Nawaitu Redaksi
Menyemai Asa Menuju Tiga Periode Dalam Kemasan yang Berbeda

Dinasti Politik Jokowi. (www.democrazy.id).
Jakarta, law-justice.co - Yang namanya kekuasaan itu memang bisa bikin orang kecanduan dibuatnya. Banyak pemimpin-pemimpin dunia yang menjadi nakhoda untuk negaranya selama bertahun-tahun karena sudah kecanduan kekuasaan pada dirinya.
Studi-studi dalam bidang psikologi sudah menyatakan kalau kekuasaan itu bisa mempengaruhi fungsional otak mirip tak ubahnya obat-obatan seperti narkoba yang membuat orang sangat sulit untuk bisa melepaskannya.
Menurut Friedrich Nietzsche, kekuasaan itu merupakan ekspresi dari kehendak untuk berkuasa yang mendasar dari kehidupan manusia. Ia percaya kalau setiap individu punya dorongan kuat untuk menguasai dan mempengaruhi dunia di sekitarnya.
Itulah sebabnya orang yang pernah berkuasa akan cenderung untuk mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara. Baik dengan senyum simpul maupun dengan melanggar hukum negara. Yang penting tujuan untuk berkuasa bisa tercapai untuk waktu yang lama.
Rupanya keinginan untuk terus berkuasa ini sudah menjadi candu juga bagi presiden yang sekarang berkuasa. Pembatasan kekuasaan untuk dua periode saja seperti yang diatur di konstitusi negara rupanya tidak menghalangi keinginannya untuk bisa menerobosnya.
Bagaimana cara dan strategi Jokowi untuk mewujudkan keinginannya agar bisa terus berkuasa ?, Apakah keinginannya untuk terus berkuasa ini sudah mentok sehingga tidak lagi ada peluang untuk merealisasikannya ?
Bermula dari Tiga Periode
Seperti diceritakan oleh Adian Napitupulu, Presiden Jokowi yang sekarang berkuasa pernah merengek rengek meminta kepada Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Sukarnoputri agar mengabulkan permintaannya supaya bisa berkuasa untuk ketiga kalinya. Sayangnya permintaan itu kemudian ditolak sehingga membuat Jokowi kecewa karenanya.
Tetapi kekecewaannya itu rupanya tidak membuatnya putus asa. Upaya untuk mewujudkan cita citanya demi tiga periode tetap digaungkan melalui orang orang dekatnya. Diantaranya melalui para buzzer yang “dipeliharanya” maupun melalui Menteri menterinya.
Di mata publik, Jokowi berusaha menyembunyikan keinginannya itu melalui pernyataan pernyataan sikapnya. Jauh hari, pada bulan Desember 2019 silam Jokowi pernah berujar, jika ada yang mengusulkan jabatan presiden tiga periode, ada tiga makna menurutnya. Pertama, ingin menampar mukanya Kedua, ingin cari muka. Dan, ketiga, ingin menjerumuskannya.
Wacana presiden 3 periode sempat redup tapi kembali mencuat pada 2021 lalu ketika mantan Ketua MPR Amien Rais mencurigai adanya skenario yang mengubah ketentuan dalam UUD 1945 soal masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Kala itu Jokowi gercep mendinginkan isu tersebut dengan membuat pernyataan melalui kanal YouTube bahwa dirinya tak ada niat dan tak menaruh minat menjabat 3 periode.
Isu perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode kembali mencuat pada 2022 lalu, tepatnya selang setahun setelah Jokowi menyatakan tak minat menambah masa jabatannya. Jokowi menyatakan patuh pada konstitusi negara dimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa jabatan presiden hanya dua periode saja.
Namun, dalam kesempatan yang sama, Jokowi juga menyampaikan bahwa wacana penundaan pemilu atau perpanjangan periode jabatan presiden tidak bisa dilarang oleh siapapun juga. Karena menurutnya, hal ini merupakan bagian dari demokrasi sehingga siapa pun boleh mengusulkan karena rakyat bebas menyatakan pendapatnya.
Pernyataan Jokowi yang terakhir ini dinilai pengamat sebagai bentuk pengungkapan sikapnya yang mulai melemah dan terkesan mengamini opini tiga periode sebagai gagasan yang sah sah saja meskipun melanggar konstitusi negara. Pernyatan ini juga bisa dimaknai bahwa sebenarnya tiga periode itu juga menjadi keinginannya tapi malu malu untuk mengungkapkannya sehingga melalui orang orang dekatnyalah keinginan itu disuarakannya.
Tetapi perjuangan tiga periode ini terbukti mendapatkan tantangan keras dari sebagian besar elemen bangsa dan tidak ada celah untuk adanya perubahan konstitusi negara mengenai perubahan jabatan presiden agar bisa tiga periode sesuai dengan keinginannya.
Ketika harapan untuk menjadi presiden tiga periode tertutup para pendukung Jokowi mengalihkan agenda memperpanjang masa jabatannya sambil mencari cari alasan misalnya wabah corona dan sebagainya. Agenda ini pun kandas pula. Akhirnya Jokowi mengambil langkah seolah mendukung Ganjar Pranowo untuk menjadi penerus kepemimpinan nasional sebagai presiden, sekaligus melanjutkan program-programnya.
Pada kesempatan lain Jokowi memberikan sinyal dukungan kepada Prabowo Subianto untuk menjadi bakal calon presiden yang juga menjadi jagoannya. Barangkali ide Jokowi sejalan dengan kemauan para pengusaha maupun oligarki agar peserta pemilihan presiden dua pasang calon saja supaya lebih hemat biaya yang dikeluarkan oleh bandarnya
Ketika kemudian Megawati mendadak memutuskan memilih Ganjar Pranowo, Jokowi seperti kehilangan kendali kepada “bonekanya”. Jokowi pun akhirnya mengambil sikap untuk cawe-cawe dalam urusan pemilihan presiden yang akan datang supaya tetap terjaga kepentingannya pasca tidak lagi berkuasa.
Walaupun Jokowi menyatakan bahwa cawe-cawe yang dilakukannya semata mata untuk mensukseskan pemilihan presiden, namun sebagian rakyat tidak mempercayainya. Rakyat memahami ucapan Jokowi itu dengan makna yang sebaliknya. Artinya cawe cawe yang dilakukan itu adalah demi dinasti keluarga, kelompok atau golongannya saja.
Asa Terakhir
Bagi Jokowi peluang yang tersisa untuk melanggengkan kekuasaan dinastinya ialah dengan mempromosikan anaknya menjadi wakil presiden republik Indonesia. Untuk itu telah diatur siasat bagaimana caranya agar supaya Gibran Rakabuming Raka, sekalipun masih berusia 36 tahun, bisa dipromosikan untuk menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo yang menjadi capresnya.
Lewat intervensi Ketua hakim Mahkamah Konsitusi (MK) Anwar Usman yang notabene paman Gibran akhirnya semuanya bisa di skenariokan dengan lancar jaya. Dari sinilah gempa MK bermula. Para pakar, akademisi maupun praktisi di bidang hukum bersuara lantang atas keputusan yang melanggar konstitusi, dan adanya konflik kepentingan didalamnya.
Namun meskipun hujan protes terjadi dimana mana, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah bulat tekadnya untuk menetapkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai salah satu pasangan calon Capres cawapres di pemilu 2024 bersaing dengan dua pasangan kandidat yang lainnya.
Menurut pengakuan Cawapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), opsi Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres Prabowo Subianto sebenarnya sudah mencuat sejak dia masih tergabung di KKIR (Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya). “Waktu itu sudah muncul, sudah muncul," kata Cak Imin dalam Podcast What The Fact Politics CNN Indonesia yang tayang pada Kamis (9/11/23).
Munculnya nama Gibran sejak Muhaimin Iskandar masih berada di KKIR mengindikasikan bahwa rencana menjadikan Gibran sebagai calon cawapres sudah digagas sejak lama. Sehingga ketika saat ini Gibran terbukti menjadi cawapresnya Prabowo bukan sesuatu yang mengejutkan tentunya.
Dengan dicalonkannya Gibran menjadi Cawapres Prabowo, menurut pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menyatakan bahwa Presiden Jokowi akan mengerahkan semua sumber daya demi menangkan anaknya.
Sikap Presiden Jokowi dinilai tidak akan mundur demi memenangkan anaknya Gibran Rakabuming Raka.“Bagi Jokowi pasti jalan terus. Semua sudah terjadi. Gibran sudah ditetapkan oleh KPU sebagai cawapresnya Prabowo Subianto. Bagi Jokowi tak ada lagi melihat ke belakang,“ kata Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, Selasa (7/11/23).
Sebagai orang yang berkuasa, tentu Jokowi akan mengarahkan semua sumber daya untuk memenangkan anaknya.“Fokus ke depan, menangkan Gibran dengan semua resource yang ada. Terutama yang konsisten di barisan Jokowi. Sementara yang beda sikap pasti ditinggalkan,” jelasnya seperti dikutip media.
Untuk mewujudkan mimpi besarnya tersebut, Jokowi dengan berbagai cara nampaknya akan all out untuk memenangkan anaknya. Keinginan Jokowi ini rupanya seiring sejalan dengan obsesi Prabowo untuk menang pemilu menjadi Presiden setelah beberapa kali gagal di raihnya.
Prabowo dan pendukungnya begitu yakin menang karena mereka percaya sekali kalau Jokowi pasti akan habis-habisan mengupayakan untuk kemenangan anaknya. Sudah banyak Partai politik yang mendukungnya, seluruh sumberdaya termasuk jajaran birokrasi dan aparat ada dipihaknya. Ini bisa menjadi modal yang sangat luar biasa untuk kemenangannya.
Kemenangan Jokowi melalui anaknya adalah kemenangan Prabowo juga. Karena keduanya saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.Jokowi percaya Prabowo akan melindungi dia dan keluarganya setelah ia tidak lagi berkuasa. Jokowi mencemaskan kejaran hukum terhadap dia dan keluarganya. Banyak yang melihat kemungkinan besar Jokowi dan keluarganya terjerat masalah hukum dan masuk penjara tapi diyakini Prabowo akan bersedia melindunginya jika ia berkuasa.
Jokowi tidak bisa menitipkan keinginannya kepada Ganjar Pranowo yang sekarang dibawah kendali Megawati yang telah mencalonkannya. Apalagi menitipkan keinginannya kepada Anies Baswedan yang nyata nyata menjadi anti tesanya. Oleh karena itu kepada Prabowolah harapan satu satunya.
Yang menjadi pertanyaan adalah, mungkinkah Prabowo-Gibran bisa menang di pemilu 2024 nantinya ?. Dalam hal ini Presiden Jokowi dengan kekuasaan dan pengaruhnya bisa saja menjadikan Prabowo-Gibran sebagai pemenang pilpres karena Presiden Jokowi memiliki segalanya sebab sedang berkuasa. Tetapi kemenangan itu nantinya akan rawan digugat karena aroma curang pasti akan menyertai perjalanan kemenangannya.
Nampaknya soal kecurangan ini akan diabaikan oleh penguasa jika berkaca ke belakang terutama dengan adanya praktek ugal ugalan dalam meraih tujuan yang selalu menabrak peraturan, akal sehat dan logika. Sehingga nantinya kecurangan bisa dianggap sebagai hal yang biasa biasa saja. Yang penting bagaimana supaya menang pilpres dengan berbagai macam ragam cara.
Jika pasangan Prabowo -Gibran menang nantinya, maka Jokowi berpotensi berkuasa hingga 15 tahun ke depannya. Awalnya Gibran akan menduduki posisi sebagai wakil presiden (wapres) dari Prabowo Subianto selama 5 tahun, dan selanjutnya dia berpotensi menjadi presiden selama 2 periode seperti ayahnya.
Skenario lainnya jika pasangan Prabowo -Gibran yang menang maka ditengah jalan Gibran bisa menjadi presiden republic Indonesia jika Prabowo berhalangan tetap misalnya sakit permanen atau meninggal dunia. Hal ini bisa saja terjadi mengingat usia beliau yang sudah tua.
Kalau itu yang terjadi maka keinginan Jokowi untuk bisa berkuasa hingga tiga periode akan tetap bisa tercapai meskipun dalam kemasan yang berbeda. Artinya bukan Jokowi yang berkuasa secara langsung melainkan melalui anaknya. Kira kira bagaimana menurut Anda ?
Komentar