Kasus Korupsi IUP PT Timah, Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru

Kamis, 22/02/2024 08:04 WIB
Dirdik Jampidsus Kejagung (kiri), Agung Kuntadi dan Kapuspenkum Kejagung (kanan) Ketut Sumedana dalam konpers di Kejagung, Senin 15/5/2023). Foto: Rohman Wibowo (Law Justice).

Dirdik Jampidsus Kejagung (kiri), Agung Kuntadi dan Kapuspenkum Kejagung (kanan) Ketut Sumedana dalam konpers di Kejagung, Senin 15/5/2023). Foto: Rohman Wibowo (Law Justice).

Jakarta, law-justice.co - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung RI) secara resmi kembali menetapkan dua pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kuntadi mengatakan kedua tersangka itu merupakan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Business Development PT Refined Bangka Tin.

"Hasil pemeriksaan kedua saksi ini jika dikaitkan dengan barang bukti kami menyimpulkan terdapat alat bukti yang cukup untuk dijadikan sebagai tersangka," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (21/2).

Untuk mempermudah proses penyidikan, Kuntadi menyebut keduanya akan ditempatkan di Rutan Salemba cabang Kejagung selama 20 hari ke depan.

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan total 11 orang tersangka terkait korupsi Izin Usaha Pertambangan PT Timah di Bangka Belitung. Selain itu Kejagung juga turut menetapkan satu tersangka terkait perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

Para tersangka diduga terlibat melakukan perjanjian kerja sama fiktif dengan PT Timah Tbk. Dua tersangka dari PT Timah yang sudah ditahan adalah MRPT alias RZ selaku Direktur Utama periode 2016-2021 dan EE alias EML selaku Direktur Keuangan periode 2017-2018.

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Kendati demikian, Kuntadi menegaskan nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Ia menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.

"Itu tadi hasil penghitungan kerugian ekologis dan kerugian itu masih akan ditambah dengan kerugian negara yang sampai saat ini masih berproses. Berapa hasilnya, nanti masih kita tunggu," jelasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar