Pemerintah Hutang Subsidi Pupuk yang Menguap Rp 29 T, Nasib Petani Terancam Kritis
Membongkar Sengkarut Pengelolaan & Bancakan Triliunan Subsidi Pupuk
Ilustrasi: Petani menggunakan pupuk subsidi dari PT Pupuk Indonesia. (Republika)
law-justice.co - Petani Indonesia di tahun 2023 bakal merasakan dampak yang signifikan akibat perubahan kebijakan pupuk bersubsidi. Dampak dari perubahan ini terhadap perekonomian dan kehidupan sehari-hari sangatlah besar. Meningkatnya biaya pupuk termasuk salah satu yang signifikan. Selain pengurangan subsidi pupuk, tahun ini juga diambang ancaman tidak ada pupuk subsidi, akibat piutang subsidi yang tak kunjung dibayarkan oleh pemerintah.
Salah satu dampak paling nyata dari pengurangan pupuk bersubsidi adalah kenaikan biaya pupuk secara signifikan. Dengan berkurangnya dukungan pemerintah, petani terpaksa akan membayar harga pupuk esensial yang lebih tinggi, yang berdampak langsung pada biaya produksi. Peningkatan biaya ini telah mengurangi margin keuntungan dan menjadikan pertanian kurang layak secara finansial.
Anggaran subsidi pupuk yang masuk ke Kementerian Pertanian (Kementan) berjumlah puluhan triliunan sejak era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Dalam dua tahun belakangan, anggaran APBN untuk subsidi pupuk sebesar Rp25,3 triliun. Secara akumulasi sejak 2014, total anggaran mencapai Rp330 triliun. Sebenarnya bisa dibilang aneh ternyata pemerinta masih memiliki hutang subsidi sebesar Rp 29 triliun. Hutang ini disebut sebagai akumulasi dalam berebapa tahun terakhir.
Komisi IV DPR RI mengingatkan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk membayar utang pupuk subsidi ke PT Pupuk Indonesia (Persero) sebesar Rp27 triliun. Ketua Komisi IV Sudin mengungkapkan, utang Rp27 triliun tersebut merupakan utang pupuk subsidi 2020-2023 hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Sampai hari ini belum diajukan ke Kemenkeu, katanya terhambat, katanya nih, terhambat atau dihambat oleh Kementerian Pertanian. Sedangkan audit BPK-nya sudah selesai. Jadi kapan ini dilakukan?” tanya Sudin dalam Raker dengan Komisi IV di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/8/2023). Politisi PDIP itu khawatir, utang yang tak kunjung dibayar itu membuat Pupuk Indonesia tidak mau memproduksi pupuk lantaran tidak memiliki dana.
Pernyataan Sudin ini tidaklah berlebihan, sebab jika menilik jatah subsidi tahun ini dan tahun lalu, maka nilai piutang pemerintah ini lebih besar dari nilai subsidi selama setahun yang brekisar di angka Rp24 triliun.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin. (Parlementaria)
SVP Sekretaris Perusahaan Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana menyatakan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi secara nasional telah mencapai sebesar 3,83 juta ton. Adapun rinciannya pupuk Urea sebesar 2,25 juta ton dan pupuk NPK 1,55 juta ton. Menurutnya stok pupuk bersubsidi secara nasional yang tersedia di gudang lini III atau tingkat kabupaten tercatat 853.255 ton atau setara 353 persen dari ketentuan minimum yang ditetapkan Pemerintah. Rinciannya, Urea sebesar 513.604 ton dan NPK sebesar 339.651 ton per tanggal 31 Juli 2023. “Penyerapan pupuk bersubsidi biasanya akan kembali meningkat saat memasuki musim hujan yang biasanya terjadi pada akhir tahun. Pada kesempatan ini, kios-kios akan kembali meningkatkan stoknya,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (1/8/2023).
Keresahan terkait belum dibayarkannya piutang subsidi juga disampaikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Hal ini sempat menjadi salah satu topik yang dibahas dalam rapat kerja antara Komisi VI DPR RI beberapa waktu lalu.
Bicara mengenai hal tersebut, Erick Thohir mengatakan, pihaknya terus melakukan pembicaraan dengan Menteri Pertanian dan Menteri Keuangan. Salah satu yang menjadi permasalahan adalah pemerintah masih memiliki hutang pada PT. Pupuk indonesia. Hal tersebut terkait dengan tagihan subsidi pupuk.
Erick menegaskan, pemerintah belum membayarkan tagihan subsidi kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) sebesar hampir Rp 29 triliun.
"Memang ini yang sedang kita bicarakan dengan Menteri Pertanian dengan Menteri Keuangan. Seperti yang sebenarnya dulu kita alami ketika ada keterlambatan pembayaran subsidi dari pada Pertamina dan PLN sehingga ada kesepakatan tiga menteri," kata Erick ketika dipantau Law-Justice dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri BUMN, Jakarta, Kamis (14/09/2023).
"Memang ini juga yang menjadi catatan kami, saya sudah sampaikan ke Bu Menkeu waktu itu, bahwa ini memang ada tagihan subsidi sebesar hampir Rp 29 triliun sekarang yang belum dibayarkan oleh pemerintah kepada PT Pupuk," sambungnya.
Untuk itu, terkait dengan permasalahan soal pupuk ini Erick mengusulkan dalam RUU BUMN terdapat keseimbangan dana di BUMN. Hal tersebut penting karena, menurutnya keseimbangan dana di BUMN ini supaya dapat menciptakan satu kesatuan antara PMN dan Dividen.
"Dan ini kembali risikonya, kenapa salah satunya di RUU BUMN juga kita mengusulkan bagaimana antara keseimbangan dana di BUMN ini kembali konteksnya antara PMN dan dividen dan percepatan pembayaran ini menjadi sebuah satu kesatuan," ujarnya.
Hal lain yang menjadi catatan dari Ketum PSSI tersebut adalah Pupuk Indonesia perlu melakukan ekspansi ke bisnis petrokimia. Supaya PT Pupuk Indonesia juga dapat memproduksi green amonia dan blue amonia yang bisa diolah menjadi BBM.
Seperti diketahui dalam Erick baru saja merombak direksi PT Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi ditugaskan untuk menggantikan Bakir Pasaman sebagai Dirut Pupuk Indonesia sejak akhir Bulan Juli 2023 lalu. "Catatan lain adalah kini industri pupuk sekarang juga melebar ke petrokimia. Sekarang ada namanya green ammonia, blue ammonia untuk BBM," ucapnya.
Erick juga meminta Rahmad untuk menyelesaikan proyek pupuk di Fakfak. Menurutnya, pabrik pupuk di Fakfak dapat menjadi solusi ketimpangan harga pupuk bagi petani di kawasan timur. Erick menuturkan salah satu pekerjaan rumah terbesarnya adalah akses pupuk yang masih lebih mahal di bagian Timur Indonesia.
"Saya juga minta menyelesaikan proyek Pupuk di Fakfak, karena kita ingin memastikan namanya distribusi itu merata antara Indonesia dan masyarakat kita, saudara kita yang di Indonesia Timur, yang selama ini dapatkan akses pupuk lebih mahal," tuturnya.
Suasana Raker Komisi VI dan Kementerian BUMN, Kamis (14/9/2023). (Ghivary)
Selain itu, Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid juga memberikan pandanganya terkait permasalahan pupuk dan membeberkan sejumlah data terkait subsidi pupuk. Nusron mengatakan berdasarkan catatan nota keuangan pada 16 Agustus 2023 tidak ada perubahan subsidi pupuk.
Menurutnya, kebutuhan pupuk petani berdasarkan Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (E-RDKK) sebesar 14,5 juta ton. Sementara, pupuk yang disubsidi pemerintah hanya 8,9 juta ton. "Nah, persoalannya pada satu sisi pemerintah ingin supaya ada ketahanan pangan, pada sisi lain ini memang tidak dipenuhi," kata Nusron ketika dikonfirmasi, Kamis (14/09/2023).
Selanjutnya, Nusron meminta agar Peraturan Menteri Pertanian yang isinya 9 komoditas penerima pupuk subsidi direvisi. Politisi Partai Golkar itu menyebut bila seharusnya ditambah satu ketentuan yakni komoditas lain yang dibutuhkan di suatu daerah berdasarkan usulan bupati atau walikota.
"Ini dikunci hanya 9 ini, sehingga apa, singkong nggak dapat, tembakau nggak dapat. Padahal di daerah-daerah pegunungan itu singkong membutuhkan, tembakau membutuhkan," ucapnya.
Nusron juga menyatakan bila pelaksana pupuk subsidi tunggal yaitu PT Pupuk Indonesia (Persero). Jadi, ketika ada persoalan yang disorot adalah BUMN.
Untuk itu, Nusron mendesak pada Menteri BUMN untuk membenahi persoalan tentang subsidi pupuk dan PT Pupuk Indonesia secara serius.
"Pelaksana subsidi pupuk itu tunggal, Pupuk indonesia, sehingga kalau di lapangan terjadi masalah rakyat tidak tahu bahwa ini kebijakannya menteri pertanian. Ini tahunya capnya Pupuk Indonesia, BUMN, Menteri BUMN-nya adalah Erick Thohir," katanya.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung juga menyinggung soal tingginya jumlah piutang pemerintah kepada sejumlah BUMN yang saat ini kurang lebih mencapai Rp 180 Triliun. Martin mengatakan salah satu diantaranya adalah utang subsidi terhadap Pupuk Indonesia yang mencapai sekitar Rp 29 Triliun.
"Saya ingin menyinggung utang pemerintah kepada BUMN. yang sekarang jumlah perkiraannya mencapai kurang lebih Rp 180 Triliun diantaranya adalah utang subsidi terhadap Pupuk Indonesia sekitar Rp 29 Triliun," kata Martin ketika dikonfirmasi, Rabu (20/09/2023).
Politisi Partai Nasdem ini menyatakan bila hutang pemerintah ini terkait dengan persoalan pupuk subsidi yang sudah berjalan dari tahun 2020 hingga 2023. Martin menyebut salah satu penyebabnya karena adanya perbedaan HPP (Harga Pokok Penjualan) ketika awal anggaran diusulkan sehingga terjadi proses penyesuaian harga hingga saat ini.
"Saya pikir ini harus ada jalan keluarnya, supaya menteri BUMN bisa berkoordinasi dengan Menteri Keuangan terkait penyelesaian hutang-hutang pemerintah pada BUMN terutama pupuk yang sudah mencapai Rp 29 Triliun," ucapnya.
"Saya kira ini mungkin salah satu sejarah tertinggi hutang pemerintah terhadap subsidi pupuk. ini harus segera diselesaikan supaya pupuk bersubsidi tetap diproduksi oleh PT Pupuk Indonesia," sambungnya.
Nilai penjualan Pupuk Bersubsidi. (Annual Report 2022 PT Pupuk Indonesia)
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyebut bila persoalan pupuk ini terdapat sejumlah permasalahan yang masih menjadi pekerjaan rumah. Salah satu yang menjadi catatan adalah, Pria yang bisa akrab disapa Hero ini menyatakan bila Pupuk Indonesia harus meningkatkan terlebih dahulu produksi pupuknya.
"Ya pupuk inikan kurang ya dan pengembangan kapasitas produksi pupuk ini lambat oleh karena itu Dirut Pupuk Indonesia yang sekarang harus meningkatkan terlebih dahulu produksi pupuknya," kata Hero kepada Law-Justice, Selasa (19/09/2023).
Hal lain yang menjadi catatan adalah perlunya kerja secara efisien hal tersebut supaya harga pupuk di pasaran bisa lebih murah. Selain itu, pola distribusi juga harus diatur karena ujar Hero sampai saat ini distribusi pupuk ini masih tidak teratur untuk itu perlu dilakukan penyesuaian sesuai kondisi lapangan.
"Karena inikan pola distribusi ini acak-acakan tentu kedepan pola ini harus diatur supaya betul-betul bisa mengikuti dan menyesuaikan kondisi pabrik yang ada," tuturnya.
"Jadi jangan pupuk di Jatim dan Jateng dikirim ke daerah yang jauh inikan jadi gak efisien ongkos transportasinya kan ini mahal dan supaya murah harus lebih efisien cara distribusinya," sambungnya.
Permasalahan lain adalah, pola penggunaan pupuk organik harus lebih ditingkatkan dari pupuk kimia hal tersebut supaya terjadi keseimbangan. Selain itu Pupuk Indonesia juga jangan memikirkan secara komersil saja tapi perlu ada edukasi supaya penggunaan pupuk ini bisa efektif.
"Intinya ini Pupuk Indonesia jangan hanya memikirkan secara komersil tapi juga perlu ada edukasi tapi tetap bisa menghasilkan keuntungan supaya harga pupuk di pasaran juga tidak terlalu mahal," ucapnya.
Selain Komisi VI DPR RI, Komisi IV DPR RI juga buka suara terkait permasalahan Pupuk di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi IV DPR RI, Vita Ervina. Vita mengatakan bahwa masalah dan karut-marut pendistribusian pupuk bersubsidi menjadi masalah klasik yang sering dihadapi oleh teman-teman petani, apalagi dengan dibatasinya jenis pupuk subsidi tentunya akan menjadi masalah bagi para petani.
Hal itu mengingat saat ini hanya ada 9 jenis tanaman yang dapat diusulkan mendapat bantuan pupuk subsidi, yaitu padi, jagung, kedelai (tanaman pangan), kopi, kakao, tebu (perkebunan), dan bawang merah,bawang putih, cabai (hortikultura).
“Saat ini pun kami di komisi IV DPR RI sedang fokus bagaimana membenahi sistem subsidi pupuk," kata Vita saat dikonfirmasi, Selasa (19/09/2023). Vita menyebut salah satu hal yang harus menjadi kunci adalah proses penggunaan pupuk organik harus menjadi perhatian supaya tidak bergantung lagi pada pupuk kimia."Penggunaan pupuk organik penting agar tidak bergantung lagi pada pupuk-pupuk kimia yang dari harga lebih mahal dan tentunya tidak ramah terhadap keberlanjutan tanah,” ujarnya.
Vita menyebut, khusus pada tanaman pangan dan hortikultura yang selama ini petani bergantung pada pupuk-pupuk kimia seperti urea, npk, phonska dan lain sebagainya. Untuk itu, kedepannya Politisi PDIP tersebut mendorong perlu adanya pembiasaan penggunaan pupuk secara berimbang antara kimia dan organik.
Pasalnya, lambat laun jika tanah sudah mulai terbiasa dengan pola tersebut, tanah akan mampu beradaptasi. "Edukasi penting untuk dilakukan supaya kedepan masalah pupuk ini bisa diatasi," ucapnya.
Sengkarut Subsidi Pupuk
Bukan hanya persoalan piutang pemerintah, dalam tataniaga pupuk bersubsidi pun sejumlah sengkarut masih terjadi. Padahal hal tersebut boleh dibilang merupkana persoalan klise yang terjadi setiap tahun. Mendengar sulitnya petani memperoleh subsidi pupuk, Achmad Nur Hidayat dari Narasi Institute berkata pangkal masalahnya karena perumusan kebijakan subsidi pupuk itu sendiri. Kata pakar kebijakan publik dari Narasi Institute tersebut, jika memang ingin membantu petani lewat subsidi, maka anggaran subsidi bukannya masuk ke rekening Pupuk Indonesia.
Adapun anggaran subsidi pupuk yang masuk ke Kementerian Pertanian (Kementan) berjumlah puluhan triliunan sejak era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Dalam dua tahun belakangan, anggaran APBN untuk subsidi pupuk sebesar Rp25,3 triliun. Secara akumulasi sejak 2014, total anggaran mencapai Rp330 triliun.
“Kalau subsidi ini terus diberikan dalam jumlah triliunan sementara petaninya terus tidak sejahtera. Berarti ini sudah ada penyimpangan,” kata Achmad kepada Law-justice, Kamis (21/9/2023).
Ia menitikberatkan penggunaan anggaran sebanyak itu apakah sebanding dengan kualitas produksi Pupuk Indonesia, mengingat temuan penyimpangan distribusi di sana-sini. Jika dalam distribusi saja tidak bisa diawasi, maka kualitas pupuk yang dihasilkan menjadi pertanyaan besar. Di sisi lain, nasib petani dipertaruhkan yang bergantung hidup pada hasil panen tiga bulan sekali.
“Kalau yang memproduksinya Pupuk Indonesia, ya mereka akan klalim kualitas produknya terbaik. Sementara petani tidak memiliki pengetahuan yang utuh terkait hal itu. Jadi, bukan menyejahterakan petani, tapi justru membuat semakin miskin,” tutur dia.
Aset lancar PT Pupuk Indonesia Tahun 2022, terlihat piutang subsidi dari Pemerintah RI senilai Rp 15 triliun. (Annual Report PT Pupuk Indonesia)
Sementara itu, Kementan selalu berdalih kekurangan anggaran subsidi pupuk. Dalih ini yang dipakai saat Kementan menjawab pertanyaan DPR ihwal permasalahan utang Rp27,7 triliun atas pembelian pupuk dari Pupuk Indonesia periode 2020-2023. Masalah lain, terdapat selisih alokasi anggaran pupuk dengan realisasi distribusi sebesar 1,17 juta ton pada periode tahun ini.
Bicara soal sengkarut pupuk bersubsidi, Ketua Pusat Perbenihan Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI), Kusnan, mengungkapkan adanya kesengajaan penumpukan stok pupuk oleh sejumlah pihak. Cara mainnya ialah dipasok ke kios-kios tidak resmi. Tujuannya menimbulkan inflasi harga pupuk.
Dari penelusurannya, ciri-ciri kios-kios ilegal penjual pupuk ini hanya berniaga saat mulai waktu distribusi. Ciri lain, di dalam toko tidak terdapat sarana produksi pertanian semisal benis, pestisida maupun zat pengatur tumbuhan. “Harganya dua kali lipat. Misal 130 ribu per sak di toko resmi, kalau di toko ilegal bisa 250 ribu per sak, yang per sak isinya 50 kg,” kata Kusnan kepada Law-Justice, Jumat (22/9/2023).
Harga yang mahal itu, ujar dia, terpaksa ditebus oleh petani demi menyelamatkan sawah garapannya dari gagal panen. Berdasar data yang dia himpun di tempat asalnya, Tuban, Jatim—realisasi distribusi pupuk baru 60 persen. Sementara, saat ini musim tanam ketiga bakal usai.
Kusnan melihat realitas petani kini semacam tidak bisa bergantung pada subsidi pupuk dari negara. Di wilayahnya, distribusi pupuk subsidi hanya satu kali dalam seminggu. Padahal, luas tanah yang membutuhkan serapan pupuk seluas 250 hektare sehingga butuh lebih dari sekali per pekan. Tak heran, katanya, saat pendistribusian terjadi antrean panjang.
Karena pupuk yang dibagi tidak sebanding kebutuhan, banyak petani pulang dengan tangan kosong. Dampaknya, ada sebagian besar lahan sawah yang tak disebar pupuk. Menurut Kusnan, ini menjadi kesalahan struktural, mulai dari pengadaan pupuk di Pupuk Indonesia selaku produsen hingga distributor yang menyalurkannya.
“Karena satu kecamatan itu tidak serempak waktu tanamnya. Ketika desa satu masuk musim tanam, maka harus dicukupi dulu stok pupuknya kan,” ucap dia.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah penyimpangan dalam hal penyaluran atau distribusi pupuk bersubsidi yang disalurkan oleh BUMN PT Pupuk Indonesia beserta anak perusahaannya. Padahal, Pupuk Indonesia berkewajiban untuk memastikan alur distribusi sesuai dengan prinsip 6 T: Tepat jenis, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat tempat, dan tepat harga serta pemenuhan administrasi sesuai ketentuan.
Sebelum 2021, skema distribusi pupuk bersubsidi terdiri dari empat lini dengan mengusung konsep desentralisasi. Pupuk Indonesia hanya memiliki otoritas dalam hal produksi dan beberapa bagian mata rantai distribusi, sementara sisa alur distribusi digarap oleh anak perusahaan yang berelasi dengan sub-kontraktor atau swasta. Dari sana pupuk bersubsidi masuk ke gudang distributor dan dipasok ke pengecer atau kios sebelum akhirnya dapat dibeli oleh petani.
Kemudian selepas 2021, skema distribusi menjadi terpusat atau sentralisasi dengan menempatkan Pupuk Indonesia sebagai pihak tunggal yang mendistribusikannya sampai ke level pengecer. Sementara entitas perusahaan korporasi pelat merah tersebut hanya terlibat dalam proses awal distribusi dari pabrik. Namun, sesudah sentralisasi pun masih terdapat sejumlah indikasi penyimpangan dalam mata rantai distribusi pupuk yang anggarannya menggunakan APBN itu.
Dimulai dari temuan BPK atas penyaluran yang dilakukan Pupuk Indonesia dan anak perusahaannya, PT Pupuk Kujang pada 2021 lalu. Pupuk Kujang memiliki area distribusi yang mencakup DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Di provinsi yang disebutkan terakhir, terdapat penyaluran pupuk bersubsidi dari kios pengecer ke petani yang tidak dilengkapi dengan bukti. Hal ini menimbulkan potensi penggelapan pupuk subsidi lantaran tidak diketahui siapa yang membeli pupuk.
Hal tersebut ditemukan di kios pengecer kawasan Indramayu. Terdapat sekira 1,163 ton pupuk jenis urea dan 119,17 ton pupuk organik yang tidak terdapat bukti penyalurannya. Sesuai ketentuan, salah satu cara petani mengakses subsidi pupuk ialah dengan kartu petani, tetapi transaksi sebanyak ribuan ton pupuk itu dilakukan secara manual.
Lain itu, ditemukan adanya penumpukan stok pupuk bersubsidi di sejumlah kios. Dari laporan BPK, pihak kios menjelaskan stok tersebut merupakan titipan dari petani yang belum sempat diambil. Namun, dari beberapa pengecekan, tidak ditemukan adanya bukti penitipan dari petani.
“Hasil pemeriksaan fisik pada beberapa kios menunjukkan persediaan Pupuk Bersubsidi lebih besar daripada Laporan F6 dan catatan persediaan,” tulis BPK.
Masih di Indramayu, auditor negara menemukan pula penyimpangan pencatatan stok puluhan ton pupuk bersubsidi. Distributor dan kios menuliskannya masih terdapat stok, akan tetapi hasil fisik menunjukkan sebaliknya. Berikutnya, didapati pula penyaluran pupuk urea yang tidak dimasukkan dalam laporan rutin sejumlah 108,194 ton.
Beralih ke Bogor, pada tahun yang sama BPK mendapati penumpukan stok pupuk bersubsidi di gudang distributor sebanyak 114,89 ton. Sebagian besar dalam kondisi rusak yang diklaim karena efek proses pengiriman, selebihnya sudah lewat masa berlakunya. Lalu, terdapat penyimpangan dalam pencatatan stok di gudang distributor. Dalam laporan, disebutkan ada stok dalam gudang, namun BPK justru tidak menemukan adanya pelaporan stok.
Selain adanya penyimpangan dalam pencatatan distribusi, pihak distributor yang merupakan relasi keja yang ditunjuk Pupuk Kujang justru memiliki masalah keuangan. Yakni berupa denda atas keterlambatan pengambilan pupuk dengan jumlah Rp993 juta. Namun, denda itu tak kunjung ditagih oleh Pupuk Kujang sehingga berdampak pada penerimaan perusahaan dalam operasional dan produksi pupuk bagi petani.
Mekanisme Distribusi Pupuk Subsidi. (Annual Report 2022 PT Pupuk Indonesia)
Sementara itu, BPK mengungkapkan bahwa Pupuk Indonesia selaku pihak yang turut terlibat dalam menentukan harga tebus bagi distributor dalam penyaluran di Jawa Barat, belum menetapkan pedoman harga. Namun, proses distribusi terus berlanjut hingga ke level pengecer. Akibatnya, terdapat kenaikan HPP atau harga pokok penjualan yang mengubah harga eceran tertinggi (HET) sehingga berdampak pada kenaikan harga jual bagi petani.
Berpindah ke daerah timur dan tengah daratan Jawa, BPK menemukan adanya indikasi penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi di wilayah Kabupaten Bojonegoro, Probolinggo, Lumajang dan Klaten pada periode 2021. Di kawasan ini, PT Petrokimia Gresik sebagai entitas Pupuk Indonesia yang bertanggung jawab dalam pendistribusian.
Ditemukan ketidakselarasan catatan stok pupuk yang dilaporkan Pupuk Gresik dengan temuan BPK, jumlahnya mencapai 112,835 ton. Uniknya, stok yang dicatatkan itu tidak berada di gudang Petrokimia Gresik, melainkan berada di gudang distributor yang statusnya nonaktif. “Atas stok pupuk tersebut tidak dicatat sebagai mutasi salur dikarenakan tidak ada dokumen pendukung penyaluran. Hal ini dapat menimbulkan risiko penyimpangan atas penyaluran pupuk bersubsidi,” tulis BPK.
Adanya permainan data ini diakibatkan oleh tidak berjalannya sistem pengawasan distribusi oleh Pupuk Indonesia sebagai leading sector. Padahal terdapat dua layer dalam sistem pengawasan tersebut. ) Pertama, sistem Tracking Truck. Sebuah aplikasi yang dapat melakukan penelusuran atas perjalanan truck yang membawa stok pupuk antar dari pabrik hingga ke gudang anak perusahaan di regional.
Berikutnya, ada sistem Proof Of Concept (POC) Product Tracking kantong pupuk. Sistem ini merupakan pemberian QR code atau stempel pada setiap kantong pupuk yang akan memuat informasi mengenai asal gudang penyalur dan asal distributor yang menyalurkan pupuk—lengkap dengan asal kabupaten atau wilayah distribusi.
Fakta yang ditemukan BPK, sistem Tracking Truck tidak berjalan lantaran supir truk tidak dibekali ponsel android yang mumpuni untuk menjalankan sistem pelacakan distribusi. Ketika sistem tracking truck belum berjalan, justru sistem POC didapati sebaliknya. Namun, sistem berjalan tidak sesuai ketentuan.
Pada saat pemeriksaan di gudang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang termasuk wilayah bisnis Petrokimia Gresik, didapati label QR Code atau stempel ditempel seadanya. Posisi penempelan tidak seragam sehingga beberapa QR Code ditempel di posisi yang tidak terlihat dengan jelas. Ditambah, stempel hanya sekadar formalitas lantaran aplikasi pendukung untuk mengidentifikasi stempel itu tidak aktif.
Sedangkan di wilayah Jawa Timur yang juga menjadi sampling BPK, bahkan didapati belum ada kantong pupuk yang dilengkapi stempel. “ Masih belum efektifnya sistem pengendalian atas penyaluran pupuk bersubsidi yang dilaksanakan oleh PT PI (Persero) menimbulkan masih adanya celah untuk terjadinya penyimpangan atas penyaluran pupuk bersubsidi,” tulis BPK.
Dari temuan di Jatim, menghasilkan sejumlah kasus yang masuk proses hukum. Seperti di Lumajang pada 2021 dan Nganjuk di tahun berikutnya. Kasusnya adalah subsidi pupuk tidak didistribusikan ke daerah setempat, melainkan ke luar wilayah. Pelaku dalam kasus ini kios pupuk dan pengepul.
Menurut BPK, “Hal tersebut disebabkan Direktur PT PI (Persero) belum menyusun SOP product tracking sampai dengan pengecer atau kios sebagai upaya pengawasan atas penyaluran pupuk bersubsidi.”
Beranjak ke Pulau Sumatera, BPK juga menemukan indikasi penyimpangan yang menjurus pada penggelapan stok pupuk pada distribusi periode 2021. Persisnya, di Kabupaten Pide Jaya, Aceh. Kasusnya terdapat perbedaan persediaan akhir pupuk urea bersubsidi antara laporan pengecer dengan hasil cek fisik sebanyak 5,964 ton. Temuan diperkuat karena tidak ada bukti berupa nota penebusan dari petani.
“Hal ini menunjukkan bahwa pupuk urea bersubsidi sebanyak 5,964 ton yang berasal dari stock akhir tidak diketahui keberadaannya, sehingga tidak dapat diyakini telah disalurkan ke petani yang terdaftar,” ungkap laporan BPK.
Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas mengamini laporan BPK yang menemukan sejumlah indikasi penyelewengan distribusi pupuk bersubsidi. Menurutnya, penyelewengan rentan terjadi ketika pupuk dipegang tangan distributor dan pengecer. Ada kongkalikong antar pihak untuk mengalihkan distribusi dari jalur semestinya.
“Penyelewengan subsidi pupuk itu benar terjadi. Dalam arti dari sejumlah pupuk subsidi berapa persen yang tidak mengalir ke petani, tetapi mengalir ke tempat lain. Atau kemudian masuk ke petani, kemudian pindah tangan dan digunakan oleh pihak lain,” kata Andreas kepada Law-justice, Kamis (21/9/2023).
Andreas mengungkapkan pelaku penyelewengan melakukan pemetaan daerah mana saja yang meminta pemenuhan kuota subsidi pupuk. Semakin banyak permintaan, semakin diincar menjadi lahan basah penggelapan distribusi pupuk. “Kan ada distributor pupuk sebelum masuk ke petani. Misal katakan masuk ke wilayah A dan ternyata kebutuhan pupuknya tidak besar dan kemudian dipindahkan ke wilayah B. Dan itu banyak sekali sehingga pupuknya lari kemana tanpa pengawasan dan pertanggungjawaban,” tutur dia.
Pakar pertanian IPB Dwi Andreas. (Dok. Pribadi)
Alhasi, kata dia, terjadi kelangkaan pupuk yang mengakibatkan turunnya produktivitas petani dalam menggarap sawah. Meski ada faktor iklim seperti badai El Nino, pupuk juga menjadi faktor penentu hasil panen. Dwi memprediksi penurunan produksi padi pada tahun ini gegara iklim dan kelangkaan pupuk berkisar 5 persen atau dua kali lipat dari prediksi Badan Pusat Statistik Nasional (BPS).
“Sering kita dengar ketika petani butuh pupuk, pupuknya tidak ada. Ketika tidak butuh pupuk, harganya turun,” ucapnya.
Masalah penyimpangan ini pun tidak lepas dari perhatian penegak hukum. Awal Januari 2023, Kejaksaan Agung dikabarkan sedang mengusut dugaan korupsi distribusi subsidi pupuk, meski hingga kini belum ada kelanjutan berarti. Namun, yang menarik adalah pada saat yang sama, Kementan merombak struktur di Direktur Jenderal Sarana dan Prasarana. Saat itu, Muhammad Hatta yang menjabat Direktur Pupuk dan Pestisida dirotasi menjadi Direktur Alat Mesin Pertanian.
“Itu menunjukkan betapa buruknya tata kelola subsidi pupuk ini dan sudah lama dibiarkan. Harusnya sudah tidak bisa lagi memberikan uang kepada kementan dan perusahaan yang padahal manfaatnya tidak terasa oleh petani,” ujar Achmad.
Menyinggung soal penyimpangan, dia mendapati ada permainan data petani di kawasan Kuningan, Jawa Barat, Sesuai ketentuan, petani yang berhak mendapat jatah subsidi pupuk adalah petani yang terdaftar dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok/Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok secara Elektronik atau e-RDKK. Data dalam sistem itu harus sesuai NIK petani bersangkutan. Dari sanalah penerbitan kartu tani bisa digunakan untuk menebus pupuk di kios pengecer. Namun, kenyataannya tidak demikian.
“Seringkali yang terjadi adalah kartu petani itu diperjualbelikan. Ada petani yang sudah lama tidak bertani, tapi dia masih memegang kartu petani. Nah kartunya diperjualbelikan dengan orang lain yang sebetulnya petani itu mampu,” tuturnya.
Temuan soal manipulasi data juga diungkap Kusnan. Katanya, ada pihak yang bisa mengatur jumlah petani penerima subsidi. “Di tingkat distributor, E-RDKK di-markup tidak sesuai jumlah petani dan lahan. Di tingkat bawah di lini 4 di kios, ada juga penggelembungan. Ada petani atau masyarakat yang tidak memiliki lahan tidak bertani pun dimasukkan,” ucap Kusnan.
Kata Andreas, penyimpangan dalam distribusi pupuk subsidi ini sudah tidak bisa dibiarkan. Cara yang bisa ditempuh pemerintah adalah berganti kebijakan ke subsidi langsung. Anggaran subsidi tidak lagi masuk ke BUMN, tetapi ke kantong petani.
“Dari negara ke individu. Harga pupuknya dibiarkan dengan harga normal. Bantuan sebesar pupuk subsidi yang selama ini berlaku,” ujar Andreas.
Kata dia, kunci keberhasilan skema bantuan langsung ini bergantung pada validasi data. Potensi penyimpangan bisa ditekan, jika terdapat penarikan data yang sesuai jumlah petani tidak mampu. “Serahkan masalahnya ke desa. Jadi kepala desa yang mendata petani yang berhak dapat subsidi. Misal petani penggarap atau pemilik sehingga tidak salah sasaran karena di beberapa tempat, pupuk yang tidak tersalurkan justru dikumpul dan dibagi merata tanpa melihat status petaninya, mampu atau tidak,” ujarnya.
Hal serupa telah menjadi temuan BPK dalam LHP LK BUN – BA 999.07 SUBSIDI PUPUK UAKPA KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2021. Auditor BPK menemukan Petani yang telah meninggal masih terdaftar dalam e-RDKK Hasil konfirmasi kepada Ditjen Dukcapil menunjukkan adanya petani yang telah meninggal dunia dan masih terdaftar dalam e-RDKK sebanyak 23.380 NIK petani terdiri dari sebanyak 5.057 petani telah meninggal dunia sebelum tahun 2020, sebanyak 5.083 petani telah meninggal dunia periode tahun 2020 s.d. 2021, dan sebanyak 13.240 petani tidak diketahui tahun meninggal dunianya dengan rincian pada tabel berikut.
Rekapitulasi Dafatar Petani Meninggal yang terdaftar di E-RDKK. (Laporan BPK)
Persoalan pupuk bersubsidi bujan lah hal yang remeg temeh. Kebijakan ini memberikan dampak yang beragam bagi petani Indonesia. Upaya pengurangan subsidi mungksin saja dapat membantu mengurangi beban anggaran pemerintah dan mendorong praktik pertanian yang lebih berkelanjutan, hal ini juga menyebabkan tekanan finansial, berkurangnya hasil panen, dan memperburuk ketimpangan pendapatan dalam komunitas petani.
Dampak jangka panjangnya akan bergantung pada cara petani beradaptasi terhadap perubahan ini dan upaya pemerintah untuk mendukung pertanian berkelanjutan sekaligus meringankan beban keuangan petani skala kecil.
Hal ini tntunya akan berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan. Bahkan hingga kini pun kita masih menjadi importis beras. Tentunya kesalahan kebijakan dalam mengelola pupuk subsidi ini berdampak langusng bagi ketahanan pangan nasional.
Di sisi lain, penegak hukum juga kerap terkesan gamang saat berhadapan dengan kasus yang berelasi dengan pertanian. Hingga BPK merilis hasil audit terkait subsidi pupuk pun, tak terdengar ada langkah kongkrit dari penegak hukum untuk menidaklanjuti. Hal ini,menjadikan sengkarut subsidi pupuk setiap tahun seolah menjadi lingkaran setan yang ada solusinya.
Ghivary Apriman
Rohman Wibowo
Komentar