Dewas KPK Jadi Stempel Legitimasi Perilaku Buruk Pimpinan

Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: Pikiran Rakyat)
Jakarta, law-justice.co - Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah menilai Dewas KPK kini seolah telah menjadi stempel atau alat legitimasi bagi perilaku buruk para pimpinan KPK.
Penilaian itu disampaikan Herdiansyah merespons putusan Dewas KPK yang menyatakan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku di balik chat WhatsApp dengan pejabat Kementerian ESDM.
"Dewas memang seperti stempel atau jadi seperti alat legitimasi bagi perilaku buruk para pimpinan KPK," ujar Herdiansyah kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Jumat 22 September 2023.
Herdiansyah tak habis pikir Dewas KPK mengesampingkan potensi benturan kepentingan di balik komunikasi Johanis dengan Plh Dirjen Minerba sekaligus Kepala Biro Hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite pada 27 Maret 2023.
Padahal, pada waktu yang bersamaan, nama Sihite sempat muncul dalam forum ekspose atau gelar perkara yang dilakukan pimpinan beserta jajaran Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
"Justru itu kekacauan berpikir Dewas KPK. Bagaimana mungkin benturan kepentingan dikesampingkan. Padahal, Johanis dan Sihite yang notabene namanya disebut dalam perkara yang ditangani KPK, terbukti terlibat kontak dan komunikasi dua arah. Dan itu jelas pelanggaran berdasarkan ketentuan UU KPK," ucap Herdiansyah.
"Terlebih dua percakapan Johanis yang terhapus juga tidak dibuka karena Johanis menolak menyerahkan alat komunikasinya untuk diuji forensik. Itu kan juga serupa dengan pembangkangan kepada Dewas. Anehnya, Dewas seolah tetap melepaskan Johanis," jelasnya.
Sebelumnya, majelis etik Dewas KPK menyatakan Johanis tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Putusan ini diwarnai dissenting opinion atau pendapat berbeda.
Dewas KPK meminta hak Johanis dalam kemampuan serta harkat dan martabatnya dipulihkan pada keadaan semula.
Perkara tersebut diadili oleh ketua majelis etik Dewas KPK Harjono dengan anggota Syamsuddin Haris dan Albertina Ho. Nama terakhir yang mempunyai pendapat berbeda.
Albertina memandang Johanis seharusnya dijatuhi sanksi karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Menurut dia, komunikasi Johanis dengan Sihite berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Johanis telah terbukti mengirim pesan sebanyak tiga kali kepada Sihite pada tanggal 27 Maret 2023. Padahal, KPK pada waktu itu sedang melakukan kegiatan penggeledahan di Kantor Kementerian ESDM terkait kasus dugaan korupsi manipulasi tunjangan kinerja (tukin).
Komentar