Hasbi Hasan Akan Didakwa Suap Rp11,2 M & Gratifikasi

Senin, 27/11/2023 14:49 WIB
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kasus suap pengurusan perkara di MA, Senin (12/12/2022). (Foto: detikcom)

Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kasus suap pengurusan perkara di MA, Senin (12/12/2022). (Foto: detikcom)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan penyidikan tersangka kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan.

"Hari ini jaksa KPK Arif Rahman Irsady telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan dengan terdakwa Hasbi Hasan ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin 27 November 2023.

Ali menjelaskan status penahanan Hasbi telah beralih menjadi kewenangan pengadilan. Tim jaksa, terang Ali, mendakwa Hasbi dengan dua dakwaan.

"Tim jaksa mendakwa dengan dua dakwaan sekaligus yaitu penerimaan suap Rp11,2 miliar terkait pengurusan perkara di MA dan juga dakwaan penerimaan gratifikasi Rp630 juta untuk fasilitas menginap dan perjalanan wisata," kata Ali.

Juru bicara berlatar belakang jaksa tersebut menjelaskan uraian utuh dakwaan dimaksud akan dibacakan setelah menerima penetapan hari sidang pertama.

"Kami pastikan sidang akan dilakukan secara terbuka dan mengajak masyarakat mengikuti seluruh proses pembuktian perkara dimaksud," kata Ali.

Penipuan

Dalam keterangan tertulis, Ali sekaligus mengingatkan masyarakat untuk waspada dan melapor apabila ada pihak-pihak yang mengatasnamakan insan KPK.

Sebab, terang dia, KPK sebelumnya telah beberapa kali mendapat informasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan pegawai KPK dan meminta sejumlah imbalan dengan menawarkan bisa mengurus perkara di KPK.

"Kami tegaskan bahwa sistem penanganan perkara di KPK dilakukan secara profesional dengan melibatkan penyelidik, penyidik, penuntut, dan pimpinan sehingga secara orang-per orang tidak bisa mengatur suatu keputusan proses penanganan perkara," ucap Ali.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar