Konflik Rempang, Ustaz Abdul Somad Sebut Warga Bela Tanahnya
Ustaz Abdul Somad (nadpost.com)
Jakarta, law-justice.co - Ustaz Abdul Somad (UAS) buka suara terkait polemik relokasi warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau untuk proyek strategis nasional (PSN) Eco City.
"Wahai pengacara pengacara berangkat kalian sekarang menolong yang sekarang sedang kena tangkap sekarang, supaya dilepaskan," kata UAS dalam unggahan instagramnya @ustadzabdulsomad_official, Kamis (14/9).
UAS menyebut warga yang ditangkap itu bukan pelaku tindak kriminal seperti koruptor. Oleh sebab itu, menurutnya, warga yang ditangkap harus dibantu.
UAS menyampaikan warga yang saat ini ditangkap adalah warga yang hanya ingin mempertahankan tempat tinggal dan sumber penghidupannya.
"Mereka bukan pengedar narkoba, koruptor. Mereka adalah orang yang membela tanahnya, rumahnya. Macam mana kalau rumah kita, cari makan kita dirampas," ujar UAS dalam unggahan video.
Tampak dalam video tersebut UAS tengah memberikan ceramah. Belum diketahui kapan dan di mana UAS memberikan ceramah tersebut.
UAS adalah tokoh agama asal Asahan, Sumatera Utara. Selain penceramah, UAS juga pernah menjadi pengajar di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau.
Dia juga menyampaikan ajaran nabi Muhammad untuk selalu menolong. Dia menyebut seseorang yang menolong anjing saja akan mendapat pahala, apalagi jika menolong sesama manusia.
"Kalau kita buat baik sama binatang itu ada balasannya. Apa kata nabi? pada setiap hati yang basah, perbuatan baik pada setiap hati yang basah, maksudnya kepada makhluk hidup itu ada pahala," ujarnya.
"Kalau menolong seekor anjing ada pahalanya, apalagi menolong saudara di pulau Rempang," imbuhnya.
Konflik di Rempang, Kepulauan Riau bermula dari adanya rencana relokasi warga demi mengembangkan investasi di Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi.
Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
Warga yang mendiami di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru tersebut harus direlokasi ke lahan yang sudah disiapkan. Jumlah warga tersebut diperkirakan antara 7.000 sampai 10.000 jiwa.
Bentrok pun pecah antara aparat dengan warga pada 7 September lalu. Aparat gabungan disebut memasuki wilayah perkampungan warga. Sementara warga memilih bertahan dan menolak pemasangan patok lahan sebagai langkah untuk merelokasi.
Tak berhenti di sana, kerusuhan kembali terjadi pada 11 September saat ribuan warga menggeruduk kantor BP Batam, Kota Batam untuk menolak rencana relokasi dan meminta tujuh massa aksi warga dibebaskan.
Komentar