengan DPR, maka DPR harus menyampaikan permintaan pemakzulan kepada MPR. Dari situ, MPR akan memutuskan setuju atau tidak setuju. “Proses ini akan berlangsung berbulan-bulan lamanya, dan saya yakin akan melampaui tanggal 20 Oktober 2024 saat jabatan Jokowi berakhir,” kata Yustil. “Kalau 20 Oktober 2024 itu Presiden baru belum dilantik, maka negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan," tutur Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Pendapat Yusril ini lantas ditolak mentah-mentah oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS. Dia menilai Yusril sengaja mengarahkan penyelesaian kecurangan pemilu melalui Mahkamah Konstitusi, karena yakin para hakim konstitusi akan berpihak pada pemerintah. Sejauh ini telah terbukti Mahkamah Konstitusi tidak adil, tidak menegakkan konstitusi, dan bahkan menjadi aktor kecurangan.
Menurut Anthony, pada hakekatnya, kecurangan pemilu, atau pelanggaran pemilu, adalah tindak pidana. Pasal 286 ayat (2), (3), dan (4) UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu mengatur pembatalan calon apabila melakukan pelanggaran pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Pasal 286 ayat (4) menyatakan: Pemberian sanksi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi pidana. Oleh karena itu, pelanggaran pidana tidak boleh dibawa ke Mahkamah Konstitusi, meskipun terkait proses pemilu. Karena Mahkamah Konstitusi bukan peradilan pidana. Ini yang pertama.
Kedua, pelanggaran pemilu juga dapat terjadi karena penyelenggara pemilu melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara pemilu bukan saja KPU (Komisi Penyelenggara Pemilu) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Tetapi secara luas juga termasuk pemerintah, dalam hal ini Presiden, sebagai penanggung jawab akhir penyelenggaraan pemilu.
Kalau ada indikasi penyelenggara pemilu telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang, maka DPR dapat menggunakan hak konstitusinya untuk menyelidiki apakah benar telah terjadi pelanggaran. Bahkan, dalam hal ini (ada indikasi pelanggaran undang-undang) hak menyelidiki DPR tersebut menjadi kewajiban konstitusi DPR untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan pelanggaran undang-undang tersebut.
Hak menyelidiki DPR ini diatur di dalam konstitusi Pasal 20A, ayat (2): Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak angket DPR dijelaskan secara eksplisit di dalam Pasal 79 ayat (1) dan (3) UU No 17/2004 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD)
“Hak angket (sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b) adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.”
Pemilu dan pilpres jelas masuk kategori, “berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”, sehingga sudah memenuhi persyaratan bagi DPR untuk menjalankan hak angket. “Oleh karena itu, pendapat Yusril bahwa penyelidikan kecurangan pemilu harus melalui Mahkamah Konstitusi tidak bisa diterima, dan melanggar Hak Konstitusi DPR untuk menyelidiki pelaksanaan dan/atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” tegas Anthony.
Suara Wakil Rakyat Terpecah Soal Hak Angket
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin tidak ingin mengomentari secara terburu-buru soal hak angket. Namun, ia turut angkat bicara terkait dengan aspirasi sejumlah organisasi masyarakat sipil untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo seiring dengan pelbagai dugaan kecurangan usai hitung cepat hasil pemilihan presiden atau Pilpres 2024. Diantaranya Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat, Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri untuk Perubahan dan Persatuan (FKP3) serta sejumlah organ mahasiswa di tanah air.
Terkait hal itu, Hasanuddin menegaskan, DPR dan MPR bisa saja mengakomodir aspirasi tersebut dengan menggunakan hak angket untuk melengserkan Jokowi. "Proses pemakzulan presiden memang tidak sederhana, namun tetap bisa dilakukan. DPR dapat mengusulkan hak angket pemakzulan presiden," kata TB Hasanuddin kepada Law-Justice, Jumat (23/02/2024).
Hasanuddin menambahkan, menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014, usulan akan menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir. Ia menambahkan, bila dilakukan hitung-hitungan, setidaknya ada 5 partai politik yang bisa saja ingin mengusulkan hak angket pemakzulan Jokowi lantaran merasa dicurangi dalam kontestasi Pilpres 2024.
Parpol ini berasal dari PDI Perjuangan yang memiliki 128 kursi di DPR, Partai Persatuan Pembangunan 19 kursi, Partai Nasdem 59 kursi, PKB 58 kursi dan PKS 50 kursi yang bila ditotal mencapai 314 suara. Sedangkan, imbuhnya, partai koalisi pro Jokowi diantaranya Gerindra 78 kursi, Partai Golkar 85 kursi, PAN 44 kursi dan Demokrat 54 kursi yang jumlahnya 261 suara. "Jumlah anggota DPR saat ini 575 orang. Bisa dikatakan dengan situasi politik saat ini, ada 314 suara di DPR yang ingin Jokowi dimakzulkan dan hanya 261 suara pro Jokowi. Bila merujuk UU 17 tahun 2014, dimana keputusan yang diambil harus lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir, maka 314 suara sudah sangat mencukupi," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin. (Sindonews)
Hasanuddin menambahkan ada 3 alasan seorang presiden dapat dimakzulkan atau diberhentikan dari jabatannya yakni melakukan pelanggaran hukum atau pidana, perbuatan tercela dan tak mampu lagi menjadi presiden. Ia menambahkan, indikasi presiden cawe-cawe dalam pemilu itu mungkin dapat dianggap sebagai perbuatan pidana atau perbuatan tercela. “Bisa juga pelanggaran presiden terakumulasi lantaran banyak pelanggaran yang dilakukan itu, dan cawe-cawe pemilu itu dapat dikatakan perbuatan tercela atau pidana," cetusnya.
Hasanuddin mengungkapkan setelah diputuskan lalu hak angket panitia khusus DPR itu melakukan penyelidikan dan menemukan kesimpulannya, DPR kemudian mengeluarkan hak menyatakan pendapat yang menyebut bahwa presiden harus diberhentikan. Pendapat ini kemudian diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, apakah benar presiden melakukan pelanggaran atau tidak. "Bila dalam pansus penyelidikan hak angket ini ditemukan bukti-bukti dugaan kecurangan, maka proses selanjutnya dilanjutkan oleh MK," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menyebut bila usulan hak angket di DPR RI yang diajukan kubu paslon capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, terkait hasil Pemilu 2024 yang diduga terjadi kecurangan tak membuat pihak paslon nomor urut 2 kebakaran jenggot. Penyebabnya, bila selama ini pengajuan hak angket di DPR RI tidak pernah ada yang lolos secara mulus.
"Ini sudah 10 tahun, setahu saya nggak pernah ada hak angket yang berhasil lolos, coba deh cari usulan hak angket soal kenaikan BBM, usulan hak angket soal macem macem," kata Habiburokhman saat dihubungi, Kamis (22/02/2024). Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini menambahkan, hak angket sempat digulirkan pada 2009 yang berakhir pada keputusan pemilih yang tak masuk daftar pilih bisa memilih sepanjang memiliki dokumen.
Oleh sebab itu Habiburokhman mengingatkan, jika pemilu kemarin terjadi masalah seharusnya hak angket diajukan sebelum pemilu dilakukan. "Harusnya kemarin kalau dianggap banyak masalah, harusnya yang namanya hak angket itu kan waktu proses, sebelum pencoblosan harusnya, jadi banyak rekomendasi perbaikan yang bisa dilakukan untuk memperbaiki pemilu," ujarnya.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus turut mengomrntari soal usul hak angket yang disampaikan oleh Capres no urut 03 Ganjar Pranowo. Guspardi menilai adanya wacana penggunaan hak angket di DPR untuk merespons dugaan kecurangan Pemilu 2023 adalah sesuatu yang tidak tepat. Menurutnya, apabila terjadinya pelanggaran dalam pemilu semestinya diserahkan pada lembaga pengawas seperti Bawaslu, penegak hukum terpadu atau Gakkumdu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).
"Ranahnya disitu (KPU dan Bawaslu). Jadi artinya yang angket ini, kok, ujug-ujug hak angket, ada apa," ucap Guspardi saat dikonfirmasi, Jumat (23/02/2024). Ia mengatakan bahwa DPR diisi oleh fraksi dari berbagai partai politik. Sementara itu untuk melakukan hak angket harus didukung oleh lebih 50 persen anggota DPR.
“Pertanyaannya bagaimana peta politik yang ada di DPR yang akan mendukung," katanya. Terlebih, kata Guspardi, KPU hingga kini belum mengumumkan hasil pemilu lantaran proses rekapitulasi masih berlangsung. Sehingga, lanjutnya, segala jenis kecurangan itu harus dilaporkan kepada Bawaslu RI atau ke MK, bukan dibawa ke ranah politis.
"Jadi semua udah ada mekanismenya dan itu juga kan ada UUnya," pungkasnya.
Pertarungan politik di Pemilu 2024 tampaknya telah bergeser, dari kontestasi elektoral menjadi kristalisasi oposisi. lanskap poltik di DPR sebagaimana disampaiakn oleh TB Hasanudin menunjukan political shifting yang sangat signifikan di kubu pendukung Presiden Joko Widodo. Meskipun, realitas politik selalu cair dan negotioable, namun parameter yang disampaikan oleh Kang Tebe menunjukkan, kerja politik Tim pendukung jokowi mesti bekerja leih keras lagi.
Pernyataan TB Hasanudin sekaligus menjawab sikap optimis Habiburohman. Selama nyaris purna dua periode, Jokowi selalu lolos dari Hak Angket utamanya karena dukungan solid dari PDI Perjuangan dan Partai Nasdem. terutama PDI Perjuangan yang memiliki petarung-petarung forum yang all out membela Jokowi. Kini, Jokowi telah kehilangan dua pilar utama ersebut yang berpindah mendukung calon presiden masing-masing. Meskipun, belumbisa dipastikan arah politik mereka saat Hak Angket benar-benar digulirkan. Namun, sayup-sayup arah mereka adalah mendukung paslon yang mereka usung.
hak anhket, meskipun rumit namun bisa menjadi cara ampuh untuk mengkoreksi kekuasaan Presiden. Terutama saat Presiden telah melampaui konstitusi. Seperti misalnya dalam campur tangan yang terlalu dalam di Pemilu 2024 ini. Meskipun konstitusi mengatur penyelesaian sengketa Pemilu. Namun, jika hak Angket ini bisa diusung dan dimainkan dengan baik oleh Partai-partai pengusung paslon 01 dan 03, jalan politik bisa saja berubah.
Membiarkan hak angkewt berjalan secara alami dan mengikuti proses yang konstitusi tentunya akan menjadi kredit poin dalam demokrasi. Seiring dengan jalan hukum yang sedang dipersiapkan oleh Tim Sukses seluruh paslon. Penggunaan jalur politik hak Angket pun merupakan cara kontitusional. Meskipun yang dutarget adalah dua subek yang berbeda. namun, di satu titik keduanya akan menjadi wahana yang efektif, transparan dan legitimate untuk membongkar dugaan kecurangan di Pemilu 2024.
Ghivary Apriman
Rohman Wibowo
Komentar