Putusan MKMK dan Hak Angket, Pintu Menuju Pemakzulan atau Drama Politik?
Hak Angket Banteng Seruduk `Mahkamah Keluarga`
Ilustrasi.
law-justice.co - Jurang menganga di antara hubungan mesra Partai PDI Perjuangan dengan Presiden Joko Widodo. Seratus hari terakhir kita dipertontonkan dengan drama melankolis antara Presiden dan Partai pendukung utamanya. Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden untuk Prabowo Subianto menjadi ihwalnya. Pucuknya saat Mahkamah Konstitusi memberikan jalan melalui putusan No. 90. G9bran melenggang, Banteng meradang. Pertikaian semakin meruncing, bukan lagi wacana, kader banteng mulai menggagas Hak Angket di DPR untuk menyasar MK. Akankah api memercik ke Merdeka Utara?
Dalam sebuah wawancara yang diadakan pada Jumat 10 November 2023 dengan Akbar Faizal Uncensored, Hasto Kristiyanto terlihat tidak mampu menahan air matanya, suaranya lirih, dan tubuhnya bergetar saat menceritakan betapa sulitnya menghadapi kenyataan ini.
"Bahkan sakit, ya, kami tidak bisa menutup mata. Kami sangat sedih," kata Hasto, menunjukkan rasa kehilangan yang dalam dari anggota staf PDIP. Partai yang didirikan oleh Megawati Soekarnoputri, PDI Perjuangan, saat ini mengalami penderitaan akibat kehilangan anggota keluarga Presiden Joko Widodo.
Menantu Presiden dan Wali Kota Medan Bobby Nasution mengikuti jejak Gibran Rakabuming. Langkah keluarga Jokowi keluar dari PDIP semakin nyata, meskipun perlahan namun pasti.
Padahal, sebagai parai politik terbesar dengan perolehan kursi terbanyak di DPR, PDI Perjuangan sebenarnya telah banyak melunakkan dan mengalah dalam menyikapi angkah zigzag keluarga Jokowi. Misalnya, Partai tidak serta merta melakukan pemecatan dan tindakan disipliner lainnya terhadap keluarag Jokowi yang telah terang-terangan mendukung psangan capres-cawapres yang tidak sesuai dengan amanah partai.
Bahkan, terhadap Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, yang telah diusulkan oleh Koalisi Indoensia Maju (KIM) sebagai pendamping Capres Prabowo Subianto, hingga saat ini masih belum ada tindakan nyata dari Partai berlambang banteng ini.
Meski demikian, bukan berarti riak-riak perlawanan tidak terjadi. Secara sporadis, sejumlah kader banteng mulai melakukan serangan yang sitematis ke kubu Jokowi. Salah satunya adalah denga kampanye yang lumayan masif terhadap jargon Mahkamah Keluarga.
Mahkamah keluarga merupakan plesetan dari Mahkamah Konstitusi. Jargon ini sudah digulirkan sejak beberapa waktu lalu saat Ketua MK menikah dengan adik kandung Jokowi.
Mahkamah Keluarga mendapat momentum saat MK memutuskan Putusan no. 90 yangmemberika ruang bagi Gubran melaju dengan mulus ke KPU. Gibran yang baru berusia 36 tahun, menurut UU Pemilu, semestinya tidak dapat melaju sebagai kandidat Cawapres. UU mensyaratkan usia minimal 40 tahun.
Berkat putusan MK No. 90 yang memberikan norma tambahan berupa pernah/sedang menjalani jabatan kepala daerah yang diperoleh melalui Pilkada, maka Gibran pun bisa berlenggang.
Putusan MK ini, selain menjadi anti klimaks, tampaknya juga menjadi momentum patah hati bagi PDI Perjuangan. Serangan terhadap Mahkamah Keluarga yag mulanya masih berupa wacana, kini telah mengejawantah.
Angota DPR Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu.
Seorang kader PDI Perjuangan di DPR Masinton Pasaribu tiba-tiba mengumandangkan hak angket untuk menyelidiki putusan MK No. 90 tersebut. Hak angket bukan persoalan main-main, hak ini boleh dikatakan sebagai hak ultimatum yang dimiliki oleh DPR. Salah satunya karena bisa berujung pemakzulan bagi presiden.
Namun, upaya Masinton untuk melakukan Hak Angket kepada MK ternyata justru megundang tanya. Sebab, beleid ini ditujukan untuk eksekutif bukan ke yudikatif.
Masinton menjelaskan alasannya mengajukan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menyebut DPR diberi mandat oleh rakyat untuk meluruskan yang bengkok.
"Kita sebagai politisi diberikan mandat oleh rakyat untuk luruskan yang bengkok-bengkok ini, loh kok politisinya nggak menyikapi ini secara serius, kita ini lawak-lawak atau apa mengelola negara ini?" kata Masinton seperti disiarkan di kanal YouTube detikcom, Selasa (7/11/2023).
Masinton menilai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membuka dugaan skandal Mahkamah Konstitusi yang melibatkan Anwar Usman.
"Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengkonfirmasi adanya skandal di Mahkamah Konstitusi yang mempengaruhi kemandirian hakim dalam putusannya," kata Masinton usai dikonfirmasi, Rabu (07/11/2023).
Politisi PDIP tersebut mengutip Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman harus bebas dan tidak memihak. Yang kemudian ditegaskan dalam UU Nomor 48 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pada putusan MKMK, kata Masinton, dinyatakan bahwa Anwar Usman sengaja diintervensi terkait putusan batas usia minimum capres-cawapres.
"Dalam putusan MKMK menyatakan bahwa eks Ketua MK Anwar Usman sengaja diintervensi terkait putusan soal batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres)," kata Politikus PDIP ini.
Maka itu, DPR harus melakukan penyelidikan melalui hak angket terkait skandal hakim Mahkamah Konstitusi. Supaya semuanya menjadi terang di publik.
"Lembaga DPR RI harus melakukan penyelidikan melalui Hak Angket Skandal Hakim MK, agar terang benderang dan ke depan integritas MK kembali dipercaya masyarakat," kata Masinton.
"Publik berhak tahu pihak mana yang mengintervensi Hakim MK dan motif kepentingan apa hingga menginjak-injak kemandirian hakim yang jelas-jelas diatur dan dilindungi oleh UUD 1945," lanjut anggota Komisi XI DPR RI ini.
Menurutnya skandal hakim konstitusi merupakan skandal yang besar. "Dan harus diselidiki tuntas," tegasnya.
Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan ketika kader PDIP Masinton Pasaribu menyuarakan hak angket dalam rapat paripurna DPR RI hal itu merupakan bentuk check and balances dari parlemen untuk pemerintah.
Terkait dengan hak angket, Hasto menuturkan bila PDIP tidak membicarakan soal kursi yang dimiliki partai politik kontra KIM. Namun, hak angket diajukan harus didasarkan dalam persoalan yang fundamental terkait dengan eksistensi bangsa dan hajat hidup rakyat Indonesia.
"Grup yang sepertinya berhadapan dengan yang lain itu komposisinya lebih kuat 314 (kursi) versus 261 (kursi), di balik angka ini kami meyakini kekuatan nurani," tutur Hasto dalam podcast Akbar Faizal Uncensored yang dilihat Jumat (10/11/2023).
Hasto menegaskan bahwa kekuasaan harus dikelola sesuai dengan amanah konstitusi. Dengan adanya keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), maka PDIP khawatir akan ada gerakan pemakzulan Presiden Jokowi.
"Ini akan menggelinding pada proses politik, karena ada pemicunya, yaitu tentang intervensi di luar kekuasaan dari Mahkamah Konstitusi," kata Hasto.
Menurut Hasto, wacana pemakzulan Presiden Jokowi merupakan hal yang akan dicermati PDIP. Namun demikian banteng berkomitmen untuk menjaga marwah pemilu agar berjalan dengan baik.
"Apalagi menghadapi tantangan geopolitik, pelemahan-pelemahan rupiah, kemudian persoalan di akar rumput, yang sepenuhnya belum selesai," ujarnya.
Sementara itu Fraksi PKS DPR RI yang pada awalnya mengkaji soal kemungkinan hak angket untuk MK kini malah menilai sulit untuk melakukan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi. Karena MK bukan objek hak angket DPR.
Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan sulit dibuktikan adanya intervensi kepada hakim konstitusi Anwar Usman oleh pihak lain. Karena hak angket hanya bisa dilakukan terhadap masalah yang terjadi dengan nyata.
"Iya dong, artinya sesuatu yang di angket itu di lapangannya real terjadi, kenapa itu terjadi, nah itu baru dia suruh jawab, kan itu bos," kata Jazuli di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (09/11/2023).
Menurut Jazuli, sulit apabila yang menjadi objek hak angket adalah Presiden Joko Widodo. Karena intervensi oleh presiden masih sebatas dugaan.
Tidak ada bukti kuat yang mengikat Jokowi dengan putusan MK yang meloloskan putranya, Gibran Rakabuming Raka.
"Kalau kaitannya dengan putusan MK, kalau MK, Pak Jokowi apanya, kalau Pak Jokowi intervensinya apa, ada buktinya gak? Ada gak?" katanya.
PKS tidak dalam posisi menolak wacana hak angket. Tetapi, untuk mendukung hak angket perlu sesuai dengan aturan yang ada.
"Kita itu semangatnya itu kan harus berdasarkan aturan gitu loh, bukan gak boleh. Orang semangat-semangat ya DPR ini kan lembaga, seharusnya orang-orang terdidik yang membuat undang-undang dan komitmen terhadap undang-undang," ujar Jazuli.
"Ini bukan persoalan takut atau tidak takut, bukan persoalan suka atau tidak suka," sambungnya.
Putusan MKMK, menajamkan wacana Hak Angket
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal perkara batas usia capres dan cawapres yang terbit pertengahan Oktober lalu disinyalir meninggalkan persolaan baru yang tak mudah untuk diatasi, delegitimasi lembaga MK.
Dlam sejarah Mahkamah Konstitusi, baru kali ini seluruh Hakim Konstitusi yang berjumlah 9 orang ini dilaporkan melanggar kode etik. Kode etik yang dilaporkan beragam, tetapi asalnya tunggal, pemeriksaan perkara No. 90/PUU-XXI/2023 tentang peninjauan terhadap UU Pemilu.
MK latas embentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang diketuai oleh Jimly Asshiddiqie, seorang cendikiawan hukum tata negara, mantan ketua DKPP sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi pertama. Sejumlah titel lengkap yang menunjukkan relevansi Jimly menjadi Ketua MKMK.
Bekerja cepat, Jimly dibantu oleh Wahidudin Adam dan Bintan Saragih sebagai anggota MKMK hanya perlu dua pekan dari 30 hari waktu yang tersedia. Mereka memutuskan seluruh pengaduan etik pada Selasa (7/11/2023) atau sehari sebelum batas penggantian atau pengajuan ulang capres/cawapres ke KPU pada Rabu (8/11/2023).
Dari sejumlah putusannya, putusan Jimly Asshiddiqie Cs. paling penting tentunya yang menyangkut Ketua MK Anwar Usman. Majelis menyimpulkan Anwar Usman dalam posisi yang sarat konflik kepentingan saat memutus perkara 90/PUU-XXI/2023. Akibat pelanggaran ini, Anwar Usman harus rela stausnya sebagai Ketua MLK dicopot dan tidak boleh menjadi Ketua MK ke depannya.
Sedangkan, hakim MK lain dinyatakan melanggar kode etik lantaran membiarkan Anwar terlibat dalam pengambilan putusan dan dinilai tak menjaga kerahasiaan informasi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Sembilan hakim MK, termasuk Anwar Usman lantas hanya dijatuhkan sanksi teguran lisan.
Namun Anggota MKMK, Bintan R. Saragih mempunyai pendapat berbeda atau dissenting opinion. Ia menilai hukuman lebih berat semestinya dijatuhi kepada Anwar Usaman. Ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu layak untuk diberhentikan secara tidak hormat sebagai hakim MK karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Majelis Kehomatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyerahkan putusan kepada perwakilan pelapor, Selasa (7/11/2023).
Dalam putusan MKMK tersebut juga terkuat adanya dugaan atau indikasi intervensi terhadap putusan Mk tersebut. “Hakim Terlapor sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan (judicial leadership) secara optimal, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan. Hakim Terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3,” petikanujar Jimly membacakan amar putusan MKMK, Selasa (7/11/2023).
Sayangnya, Jimly tak merinci intervensi pihak luar apa yang dimaksud. Namun, dalam konteks putusan perkara 90 yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum itu kentara bahwa Gibran Rakabuming Raka menjadi satu-satunya pihak yang menikmati putusan tersebut.
Sementara benturan kepentingan yang mengarah ke Anwar Usman berdasar kesimpulan MKMK disebabkan karena Gibran merupakan keponakan hakim MK itu. Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu seakan bisa maju menjadi cawapres bagi Prabowo Subianto berkat putusan Anwar Usman.
Secara parsial, MKMK menerjemahkan intervensi yang dimaksud berdasar lobi-lobi yang dilakukan oleh Anwar Usman kepada 8 hakim lain agar mengabulkan gugatan perkara 90 yang diajukan Almas Tsaqibbirru—warga Solo, Jawa Tengah yang diketahui putra koordinator MAKI, Boyamin Saiman (konco lawas Jokowi di Solo).
Lobi-lobi inilah yang kemudian diyakini menjadi asbab putusam MK No. 90 ini menghasilkan putusan yang berbeda dari gugatan serupa. Dalam putusan 90 ini pun diyakini terdapat ultra petita dalam putusannya.
Julius Sibarani selaku Ketua PBHI yang juga menjadi pelapor ke MKMK, menduga ada penyelundupan hukum dalam putusan perkara 90. Sebab, terdapat klausa “Sedang” dalam amar putusan, padahal tidak ada dalam gugatan pelapor.
Klausa “Sedang” yang dimaksud adalah setiap warga negara yang berusia 40 tahun dapat mengajukan sebagai capres-cawapres sepanjang pernah atau sedang menduduki kepala daerah. Padahal dalam gugatan pelapor tercantum permohonan batas usia menjadi capres-cawapres, yakni dengan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Berarti, yang dapat maju adalah kepala daerah yang sudah menghabiskan periode jabatannya. Sedangkan, Gibran baru separuh jalan menjabat Wali Kota Solo.
“Pertanyaannya ketika ini tidak pernah diajukan oleh pemohon, tidak pernah dibahas dalam persidangan, tidak juga disepakati dalam RPH, lalu bagaimana bisa muncul dalam amar putusan 90 itu. Apakah intervensi itu adalah akumulasi bentuk dari segala pelanggaran etik dan perilaku, yang ternyata ujungnya adalah demi memuluskan klausa ‘sedang’ ini,” tuturnya.
Julius Ibrani, momen Gibran dideklarasikan menjadi cawapres Prabowo seusai putusan MK menjadi titik kulminasi intervensi. Anwar Usman tak sekonyong-konyong memberanikan diri terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara batas usia capres-cawapres.
“Tidak mungkin intervensi ini dilakukan oleh orang biasa, oleh pihak yang tidak memiliki kekuatan politik,” kata Julius kepada law-justice, Kamis (9/11/2023).
Ia merujuk pada tiga kekuatan dalam prinsip trias politika (Eksekutif, legislatif dan yudikatif). Spesifiknya, kekuatan eksekutif yang dapat mendompleng Anwar Usman. “Dalam konteks MKMK, mereka memeriksa kewenangan yudikatif, tetapi kalau intervensi yang dilakukan oleh eksekutif dan kemudian pemanfaatnnya dilakukan oleh anak dari pimpinan eksekutif, maka penting dicari tahu intervensi ini tujuannya adalah apakah untuk mengajukan capres-cawapres,” ucap dia.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari.
“Dan benar kalau ditemukan sebuah intervensi dari Presiden Joko Widodo melalui Anwar Usman yang dititipkan pesan dalam pengambilan putusan pada perkara 90 yang kemudian dimanfaatkan oleh Gibran, maka di situ jelas terjadi sebuah perbuatan tercela dan pelanggaran konstitusi kita,” tegas Julius.
Jika benar ada intervensi dari luar yang membuat Anwar bermanuver seperti itu, Julius menilai perlu ada penyelidikan ihwal campur tangan kekuatan politik. Pada titik ini, DPR bisa masuk melalui hak angketnya. Muara dari hak angket sendiri adalah pemakzulan presiden jika terbukti melanggar hukum Pasal 7A UUD 1945.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari juga menekankan DPR untuk memakai hak angket pada konteks intervensi kekuatan di luar MK, alih-alih menjadikan putusan MK sebagai objek. Sebab, legislator bisa gampang merujuk putusan etik MKMK yang menyatakan konflik kepentingan berdasar intervensi pihak luar. “Hak angket itulah yang akan membuat terang soal keterlibatan presiden atau pihak yang lain yang terafiliasi dengan presiden. Kenapa ada dugaan keterlibatan presiden atau pihak lain? Karena tentu relasi kekeluargaan antara presiden dan Anwar,” ujar Feri kepada Law-justice, Kamis.
Bicara soal hak angket yang ujungnya wacana pemakzulan, Feri mewanti-wanti proses hukumnya yang panjang. Sebab, mesti datang dari kekuatan politik di parlemen lebih dari satu fraksi. Setidaknya hak angket mesti melalui forum rapat paripurna yang dihadiri minimal setengah anggota DPR. Dari situ, baru bisa terbentuk pansus yang dapat menyelidiki keterlibatan unsur eksekutif dalam mempengaruhi putusan MK. Apabila ditemukan pelanggaran hukum oleh presiden, maka DPR bisa menggunakan mekanisme hak menyatakan pendapat.
“Dan hak pendapat ini dikaitkan dengan peradilan forum khusus menyidangkan pendapat DPR di MK. Dari forum MK baru diselidiki apakah presiden telah melanggar hukum dan tidak memenuhi syarat menjadi presiden,” katanya.
“Setelah itu, hasil keputusan mk akan dikembalikan ke dpr untuk dibawa ke sidang majelis MPR untuk disampaikan apakah presiden akan diberhentikan atau tidak berdasar putusan MK,” ia menambahkan.
Ia sepakat dengan Julius bahwa kekuatan eksekutif yang dimaksud adalah Jokowi. “Kekuatan itu bisa sangat luar biasa berupa orang yang sangat menginginkan Gibaran menjadi cawapres dengan melalui peradilan MK. Tidak ada konsep lain yang memungkinkan secara rasional maju dan tidak ada orang yang secara rasional sangat menginginkan kecuali ayahnya sendiri,” tutur dia.
Menurutnya, inkonsistensi pernyataan Jokowi selama ini membuka tabir kepentingan presiden dalam melanggengkan kekuasaan. Adapun Jokowi sempat menyebut kemungkinan Gibran menjadi cawapres adalah sebuat hal yang tidak logis. Ditambah, bekas Gubernur DKI Jakarta itu sempat juga berkata tidak akan cawe-cawe dalam politik jelang Pilpres 2024. Belakangan, ia menuturkan tidak ada yang bisa mengintervensi jalannya Pemilu. “Itu kan kebohongan-kebohongan baru yang ingin coba dilogikan. Presiden itu sudah berulang kali berbohong di depan publik. Semua orang tahu presiden sangat powerfull untuk intervensi,” ujar Feri.
Oleh karena itu, katanya, putusan 90 bisa diubah kembali konteksnya. Perubahan bisa melalui gugatan kembali putusan tersebut. “Putusan MK wajib diubah sebab putusan itu jelas-jelas dibuat oleh orang yang melanggar etik dan diduga beberapa hakim terlibat diintervensi dari permainan pelanggaran etik itu,” katanya.
Kata Julius, perubahan putusan 90 bisa cepat dilakukan. Ia mencontoh pada gugatan Refly Harun kepada MK terkait pasal 28 dan 111 ayat 1 UU 42/2008 tentang Pilpres yang menjelang Pilpres 2009 silam dikabulkan.
“Artinya demi kemaslahatan orang banyak, demi etika moral publik, demi demokrasi dan hukum ketatanegaraan kita harusnya ini bisa diperjuangkan dengan cepat. Toh dalam pemeriksaan perkara 90 ini juga cepat, sebab tidak ada keterangan dari DPR dan pemerintah,” tukas dia.
Tolak Hak Angket, Prabowo-Gibran Tetap Melaju?
Jimly Ashidiqie selaku ketua MKMK menolak tegas jika ada hak angket yang ditujukan ke MK. Dia menilai, meskipun putusan MKMK memutuskan adanya pelanggran etik berat di MKMK. “Namun, seperti yang pernah saya sampikan, hak angket itu tidak bisa menyasar ke yudikatif,” ujarnya usai sidang MKMK, Selasa (7/11/2023).
Jimly juga mengaskan sesuai dengan prinsip hukum yang ada, maka putusaa MK No. 90 tetap meskipun seluruh hakim konstitusinya dinyatakan melakukan pelanggaran etik. “Bukan erarti tidak bisa dibatalkan. Tetapi mekanismenya harus melalui gugatan baru lagi. Harus ada yang menggugat UU Pemilu yang telah direvisi dengan Keputusan MK 90 tadi. Nanti, MK bersidang kembali utnuk memutuskan gugatan tersebut,” ujarnya.
Prof.Jimly Asshiddiqie, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), saat membacakan putusan pelanggaran etik Hakim Konstitusi di Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Sebentara itu, mewakili Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Maju (TKN KIM) Hinca Panjaitan menegaskan proses pencalonan Prabowo dan Gibran tetap berjalan dengan tak terpengaruh dengan keputusan MKMK.
Hinca menyatakan bahwa hasil putusan dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memiliki dampak pada keputusan MK nomor 90 tentang syarat usia capres-cawapres.
"Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai dampak apapun terhadap putusan MK nomor 90 yang berkenaan dengan batas usia dan persyaratan capres-cawapres," ujarnya.
Menurutnya, masyarakat tidak perlu ragu pada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Sebab, kini pasangan tersebut berlayar dengan baik.
"Karena itu, kami beritahukan kepada seluruh masyarakat Indonesia tidak ada yang ragu sedikitpun bahwa pasangan ini berlayar dengan baik," jelas dia.
Menanggapi hak angket yang diajukan oleh Politisi PDIP Masinton Pasaribu, Hinca menegaskan bila Koalisi Indonesia Maju dengan tegas menolak hak angket yang diajukan oleh Politisi PDIP tersebut. "Tentu soal hak angket itu, kami menolak," ucapnya.
Hinca justru mendorong aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti hasil keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan adanya kebocoran data.
Dia mendesak aparat penegak hukum segera mengambil sikap untuk meredakan kegaduhan.
"Kami meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjutinya dan menemukan pelakunya, karena MKMK menemukan peristiwanya, pembocoran itu, dan karena itu kita meminta agar aparat penegak hukum untuk mengambil sikap dan menemukan pelakunya," kata Hinca dalam konferensi pers di Slipi, Jakarta Barat, Selasa (07/11/2023).
Hal serupa juga disampaikan Wakil Komandan Echo TKN Prabowo Gibran, Supriansa. Ia mengingatkan soal kerahasiaan yang semestinya dijaga oleh pejabat Mahkamah Konstitusi.
"Bahwa MKMK tadi telah menyampaikan secara lugas terkait dengan dugaan terjadinya kebocoran hasil RPH atau rapat permusyawaratan hakim maka berdasarkan pasal 322 KUHP saya menyampaikan dimana bunyinya kurang lebih begini `barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatannya atau pencariannya baik sekarang, maupun terdahulu, diancam dengan pidana penjara 9 bulan," kata Supriansa.
Ia mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut hal itu. Ia meminta kerahasian negara dijaga tak diumbar sebelum keputusan resmi diambil.
"Ini artinya apa bahwa orang yang memegang yang namanya jabatan maka hal-hal yang mengenai seputar kerahasiaan mesti dijaga baik-baik," ujarnya.
"Olehnya, itu kami mendorong aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk mencari siapa pelaku-pelakunya ini agar kedepan tidak ada lagi kerahasiaan-kerahasiaan negara yang dimunculkan sebelum waktunya," sambungnya.
Sementara itu Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago bila hak angket yang diajukan oleh Politisi PDIP Masinton Pasaribu ini tergantung pada putusan MKMK terhadap Mahkamah Konstitusi.
Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Maju (TKN KIM) Hinca Panjaitan.
Menurutnya, hak angket ini tentu ada hubunganya dengan putusan MKMK dan ini juga keputusannya cenderung landai dan tidak ada kejutan.
"Putusan MKMK ini jadi pintu masuk untuk hak angket dilanjutkan," kata Pangi kepada Law-Justice, Selasa (07/11/2023).
Pangi menyatakan bila melihat kondisi PDIP hari ini cenderung seperti ada bermain dua kaki dan ini tentu tidak sesuai dengan arahan yang disampaikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui bila beberapa waktu lalu, Megawati menegaskan bila PDIP tidak mengizinkan kadernya untuk melakukan manuver dan bermain dua kaki.
Seperti yang terjadi pada Budiman Sudjatmiko beberapa waktu lalu, namun sikap PDIP terhadap Gibran Rakabuming, Bobby Nasution dan Jokowi seperti menerapkan standar ganda.
"PDIP cenderung seperti main dua kaki padahal bagi Bu Mega sendiri main dua kaki bahkan 1 kaki aja kan tidak boleh itu yang disampaikan dalam rakernas PDIP beberapa waktu lalu kalau melakukan manuver sebaiknya keluar. jadi memang seharusnya tidak ada toleransi," ucapnya.
Namun, Pangi menyoroti bila melihat pernyataan yang dilontarkan oleh Puan Maharani hari ini cenderung ada inkonsistensi dari PDIP terutama dari Megawati Soekarnoputri.
Bahkan bisa jadi di dalam PDIP sendiri terdapat dua faksi yang menyebabkan ketidak kompakan dalam internal PDIP. Faksi yang dimaksud adalah faksi Hasto dan Faksi Puan itu sendiri.
"Jadi bisa jadi di PDIP ini ada faksi puan dan faksinya hasto kalau dulukan mbak puan itu sama bambang pacul yang mendorong prabowo berduet dengan puan tapi itu tidak berhasil karena hasto memainkan ganjar mahfud mungkin mbak puan ada kekecewaan tersendiri," paparnya.
"Jadi ada anggapan bila puan membandingkan dirinya dengan gibran yang kemarin hanya memimpin tiga kecamatan tiba tiba bisa jadi cawapres dan ada kecemburuan tersendiri dari puan. faktanya memang majunya gibran ini ada cawe-cawe dari jokowi," demikian sambungnya.
Sengkarut antara PDI Perjuangan dengan Keluarga Presdien Jokowi dlam lingkup Pemilihan Presiden merupakan fenomea baru dalam kancah politik nasional. Pertama kali, partai utama pengusung pecah kongsi dengan Presiden yang diusungnya. Meskipun Ketua Umum PDI Perjuangan menyatakan akan terus menjaga jokowi sampai akhir, namun fakta bahwa anak buahnya telah melakukan serangan dan insnuasi terhadap Jookwi tak bisa dibantahkan.
Pubik tentuya hanya berharap, dari pertikaian ini kepentingan rakyat tidak ada yang terlanggar. bahkan, kalau bisa kepentingan rakyat semakin menjadi prioritas. Karena, track record PDI Perjuangan sebagai partai oposisi yang tangguh selama pemerintahan Susilo bambang yudhoyono tentunya akan menjadi tumpuan rakyat dalam turut menekan dan mengendalikan kepemimpinan Jokowi. Apalagi selama ini PDI Perjuangan adalah benteng terkuat yag membela Jokowi.
Kini, dengan adanya Hak Angket yang digulirkan oleh kadernya, apakah PDI Perjuangan telah beritikad menjadi oposisi yang siap bertarung dan berjuang memenangkan Hak Angket, tentuya berpotensi menjadi jalan menuju pemakzulan. Namun, bisa saja perilaku kritis kader-kader PDI Perjuangan terhadap Jokowi dan `Mahkamah Keluarganya ini hanya sekedar tantrum akibat sakit hati diinggal Gibran yang memilih bersama Prabowo.
Rohman Wobowo
Ghivary Apriman
Komentar