Usai Diwakili Minta Maaf ke Rakyat,

Koordinator Stafsus Presiden Jokowi Balas Sindiran Mahasiswa UGM

Selasa, 13/02/2024 10:16 WIB
Juru bicara Istana Kepresidenan Ari Dwipayana (Dok.Antara/Istimewa)

Juru bicara Istana Kepresidenan Ari Dwipayana (Dok.Antara/Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Koordinator Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ari Dwipayana buka suara merespons `surat cinta` yang disampaikan sejumlah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) kepada dirinya dan Menteri Sekretaris Negara.

Sejumlah mahasiswa tersebut meminta agar kedua alumnus UGM itu mengembalikan martabat sebagai akademisi jelang Pemilu 2024. Ari mengaku tak mempermasalahkan seruan itu, ia pun mengapresiasi kritik tersebut.

"Terima kasih atas `surat cinta` adik-adik mahasiswa kepada saya dan Prof Pratikno. Dalam masyarakat akademik, kritik dan perdebatan adalah sesuatu yang menyehatkan," katanya seperti melansir cnnindonesia.com, Selasa (13/2).

Dia menyebut mahasiswa harus terus menjaga budaya akademik dengan pemikiran yang kritis, terbuka, menghargai keragaman atau perbedaan perspektif, serta memiliki semangat kontribusi bagi kemaslahatan bersama.

"Saya dan Prof Pratikno memiliki komitmen yang sama untuk menjaga integritas, memperkuat demokrasi, membangun tata kelola pemerintahan yang baik dan efektif, serta mencurahkan energi dan kemampuan untuk kemajuan bangsa dan negara," ujarnya.

Sejumlah mahasiswa UGM membacakan pernyataan sikap pada Senin (12/2). Para mahasiswa tersebut mengaku kecewa dengan dua sosok yang pernah menjadi dosen mereka dan mengajarkan tentang demokrasi.

Mereka juga mengaku resah karena sejak 2019 lalu telah turun ke jalan demi memprotes banyak hal yang dianggap mengancam demokrasi. Di antaranya revisi UU KPK, terbitnya UU Cipta Kerja, revisi UU ITE, dan lainnya.

Namun, di tengah perhelatan Pemilu 2024, mereka malah menyaksikan demokrasi sedang menuju ambang kematiannya yang mana rakyat disuguhi serangkaian tindakan pengangkangan etik dan penghancuran `pagar-pagar demokrasi` oleh penguasa.

Para penguasa, kata mereka, tanpa malu-malu menunjukkan praktik-praktik korup demi langgengnya kekuasaan. Konstitusi dibajak untuk melegalkan kepentingan pribadi dan golongannya.

Sebagai pembelajar ilmu politik sekaligus murid Pratikno dan Ari, mereka menyadari bahwa segala permasalahan terkait kemerosotan demokrasi adalah permasalahan sistemik yang disebabkan oleh banyak aktor.

"Ini bukan kesalahan Pak Tik dan Mas Ari semata. Namun, biar bagaimanapun kami menyadari, dua guru kami telah menjadi bagian dari persoalan bangsa. Untuk itu, izinkan kami mewakili Pak Tik dan Mas Ari menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas hal itu," ucap Faris.

Mereka sampai hari ini masih mengingat betul ketika Pratikno dan Ari menyebut kata `demokrasi` hingga menggema di ruang-ruang kelas. Mereka pun meminta keduanya untuk `pulang`.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar