Dewan Pengawas KPK Berpotensi Legalkan Konflik Kepentingan

Jum'at, 22/09/2023 13:30 WIB
Gedung KPK (ayobandung)

Gedung KPK (ayobandung)

Jakarta, law-justice.co - Indonesia Memanggil (IM57+) Institute menganggap bahwa putusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) terhadap Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak berpotensi melegalkan konflik kepentingan di tubuh lembaga antirasuah.

Penilaian itu setelah melihat pertimbangan majelis etik Dewas KPK yang mengesampingkan benturan konflik kepentingan di balik obrolan WhatsApp antara Johanis Tanak dengan Kabiro Hukum Kementerian ESDM Idris Froyo Sihite.

"Menjadi persoalan ketika putusan tersebut dibenarkan karena akan berpotensi berdampak pada tingkah laku insan KPK ke depan. Melalui putusan tersebut, maka ke depan standar etik dimaksud dijadikan pedoman dalam berperilaku. Hasilnya potensi konflik kepentingan akan semakin menjamur dan hidup di KPK," ujar Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha dalam keterangan tertulis, Jumat (22/9).

Praswad menyoroti pertimbangan majelis etik Dewas KPK yang menyatakan Sihite belum berstatus tersangka sehingga Johanis tidak terbukti melanggar kode etik.

"Apabila digunakan logika tersebut maka berpotensi setiap insan KPK berhak melakukan komunikasi dengan berbagai pejabat publik selama belum menjadi tersangka," tutur dia.

"Padahal, independensi KPK dijaga melalui membangun jarak atas komunikasi pribadi kepada pihak-pihak dan orang yang memiliki posisi strategis di luar KPK," tandasnya.

Sebelumnya, majelis etik Dewas KPK menyatakan Johanis Tanak tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Putusan ini diwarnai dissenting opinion atau pendapat berbeda.

Dewas KPK meminta hak Johanis dalam kemampuan serta harkat dan martabatnya dipulihkan pada keadaan semula.

Perkara tersebut diadili oleh ketua majelis etik Dewas KPK Harjono dengan anggota Syamsuddin Haris dan Albertina Ho. Nama terakhir yang mempunyai pendapat berbeda.

Albertina memandang Johanis seharusnya dijatuhi sanksi karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Menurut dia, komunikasi Johanis dengan Sihite berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.

Johanis telah terbukti mengirim pesan sebanyak tiga kali kepada Sihite pada 27 Maret 2023.

Padahal, KPK pada waktu itu sedang melakukan kegiatan penggeledahan di Kantor Kementerian ESDM terkait kasus dugaan korupsi manipulasi tunjangan kinerja (tukin).

Terlebih, nama Sihite sempat dibahas dalam eskpose atau gelar perkara yang dilakukan KPK pada tanggal 27 Maret 2023 tersebut.

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar