Apakah TKA yang di-PHK Berhak Atas Pesangon?
Para tenaga kerja asing sedang didata oleh pihak kepolisian di Kalimantan Barat (antara.)
Jakarta, law-justice.co - Pada dasarnya, Tenaga Kerja Asing (“TKA”) hanya dapat dipekerjakan dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.[1] Maka, perjanjian kerja yang berlaku adalah Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”).
Selanjutnya, perihal makna “waktu tertentu”, kami merujuk pada Lampiran SEMA 1/2017 yang tegas menyatakan TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu dengan PKWT.
Sehingga menjawab pertanyaan Anda, yang dimaksud dengan “waktu tertentu” adalah hubungan kerja antara pemberi kerja dan TKA harus didasarkan atas PKWT dan bukan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”).
Adapun berkenaan dengan Pasal 12 ayat (3) PP 34/2021 yang juga Anda tanyakan, selengkapnya berbunyi:
Permohonan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (“RPTKA”) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pemberi kerja TKA dengan melampirkan dokumen paling sedikit:
surat permohonan;
nomor induk berusaha dan/atau izin usaha pemberi kerja TKA;
akta dan keputusan pengesahan pendirian dan/atau perubahan dari instansi yang berwenang;
bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan;
rancangan perjanjian kerja atau perjanjian lain;
bagan struktur organisasi perusahaan;
surat pernyataan untuk penunjukan Tenaga Kerja Pendamping TKA;
surat pernyataan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA; dan
surat pernyataan untuk memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia kepada TKA
Berkaitan dengan frasa “perjanjian kerja”, maka ini juga harus ditafsirkan sama sesuai dengan yang telah kami jelaskan di atas, yaitu perjanjian kerja tersebut merupakan PKWT. Sehingga menurut hemat kami, TKA hanya dapat dipekerjakan dengan PKWT dan tidak boleh dengan PKWTT.
Hak TKA yang di-PHK
Menjawab pertanyaan kedua Anda, hak yang diterima TKA tidak sama dengan hak pekerja berstatus Warga Negara Indonesia (“WNI”). Hal ini tercermin dari Pasal 15 PP 35/2021 sebagai berikut:
Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT.
Pemberian uang kompensasi dilaksanakan pada saat berakhirnya PKWT.
Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus menerus.
Apabila PKWT diperpanjang, uang kompensasi diberikan saat selesainya jangka waktu PKWT sebelum perpanjangan dan terhadap jangka waktu perpanjangan PKWT, uang kompensasi berikutnya diberikan setelah perpanjangan jangka waktu PKWT berakhir atau selesai.
Pemberian uang kompensasi tidak berlaku bagi TKA yang dipekerjakan oleh pemberi kerja dalam hubungan kerja berdasarkan PKWT.
Oleh karena itu, pemberian uang kompensasi tidak berlaku bagi TKA yang dipekerjakan berdasarkan PKWT.
Selanjutnya, berkenaan dengan hak TKA yang dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”), pada prinsipnya hak atas uang pesangon hanya dimiliki oleh pekerja PKWTT, sedangkan bagi pekerja TKA PKWT berlaku Pasal 62 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Sebagai informasi, berdasarkan Pasal 81 angka 16 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat berakhir apabila:
pekerja/buruh meninggal dunia;
berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja;
selesainya suatu pekerjaan tertentu;
adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya Hubungan Kerja.
Sehingga, apabila terjadi PHK sebelum berakhirnya jangka waktu atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan di atas, perusahaan wajib membayar ganti rugi kepada TKA yang bersangkutan sebesar upahnya sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerjanya.
Hal senada dituliskan dalam Putusan MA 129/PK/Pdt.Sus-PHI/2016, sebagaimana dijelaskan dalam Batas Perlindungan Tenaga Kerja Asing, di mana Mahkamah Agung (“MA”) memperkuat putusan Pengadilan Hubungan Industrial tingkat pertama dan putusan kasasi MA dengan menghukum perusahaan untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada TKA atas hak-hak atau ganti rugi sisa waktu PKWT yang belum dijalani (hal. 20).
Di sisi lain, jika TKA dipekerjakan dengan PKWTT, perjanjian kerja itu batal demi hukum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,[3] mengingat TKA hanya boleh dipekerjakan dengan PKWT.
Selain itu, perlu diperhatikan pula kewajiban pemberi kerja TKA yaitu memulangkan TKA ke negara asalnya setelah perjanjian kerjanya berakhir,[4] dan melaporkan kepada Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk untuk perjanjian kerja TKA yang telah berakhir atau diakhiri sebelum jangka waktu perjanjian kerja berakhir.[5]
Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing;
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja;
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
[1] Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (“PP 34/2021”) dan Pasal 81 angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
[2] Pasal 81 angka 12 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.
[3] Pasal 52 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.
[4] Pasal 7 ayat (1) huruf c PP 34/2021.
[5] Pasal 32 ayat (3) PP 34/2021.
Komentar