OJK Ungkap Penyebab soal Banyak BPR Bertumbangan di Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Bisnis.com)
Jakarta, law-justice.co - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini membeberkan sejumlah alasan mengapa banyak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tumbang di Indonesia belakangan ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut pihaknya memang menargetkan memangkas jumlah BPR di Tanah Air. Ini sesuai dengan amanah UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), yang memuat mandat dan kewenangan baru untuk BPR.
Meski begitu, Dian mengatakan eksistensi BPR yang berkurang cukup drastis ini tidak semata target OJK dan amanat UU PPSK. Ia merinci setidaknya ada tiga alasan utama di balik mulai kolapsnya bank-bank ini.
Pertama, OJK menyinggung soal kepemilikan BPR yang kini sudah tidak bisa dimonopoli lagi. Oleh karena itu, Dian menyarankan konsolidasi sejumlah BPR yang memang dikuasai oleh satu orang.
"Sehingga kita akan menggunakan single presence policy, jadi satu orang itu hanya boleh memiliki satu BPR. Kalau sekarang memiliki 10 BPR, itu harus digabung, nanti 9 (BPR lain) jadi kantor cabang. Itu dalam konteks konsolidasi kalau kepemilikan sama," jelasnya dalam Konferensi Pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024 yang disiarkan di YouTube OJK, Selasa (20/2).
Kedua, ada aturan soal ketentuan modal minimum. Ia mengatakan BPR kudu memenuhi ketentuan modal minimum sebesar Rp6 miliar jika ingin tetap beroperasi.
Jika ada BPR yang belum memenuhi aturan tersebut, OJK mendorong untuk melakukan merger. Dian menegaskan pihaknya akan mengupayakan keberlangsungan BPR jika memang masalahnya bersifat struktural, termasuk penyehatan.
Ketiga, terindikasi penipuan atau fraud. Menurutnya, faktor ini yang menjadi salah satu alasan banyak BPR tutup.
"Kalau BPR-BPR itu sudah mendasar persoalannya, apalagi terkait penipuan atau fraud, tentu ini kita harus akhiri (tutup). Kita tidak bisa membiarkan BPR ada di situ malah mengganggu integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap industri BPR, yang sebetulnya secara umum kinerjanya bagus dan terus tumbuh, bisa memberikan pelayanan ke UMKM dan masyarakat kecil di berbagai daerah," jelas Dian.
Ia menyebut dari semula 1.600 BPR, jumlahnya saat ini terus berkurang. Meski secara umum kinerja bank-bank ini terbilang sehat, citranya terdampak oleh BPR lain yang bermasalah bahkan terindikasi fraud.
Oleh karena itu, Dian mengatakan OJK akan segera menuntaskan persoalan yang menjangkiti BPR tersebut.
"Kami di OJK sepakat menyelesaikan semua BPR-BPR bermasalah secepat mungkin, mungkin tahun ini (2024) akan kita bereskan. Mungkin akan ada peningkatan BPR yang ditutup kalau seandainya tidak bisa di-rescue (diselamatkan)," ungkapnya.
"Itu untuk kepentingan jangka panjang sehingga BPR betul-betul merupakan lembaga yang bisa dipercaya, dikatakan andalan oleh masyarakat kecil di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga orang berurusan dengan BPR itu betul-betul dalam posisi confident, tidak takut uang digelapkan, dan sebagainya. Ini alasan pokoknya itu, penyehatan BPR itu dilakukan sistematik oleh kami," jelasnya.
Komentar