Radhar Tribaskoro, Mantan Komisioner KPU Jawa Barat
Modus Operandi Mafia Kecurangan Perhitungan Suara di KPU
KPU
Jakarta, law-justice.co - Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi adalah aplikasi yang dibuat oleh KPU. Sumber datanya adalah formulir C1-Hasil atau C1-Plano. Ketua KPPS diwajibkan mendonlod aplikasi Sirekap itu ke dalam handphonenya.
Ketika penghitungan suara di TPS telah berakhir, Ketua KPPS diwajibkan memfoto lembar C1-Hasil. Foto itu kemudian diproses di server KPU untuk kemudian disajikan untuk keperluan analisis Komisioner.
Dengan Sirekap ini KPU bisa mengetahui hasil penghitungan suara (pilpres) secara nasional pada maks H+1. Sementata itu, sesuai tahapan, penetapan hasil pilpres baru dilakukan pada 20 Maret 2024.
Ini berarti terdapat jangka waktu sekitar 35 hari bagi KPU untuk merekayasa hasil penghitungan suara. Bila KPU telah terkooptasi penguasa (capres #02), ia dapat menginformasikan di daerah mana #02 kalah, di TPS mana rekayasa suara bisa dilakukan.
Dari informasi lapangan terlampir di atas diketahui bahwa pada aplikasi Sirekap hanya data capres 01 dan 03 saja yang bisa diedit. Informasi ini menjelaskan salah satu modus kecurangan, yaitu memindahkan perolehan suara #01 ke #03 atau sebaliknya.
Dengan cara itu, bila #02 sudah pasti lolos ke putaran kedua (antara 35% sd 49,9%), ia bisa memilih lawan. Apakah #02 ingin berhadapan dengan #01 atau #03 di putaran kedua, tergantung kepada laptop Komisioner KPU.
Untuk mencegah kecurangan penghitungan suara itu sangat penting bagi capres untuk (1) menghimpun C1-Hasil dari semua TPS. Namun itu saja tidak cukup.
Timnas Capres juga harus seksama dalam mengikuti dan mengawasi proses rekap di Kecamatan, Kabko dan Provinsi. Data C1-Hasil harus bisa menjadi kontrol atas proses rekap manual seperti disebutkan diatas.
Apabila semua yang disampaikan di atas sulit dipenuhi, maka tersisa dua jalan. Keduanya membutuhkan power dari DPR. Kedua jalan itu adalah:
1. Minta DPR untuk memerintahkan KPU agar membuka akses Sirekap kepada semua capres. Atau
2. Minta DPR untuk memerintahkan Bawaslu membuka akses sistem informasi penghitungan suara mereka kepada para capres. Sesuai UU, Bawaslu diberi anggaran untuk mengumpulkan C2-Hasil dati seluruh TPS di Indonesia.
Tidak ada alasan bagi KPU atau Bawaslu untuk menolak perintah DPR. Karena KPU dan Bawaslu sepenuhnya harus transparan dan akuntabel, khususnya kepada Peserta Pilpres. Tidak ada sedikitpun alasan bahwa KPU dan Bawaslu boleh memiliki rahasia, terkait informasi penghitungan suara, kepada Peserta Pilpres.
Demikian saran saya untuk menghadang kecurangan dalam penghitungan suara Pilpres 2024.
Komentar