Nawaitu Redaksi

Politik Plot Twist Ala Jokowi, Korbannya Terus Berjatuhan

Sabtu, 02/12/2023 18:40 WIB
Dinasti Politik Jokowi. (www.democrazy.id).

Dinasti Politik Jokowi. (www.democrazy.id).

Jakarta, law-justice.co - Kalau Anda seorang penggemar film, tentu ada beberapa film yang memiliki alur cerita yang tak terduga. Akhir ceritanya seringkali mengejutkan penonton karena berada diluar dugaannya. Biasanya sebuah film dengan alur cerita seperti  ini sangat disukai penonton, sebab memiliki ending yang sulit ditebak kemana arahnya. Alur cerita yang sulit ditebak kemana arahnya itu disebut plot twist namanya.

Plot twist adalah perubahan atau pembalikan yang tak terduga dalam alur cerita yang mampu mengubah pemahaman kita tentang jalan sebuah cerita. Plot twist dapat berupa kejadian mengejutkan, informasi baru yang terungkap, atau perubahan drastis dalam karakter atau situasi yang mengubah arah cerita secara tiba-tiba.

Pada akhirnya plot twist akan menghadirkan kejutan dan ketegangan dalam cerita, memancing perhatian penonton, dan membuat mereka terus tertarik mengikuti alur cerita hingga endingnya. Sehingga dengan adanya plot twist, cerita film biasanya  akan menjadi lebih menarik dan mengguncang emosi penontonnya.

Plot twist ternyata tidak hanya hadir di dunia film saja. Plot twist ternyata juga ikut memainkan perannya di kancah perpolitikan di Indonesia. Disinyalir presiden yang sedang berkuasa sekarang, rajin sekali memamerkan adegan plot twist dalam mengarungi jejak jejak politiknya. Sesungguhnya sudah sejak lama plot twist ini dipamerkan oleh Jokowi tanpa publik menyadarinya.

Benarkah Presiden Jokowi itu sesungguhnya sebagai arsitek plot twist yang sekaligus juga menjadi aktornya ?. Siapa siapa saja yang menjadi korban politik plot twist yang dijalankan oleh presiden yang sekarang berkuasa. Jika benar politik plot twist ini terus dijalankan, apa dampat buruknya ?

Jokowi adalah Arsitek Plot Twist

Jokowi boleh disebut sebagai politikus yang tak mudah ditebak jalan pikirannya. Jejak rekamnya berkata demikian karena sudah berkali kali berhasil membuktikannya. Semua prediksi soal skenario politiknya kerap runtuh di menit terakhir saat banyak orang terkecoh dengan sangkaannya.

Dalam dunia sastra, Jokowi ibarat penulis yang lihai menciptakan plot twist dalam cerita yang dikarangnya. Pembaca yang menyimak kisahnya ternganga nganga lantaran ending ceritanya tak terduga. Sebuah bangunan cerita yang mampu membuat gemas pembacanya.

Jokowi ternyata bukan hanya sekadar sebagai arsitek plot twist semata melainkan juga sebagai aktornya. Ia berperan sebagai sutradara, penulis skenario sekaligus dia juga yang menjadi aktornya. Karena dia menjadi sutradara, penulis, skenario sekaligus aktornya maka tidak pernah salah kalau ia memerankan dirinya dengan sempurna sebagai lakon yang dikarangnya.Bahkan Jokowi kadang kadang berperan sebagai kameraman juga.

Beberapa waktu yang lalu ketika Jokowi menghadiri panen raya di Kebumen bersama Prabowo dan Ganjar Pranowo, pemberitaan yang mencuat ke permukaan bukan soal pangan atau ketahanan pangan sebagai pesan utamanya. Berita berita yang mengemuka justru soal kehadiranGanjar dan Prabowo didampingi Jokowi dalam satu acara. Publik menduga duga pesan apa yang tersaji didalamnya karena kebetulan Prabowo dan Ganjar sama sama menjadi calon presiden republik Indonesia.

Dalam foto foto dan publikasi yang banyak beredar pasca momen tersebut, sosok Menteri Pertanian yang sebenarnya dialah yang “punya gawe”, tak terlalu diekspose bahkan tenggelam oleh gambar gambar kehadiran Jokowi, Prabowo dan Ganjar dalam momen yang sama. Disinilah Jokowi berperan sebagai “kameraman” yang mengabadikan momen pertemuan dengan Ganjar dan Prabowo sebagai focus sasaran kegiatannya.

Dalam momen pertemuan panen raya di Kebumen itu pula, Jokowi berhasil mengacaukan pandangan publik terhadap arah dukungan Jokowi pada kedua capres Prabowo dan Ganjar Pranowo. Awalnya muncul sinyal kuat Jokowi mendukung Ganjar tetapi dilain waktu ada angin kencang juga bahwa Jokowi mendukung Prabowo Subianto sebagai jagoannya. Saat itu publik hanya menduga duga kecenderungan ke arah mana Jokowi akan menjatuhkan pilihannya mendukung siapa. Tetapi dengan adanya pertemuan di Kebumen itu telah membuyarkan pandangan orang pada kecenderungan Jokowi mendukung siapa.

Bukan hanya sekadar mengaburkan dugaan orang pada laku politiknya, Jokowi juga pandai membuat orang bingung menilai jalan pikirannya. Mungkin gambarannya seperti perilaku emak emak yang suka menyalakan lampu sign kendaraannya ke kanan tapi sebenarnya ia ingin berbelok ke kiri yang berlawanan dengan sinyal yang di mainkannya.

Oleh karena itu ada pengamat politik yang memberikan solusi ketika mengamati jejak langkah politik yang dimainkan oleh Jokowi yaitu jangan memaknainya langkah demi langkah melainkan harus melihatnya dari fragmen yang utuh karena cerita itu belum berakhir sebelum endingnya. Karena bisa jadi yang disangka akan terjadi, tidak sesuai harapan orang pada umumnya.

Sebagai contoh ketika ada salah satu pilkada digelar disuatu daerah, semua partai nasional ketua umumnya berkumpul untuk mendukung calon tertentu yang dianggapnya mumpuni untuk mereka dukung bersama. Tapi pada akhirnya ternyata ada perubahan yang tidak semua diberi tahu bahwa ternyata calon yang di usung berbeda.

Kesenangan Jokowi membuat kejutan yang tidak terduga itu rupanya belum cukup memuaskan dirinya. Selain sulit ditebak arahnya kemana, Jokowi juga suka sekali bermain di pinggir jurang dalam memainkan skenarionya. Jokowi suka main di pojok pojok, disebuah area permainan yang tidak biasa. Cara ini bisa membuat orang lain yang mengikutinya tergelincir masuk jurang jika tidak hati hati membaca langkah politiknya.

Korban Terus Berjatuhan

Sebagai arsitek plot twist, langkah langkah politik Presiden Jokowi sudah banyak memakan korban tanpa mereka menyadari telah menjadi korban politiknya. Lalu siapakah tokoh tokoh bangsa atau aktor aktor politik yang pernah merasakan menjadi korban petualangan politiknya ?. Berikut ini diantara mereka yang pernah menjadi korbannya:

Pertama,Menkopolhukam Mahfud MD. Kita masih ingat peristiwa kira kira lima tahun yang lalu ketika dengan sumringah Mahfud MD mengabarkan kepada wartawan kalau dirinya bakal digandeng Jokowi sebagai wakilnya."Nanti deklarasi pukul 17.00 atau pukul 18.00 WIB," kata Mahfud MD optimistis saat ditanyai awak media, Kamis (9/8/19) sore di Jakarta.

Pernyataan Mahfud itu kurang dari dua jam sebelum Jokowi mendeklarasikan cawapres yang diusungnya. Namun ternyata bukan Mahfud yang dipilih Jokowi , Jokowi justru meminang Ma’ruf Amin sebagai sosok yang akan menemaninya di Pilpres 2019.

Keputusan penting yang diambil Jokowi di menit-menit terakhir itu memang sulit dipercaya. Bayangkan saja, satu hari sebelum deklarasi, Rabu (8/8), Mahfud sudah mengurus segala macam tetek bengek untuk menjadi cawapres-nya Jokowi .Rabu itu, Mahfud sudah mengurus surat keterangan tak pernah menjadi terpidana di Pengadilan Negeri Sleman. Rabu itu pula dia sudah mengirimkan curiculum vitae (CV) ke Istana. Dan ya, Rabu itu pula dia sudah mengukur baju agar bisa selaras dengan pakaian yang dikenakan Jokowi ketika nanti mendampinginya.

Pada hari rabu itu pula inisial cawapres Jokowi diumumkan dimana  "Depannya pakai inisial `M` pokoknya," kata Jokowi sambil tertawa di Istana Merdeka. Tidak heran jika Kamis itu Mahfud begitu optimistis bakal menjadi calon orang kedua di Indonesia. Kala itu wajahnya begitu semringah dan yakin bahwa inisial M itu adalah dirinya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu hanya tinggal menunggu keputusan resmi saja

Dia pun berada di Restoran Tesate, Menteng, Jakarta Pusat yang dekat dengan lokasi deklarasi cawapres Jokowi di Restoran Plataran, Menteng. Pertimbangannya, agar Mahmud tak perlu jauh-jauh ketika Parpol koalisi pengusung Jokowi mengumumkan namanya.

Namun apa daya, parpol koalisi pengusung Jokowi rupanya enggan meminang Mahfud MD yang sudah siap dengan baju barunya. “Saya tidak kecewa, tapi kaget saja karena sudah diminta mempersiapkan diri, bahkan sudah agak detail," terang Mahfud yang mengaku tidak kecewa.

Kedua, Maruarar Sirait. Mahfud MD ternyata bukan satu-satunya tokoh yang narasinya dibuat plot twist oleh presiden yang sekarang berkuasa. Politikus PDI-P Maruarar Sirait pun pernah menjadi `tokoh` dalam cerita `milik` Jokowi yang ikut merasakannya.

Semua bermula kala Jokowi-JK terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2014. Pada saat mengumumkan nama-nama menteri untuk mengisi kabinet, nama Ara (sapaan Maruarar) santer disebut akan mengisi kursi Menkominfo.

Kabar itu kian diperkuat oleh sebuah dokumen yang diperoleh wartawan. Dalam dokumen itu, nama Ara jelas-jelas terpampang akan mengisi posisi Menkominfo. Tak heran jika Ara juga begitu optimistis bahwa dia akan menjadi Menteri dikabinet Jokowi yang di dukungnya. Ketua DPP PDI-P itu sangat yakin bahwa pada 26 Oktober 2014, akan dilantik di depan halaman Istana.

Saat hari pelantikan itu tiba, Ara pun dengan santainya datang ke Istana. Dia mengenakan kemeja putih layaknya calon calon menteri-menteri yang lainnya. Namun kenyataan justru berkata lain, posisi itu rupanya ditempati oleh Rudiantara bukan dirinya.

Melihat Ara yang sudah datang, Jokowi pun merasa tak enak melihatnya. Dia akhirnya meminta  Ara untuk meninggalkan lingkungan Istana, serta mengantarkannya hingga masuk ke mobil menikmati rasa kecewanya. "Yang jelas Ara akan terus bantu saya," jawab Jokowi kikuk saat wartawan menanyainya.

Ketiga, Johny Lumintang.  Johny Lumintang pernah digadang-gadang akan menempati posisi sebagai Kepala Staf Presiden (KSP). Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Filipina itu rencananya akan menggantikan posisi Luhut Binsar Pandjaitan saat reshuffle kabinet di tahun 2015.

Jokowi memang merombak Luhut dari posisi Kepala Staf Presiden menjadi Menko Polhukam. Ini terjadi pada 12 Agustus 2015, tepat ketika terjadi reshuffle kabinet jilid pertama. Sesuai agenda yang telah direncanakan, Johny seharusnya akan dilantik pada 2 September 2015 di Istana Negara. Dia dinilai berkompeten mengisi posisi tersebut lantaran sejumlah pengalaman yang dimiliknya. Johny sendiri merupakan lulusan AKABRI Angkatan 1970.

Namun, tepat di hari pelantikan itu, Jokowi lagi-lagi menunjukkan plot twist pada menit-menit terakhir. Skenario Johny sebagai KSP batal tanpa diduga duga.  Jokowi justru menunjuk Teten Masduki kurang dari satu jam sebelum pelantikan dilakukan di istana.

Teten yang ditunjuk secara mendadak itu kalang kabut dibuatnya. Dengan persiapan yang seadanya, Teten yang saat itu menjabat Staf Khusus Presiden akhirnya mengenakan setelan jas hitam dan dasi merah dan dia dilantik pada hari itu juga.

Kalau mau di identifikasi, tentu bukan hanya tiga tokoh diatas yang menjadi korban politik plot twist ala Jokowi selama berkuasa. Masih banyak kelompok dan tokoh tokoh yang lain ikut merasakannya.

Salah satu korban politik plot twist ala Jokowi akhir akhir ini barangkali adalah Megawati dan PDIP beserta jajarannya. Ketika Megawati menunjuk Ganjar sebagai capres satu satunya yang di usung oleh PDIP, tentu mereka sangat berharap Jokowi akan segera ikut mendukungnya. Hal ini mengingat Ganjar adalah tokoh yang selama ini memang dipersiapkan oleh Jokowi sebagai penggantinya. Harapan Jokowi bakal mendukung Ganjar sangat beralasan karena Jokowi bisa menjadi seperti sekarang ini tentu karena berkat dukungan dari PDIP yang telah membesarkannya.

Bagaimana Jokowi dicalonkan sebagai Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga dua kali menjadi presiden adalah berkat dukungan partainya. Bukan hanya itu, anaknya mencalonkan walikota solo dan mantunya menjadi walikota Medan adalah berkat dukungan dari partai yang dipimpin oleh Ibu Mega. Kalau kemudian Jokowi tanpa diduga duga berbalik arah dengan menjadikan anaknya sendiri menjadi wakilnya Prabowo tentu hal ini sangat mengecewakan PDIP dan jajarannya. Sebuah keputusan politik Jokowi yang bernuansa plot twist karena tidak diduga duga sebelumnya.Semuanya demi kepentingan siapa ?

Dampak Buruk

Sebenarnya tidak ada masalah dengan laku politik plot twist , sepanjang hal itu dilakukan untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Tapi kalau tujuannya semata mata untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan demi kepentingan kelompok dan golongan dan keluarganya, hal ini yang seharusnya dilawan dengan sekuat kuatnya.

Diakui atau tidak, kehidupan politik kita akhir akhir ini sarat dipenuhi oleh kegiatan kegiatan untuk mempertahankan kekuasaan, bukannya mencapai kepemimpinan yang diharapkan demi kemaslahatan rakyat, bangsa dan negara.

Kekuasaan disamakan dengan kepemimpinan dan kekuasaan tidak lagi mengindahkan aspek moral dalam kehidupan kita sebagai bangsa dan bernegara bahkan terkesan  menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Berakhirnya masa seseorang tokoh berkuasa akan segera diperebutkan dengan gegap gempita khususnya  oleh mereka yang saat ini memegang kuasa.Seolah olah tidak rela kalau kekuasaan itu jatuh pada elemen bangsa lainnya, mereka berupaya dengan berbagai cara untuk mempertahankannya.

Alhasil, prosesi pergantian kepemimpinan nasional melalui pemilu yang seharusnya bisa menghasilkan putra putri terbaik bangsa berubah menjadi arena untuk perebutan kekuasaan terkesan dengan menghalalkan segala cara.

Pemimpin yang didapat seringkali bukan karena dia yang terbaik, tapi karena kepiawaian mengutak-atik demi kepentingan pribadi atau kelompok atau golongannya. Wajah politik dan politisi Indonesia sedang dipertontonkan ke public dengan rupa yang membuat kita mengelus dada. Seperti drama atau film yang plot twist-nya berlapis-lapis, selalu ada yang mengejutkan, dinamis, sulit ditebak namun mempunyai tujuan yang sama yaitu bagaimana caranya untuk bisa terus berkuasa.

Politik plot twist yang hanya memperjuangkan kepentingan kekuasaan semata akan berdampak bukan hanya pada rakyat jelata yang lainnya seperti para investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Karena kepastian, politik atau hukum tidak lagi bisa diandalkan untuk menjaga stabilitas negara. Kalau terus gonjang-ganjing, para investor pasti akan wait and see dan pada akhirnya bisa hengkang dari Indonesia.

Kadang kadang politik plot twist juga dimainkan untuk menutupi permasalahan bangsa. Ketika rakyat sulit mencari kerja, barang barang pada naik semua, pajak rakyat yang kian mencekik, penguasa bisa saja mencari cara untuk supaya rakyat melupakannya dengan membuat cerita plot twist untuk mengalihkan perhatian mereka. Sampai kapankah kira kira politik plot twist yang menyengsarakan rakyat itu akan terus dimainkan oleh mereka yang memegang kuasa ?

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar