Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Rawan Korupsi

Proyek KCJB Bengkak Rp18 Triliun, Siapa yang Tanggung Jawab?

Sabtu, 02/09/2023 15:20 WIB
Ilustrasi: Rangkaian Kereta Cepat Jakarta Bandung tampak melintasi over-pass jalan tol Cipularang. (KCIC)

Ilustrasi: Rangkaian Kereta Cepat Jakarta Bandung tampak melintasi over-pass jalan tol Cipularang. (KCIC)

law-justice.co - Jika tak ada aral dan penundaan lagi, proyek prestisius Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) bakal diresmikan langusng oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat (8/9/2023). Pada peresmian tersebut, diagendakan turut hadir Perdana Menteri China Li Qiang. Meski demikian, sejumlah persoalan masih membayangi rencana tersebut. Salah satu yang menarik perhatian publik adalah adanya pembengkakan biaya (cost overrun) senilai Rp 18, 08 triliun dari proyek dengan nilai awal 6,07 miliar dollar AS atau Rp92 triliun merujuk kurs terkini. Lantas, siapa yang bakal tanggung jawab?

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan Presiden Joko Widodo direncanakan akan mencoba pertama kali Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada saat soft launching Jumat  (8/9/2023). "Presiden akan naik pertama kali tanggal 8 September, direncanakan. Tanggal 6 September, saya dengan Pak Gubernur (Ridwan Kamil), walaupun beliau sudah ndak gubernur, (sudah menjadi) tokoh masyarakat, kami akan coba dari Jakarta ke Bandung," kata Luhut.

Setelah soft launching tanggal 8 September, Jokowi akan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk naik dulu selama beberapa waktu, terutama masyarakat di sepanjang rel kereta api dan kemudian tokoh-tokoh masyarakat akan diajak.

Rencana soft launching ini sebenarnya telah berulangkali mengalami penundaan. Jadwal operasi ini mundur dari rencana semula yakni 18 Agustus 2023. Tadinya, operasional kereta kilat ini dijadikan sebagai hadiah di hari kemerdekaan RI ke-78.

Lantas, Presiden Jokowi mengungkapkan operasi kereta cepat Jakarta-Bandung akan dimulai pada September 2023.  "Kereta cepat mungkin kamu akan coba lagi di September, begitu siap semuanya juga segera dioperasikan," kata Jokowi di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).

Sementara itu, GM Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa menyebutkan, setiap langkah pembangunan yang dilakukan telah melewati pengujian, pengecekan, serta pengawasan spesifikasi dan standar bangunan yang ketat dari berbagai pihak.

Eva menyebut bila PT KCIC memastikan prasarana Kereta Cepat dilakukan dengan aman dan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Pembangunan prasarana KA Cepat diawasi dengan ketat mengingat konstruksi KA Cepat dirancang untuk masa pakai hingga 100 tahun.

“Dalam masa konstruksi, setiap pembangunan prasarana dilakukan dengan penuh ketelitian dan pengawasan berlapis. Ini dilakukan agar prasarana KA Cepat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan aman digunakan," ujar Eva dalam keterangan tertulis yang diterima Law-Justice, Rabu (30/08/2023).

Selain pengujian dan pengecekan yang melibatkan konsultan independen, KCIC juga berkolaborasi dengan Komisi Keselamatan Jalan Terowongan dan Jembatan (KKJTJ) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melakukan pengujian rancang bangunan dan keamanan serta kelayakan jembatan maupun terowongan KA Cepat.

Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo melakukan uji coba Kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dengan kecepatan 350 kilometer per jam dari Stasiun Halim ke Stasiun Tegalluar, Rabu (22/6/2023). (Kompas)

KCIC juga melibatkan Kementerian Perhubungan untuk penerbitan izin operasi prasarana KA Cepat. Hal ini menjadi salah satu bagian untuk memastikan seluruh prasarana dalam kondisi aman dan baik sehingga bisa dioperasikan untuk melayani masyarakat. "Jadi untuk kualitas prasarana KA Cepat ini kami tidak main-main. Pengawasan dan pengujian berlapis ini menjadi salah satu wujud dari komitmen kami untuk menghadirkan layanan KA Cepat yang aman dan nyaman. Kami selalu berupaya untuk memastikan agar semuanya memiliki kualitas terbaik untuk masyarakat," ujarnya.

Dia menambahkan, setiap prasarana yang diselesaikan pihak kontraktor melewati proses pengujian dan pengecekan yang ketat. Saat pembangunan sudah selesai, dilakukan proses verifikasi dokumen hingga pengecekan hasil fisik dan pekerjaan di lapangan oleh tim internal dan konsultan independen untuk memastikan standar dan kualitas pembangunan yang dilakukan.

Jika hasil pembangunan sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan, maka pekerjaan pembangunan baru diserahterimakan dan dilakukan pembayaran pada kontraktor. “Kami mengedepankan good corporate governance. Jadi pekerjaan dari kontraktor baru bisa dilakukan serah terima dan dilakukan pembayarannya jika segala sesuatunya telah sesuai." ucapnya.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menargetkan kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mulai beroperasi secara komersil 1 Oktober 2023. Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, namun tanggal operasional ini bisa saja berubah lantaran Kemenhub harus melihat kesiapan KCJB sebelum dioperasikan. 

 "Direncanakan memang 1 Oktober, namun sekali lagi kita harus uji untuk pastikan semua aspek terpenuhi. Sama seperti LRT kan, itu kita menetapkan tanggal terus kita lihat kok rasanya persiapan harus lebih lama, bisa jadi juga demikian. Tapi sementara ini rencananya (1 Oktober)," ujar Adita melalui keterangan tertulisnya, Selasa (29/08/2023). 

Sebelum dioperasikan penuh, KCJB akan menjalani uji coba operasional terbatas dimana masyarakat bisa menjajal KCJB yang rencananya tanpa dipungut biaya alias gratis. "(Uji coba untuk umum) tentu nanti sekitar September ya. Tentu kalau asumsinya kita Oktober, mungkin minggu terakhir September itu bisa," ucapnya. "Tapi sekali lagi tergantung dari perkembangan uji dan kesiapan sarana dan prasarana," tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan izin operasional untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) paling lambat 1 Oktober 2023. Dia mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Prancis untuk melakukan pengamatan terhadap KCJB.  "InsyaAllah izin operasi akan kita terbitkan sebelum atau paling lambat 1 Oktober. Kalau mungkin kita lakukan sebelum 18 Agustus, kita lakukan," kata Budi di Stasiun Halim usai mencoba KCJB, Kamis (22/06/2023).

Budi mengatakan ada tiga aspek keselamatan yang perlu ditinjau dari KCJB. Pertama keselamatan atas keretanya sendiri. Menurutnya, keselamatan kereta transportasi tersebut sudah aman dan tidak kalah dari kereta di negara-negara lain. Kedua, terkait prasarana. Ia juga menyebut prasarana KCJB sudah aman. Hal itu setidaknya terlihat dari tidak adanya getaran yang dirasakan saat menaiki kereta tersebut. Ketiga, terkait sound barrier atau pencegahan kebisingan.

 "Kalau saya melihat tadi dengan kecepatan 350 km itu relatif berjalan stabil, bisa dikatakan apa yang dilakukan ini sangat baik. Namun secara teknis dan formal kami harus melakukan uji," kata Budi.

Proyek ini selain mahal, juga termasuk proyek yang durasi pengerjaannya paling lama. Dimulai sejak 2015, setahun setelah Jokowi didapuk sebagai Presdien RI periode I, baru akan mulai soft launching September 2023, setahun sebelum Jokowi mengakhiri masa kepresidenan periode kedua.

Tak heran, jika sejumlah polemik menyertai perjalanan proyek ini. Bahkan, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sempat kesal dengan tidak tertatanya perencanaan stasiun Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Proyek yang tersebut belum memiliki akses jalan bagi para penumpangnya.

Wamen pun mengaku heran dengan pola pikir manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam perencanaan Stasiun KCJB di Karawang dan Padalarang. Saat kereta peluru akan segera beroperasi, akses jalannya justru belum rampung dibangun.  

Di sisi lain, Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan keberadaan kereta api cepat di Pulau Jawa sangat diperlukan. Pasalnya, menurut Luhut Jawa akan menjadi kota yang berbentuk pulau sehingga proyek kereta cepat yang kini Jakarta-Bandung tersebut direncanakan akan diperpanjang hingga Surabaya (Kereta Cepat Jakarta-Surabaya).

"Jawa ini akan menjadi kota pulau. Jadi artinya transportasi cepat seperti ini sangat diperlukan karena dari Jakarta sampai ke mari ini (Bandung) hanya 35 menit. Saya kira sangat nyaman," ujar Luhut.

Anggota Komisi V DPR RI Syahrul Aidi Maazat menyatakan bila sejak awal proyek KCJB ini memang sejak awal Fraksi PKS sudah menolak karena memang proyek KCJB ini rawan bermasalah. "Ini kami Fraksi PKS sejak awal memang sudah menolak karena memang secara gamblang sudah bisa dinilai bila proyek ini akan bermasalah," kata Syahrul kepada Law-Justice, Selasa (29/08/2023). 

"Ternyata memang ini terbukti bermasalah salah satunya proyek ini pada akhirnya menggunakan dana APBN," sambungnya. Politisi PKS tersebut juga menyatakan bila dilihat dari segi tinjauan ekonomis memang proyek KCJB ini tidak ekonomis.

Pasalnya, masyarakat tentu memiliki banyak alternatif jika ingin pergi dari Jakarta menuju Bandung. Sedangkan dengan menggunakan KCJB memakan tarif yang tidak murah. Selain itu, Syahrul menuturkan bila KCJB ini juga tidak terintegrasi secara langsung ke Kota Bandung sehingga proyek ini tidak efektif.

"Kedua dari segi tinjauan ekonomis juga ini tentu sangat tidak ekonomis, banyak alternatif yang bisa digunakan masyarakat untuk akses dari Jakarta ke Bandung, yang ketiga kalau dipikir pikir ini emang siapa yang mau naik kereta ini, dari Halim terus tidak langsung ke Bandung dan itu tidak terintegrasi," tuturnya. 

Syahrul menyatakan bila tentunya Fraksi PKS mempertimbangkan keputusan tersebut secara matang dan melalui berbagai kajian. Ia meyakini bila proyek KCJB ini memang bermasalah juga secara formulasi dan tentu komitmen pemerintah ini menjadi diragukan.

"Fraksi PKS memang sejak awal sudah menolak proyek ini dan tentu menggunakan perhitungan dan kajian yang matang kami untuk memutuskan untuk menolak proyek ini. ya pasti kalau soal pembahasan dengan pemerintah tapikan ini proyek memang bermasalah dari awal, misal proyek yang awalnya akan kerja sama dengan jepang terus tiba-tiba dengan China. formulasi juga bermasalah begitupun dengan kajiannya," paparnya. 

"Jadi ini memang tidak cukup hanya kerja, kerja, kerja saja tapi perlu kerja cerdas dan kerja tuntas nah ini kan menandakan tidak kerja cerdas karena tidak memenuhi ekspektasi masyarakat terus kerja tuntas ini proyek belum selesai," sambungnya.

Syahrul menyebut PKS tidak serta merta menolak kebijakan pemerintah tanpa melakukan kajian dan perhitungan yang matang. Menurutnya, PKS juga melihat secara jangka panjang untuk keberlanjutan proyek kereta cepat tersebut.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dikerjakan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China, Beijing Yawan HSR Co.Ltd dengan skema business to business (B2B).

Adapun konsorsium BUMN yang terlibat adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT KAI (Persero).

 

Proyek Terlalu Dipaksakan, Kenapa Harus China?

 

Pakar kebijakan publik, Agus Pambagio yang ikut terlibat dalam proses perencanaan dan pembangunan proyek itu berkata peralihan negara penggarap dilakukan di menit-menit akhir. Jepang dikatakannya sudah selesai melakukan studi kelayakan proyek, perencanaan keuangan hingga rancangan teknis pembangunan, akan tetapi pemangku kepentingan justru lebih menerima proposal proyek dari Tiongkok. 

Agus menceritakan awal Jepang terlibat dalam proyek kereta cepat melalui inisiasi JICA (Japan International Cooperation Agency), suatu badan kerja sama internasional bentukan Jepang dalam hal pembangunan di negara berkembang. Agus masih mengingat ada pertemuan antara pihak Jepang dan pemerintah Indonesia pada 2013 di Hotel Pullman Jakarta. Saat itu hadir Menko Perekonomian Hatta Rajasa, konsultan proyek dari kampus UI dan UGM serta pihak JICA. 

“Itu ditandatangan (proyek kereta cepatnya),” kata Agus kepada Law-Justice, Jumat (1/9/2023). 

Namun, sesaat setelah berganti presiden dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Jokowi, kesepakatan antara Jepang dan Indonesia dibatalkan. Agus bilang keputusan batalnya kesepakatan itu terjadi pada awal periode pertama Jokowi. Saat itu, pihak JICA menyerahkan sejumlah hal yang berkaitan dengan proyek termasuk hasil studi kelayakan kepada pemerintah Indonesia.  

“Saya ditemui oleh orang JICA dan salah satu Deputi Bappenas di suatu hotel di Jakarta Selatan. Bilang ini barangnya (hasil kajian proyek) harus diserahkan ke pemerintah Indonesia karena mau diserahkan ke Cina,” ujar dia. 

Kata Agus, pihak pemerintah yang meminta Jepang untuk menyerahkan berkas penggaran proyek saat itu adalah Menteri BUMN Rini Soemarno dan Kepala Bappenas Andrinof Chaniago. Jepang sebenarnya keberatan melepas hasil kajian proyek, tapi Agus bilang saat itu mereka tidak bisa apa-apa karena sudah menjadi perintah Jokowi. 

Pakar kebijakan publik, Agus Pambagio. (Antara via Media Indonesia)

Agus mengatakan proyek kereta cepat mulanya untuk rute Jakarta-Karawang dengan titik keberangkatan di Stasiun Manggarai. Penentuan demikian karena banyak kepentingan Jepang di sepanjang rute itu. Namun, rute berubah setelah Indonesia bersepakat dengan Tiongkok sehingga menjadi Jakarta-Bandung dengan titik setop di Padalarang, yang sebenarnya belum masuk di jantung kota Bandung. 

Saat diminta untuk terlibat dalam proyek ini, Agus bilang tidak setuju. Ia memprediksi anggaran yang digunakan bakal sangat besar, sementara nilai ekonomi dan manfaatnya bagi masyarakat tidak bakal begitu terasa. Proyek ini, ujarnya, semacam proyek tidak masuk akal lantaran lintasan rute terbilang berjarak pendek dengan asumsi harga tiket yang akan dipatok mahal. Agus berpandangan proyek ini memang terkesan dipaksakan sejak awal. 

Menurutnya, pembangunan KCJB tidak seperti pembangunan kereta ekonomi Jakarta-Bandung sebelumnya yang ditujukan untuk membantu masyarakat. Namun, toh proyek terus lanjut. Terlebih terbit Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

“Itu kan bukan kereta ekonomi, terus kenapa dibuat KSO (kerja sama operasi). Iya ada peraturan yang dibuat, tapi enggak begitu, itu namanya korupsi kebijakan,” katanya.

Agus tidak sendiri, katanya, saat itu Menteri Perhubungan Ignatius Jonan juga keberatan dengan rencana proyek kereta cepat. “Kereta cepat itu gengsinya tinggi. Memangnya yang mau naik siapa. Itu yang naik katakanlah sampai 3 bulan, itu orang yang ingin coba aja, penasaran,” tutur dia. 

Tebakan Agus tidak meleset, perjalanan proyek KCJB justru mengalami banyak kendala terutama dalam hal pendanaan. Di tengah proyek ada pembengkakan biaya yang menghambat pembangunan proyek. Kata Agus, ini dikarenakan adanya perhitungan tidak matang dari pemerintah Indonesia dan Tiongkok. 

“Cina itu gampang di awal, susah pas perjalanannya. Kebalikan dengan Jepang, sulit di awal, tapi ke depannya tematik. Sudah kami kasih tau, tapi tetap ngotot,” kata Agus.

Hal serupa juga diungkap oleh Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan. Dia menilai proyek kereta cepat Jakarta Bandung sejak awal sudah menuai banyak masalah, dan terindikasi merugikan keuangan negara.

Dia menyebut tender proyek kereta cepat diikuti oleh Jepang dan China. Jepang menawarkan 6,2 miliar dolar AS. China menawarkan 6,07 miliar dolar AS. Akhirnya, China terpilih. "Evaluasi proyek KCJB tidak profesional. Ada indikasi, pokoknya “China harus menang”," kata Anthony kepada Law-Justice, Jumat (1/9/2023).

Dia menilai, harga yang ditawarkan oleh China terlihat lebih murah karena beberapa faktor. Misalnya, komponen biaya lainnya yang tidak diperhitungkan dalam evaluasi proyek adalah suku bunga. Jepang menawarkan suku bunga 0,1 persen per tahun. China menawarkan suku bunga 2 persen per tahun, atau 20 kali lipat lebih mahal dari Jepang. "Kalau biaya suku bunga diperhitungkan dalam evaluasi proyek, maka penawaran Jepang lebih murah dari penawaran China. Jepang harusnya menang," pungkasnya.

Pembiayaan proyek terdiri dari 25 persen modal dan 75 persen pinjaman, dengan masa tenggang waktu cicilan (grace period) 10 tahun. Pinjaman dari Jepang 4,65 miliar dolar AS (75 persen x 6,2 miliar dolar AS). Biaya bunga pinjaman 4,65 juta dolar AS per tahun, atau 46,5 juta dolar AS untuk 10 tahun masa grace period. Sehingga total biaya kereta cepat Jepang, termasuk biaya bunga 10 tahun, menjadi 6.246.500.000 (= 6.200.000.000 + 46.500.000) dolar AS.

Pinjaman proyek dari China 4.552.500.000 dolar AS (75 persen x 6,07 miliar dolar AS). Biaya bunga pinjaman 91,05 juta dolar AS per tahun, atau 910,5 juta dolar AS untuk 10 tahun masa grace period. Sehingga total biaya kereta cepat China, termasuk biaya bunga 10 tahun, menjadi 6.980.500.000 (= 6.070.000.000 + 910.500.000) dolar AS.

Artinya, termasuk biaya bunga, total biaya kereta cepat China 11,75 persen lebih mahal dari kereta cepat Jepang: 6.980.500.000 dolar AS vs 6.246.500.000 dolar AS.

“Penunjukan kereta cepat China terbukti merugikan keuangan negara. Kalau biaya bunga dihitung selama 40 tahun masa pinjaman proyek, kerugian ini jauh lebih besar lagi," jelasnya.

Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza menyebut bila pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sejak awal memang mengalami banyak masalah. Hal tersebut diungkapkan Faisol karena sampai saat ini belum tuntasnya pembangunan akses jalan menuju stasiun. Menurutnya, Komisi VI kerap mendapat laporan dari PT KAI dan Kementerian Perhubungan terkait sejumlah masalah yang terjadi pada proses pembangunan KCJB.

"Dulu kan juga sudah dilapori kementerian dan KAI, bahwa proses pembangunan kereta cepat itu banyak sekali masalah yang muncul, sebelum persoalan akses jalan ini," kata Faisol Riza melalui keteranganya yang diterima Law-Justice, Selasa (29/08/2023).

Masalah yang muncul, kata dia, salah satunya adanya rencana membangun hunian di beberapa titik stasiun. Pembangunan itu, kata Faisol, diperkirakan akan diikuti pertumbuhan penumpang yang tinggi. Tapi tidak berjalan, lantaran tidak efektif.

"Perkiraan-perkiraan itu yang kemudian membuat kita mengevaluasi beberapa waktu yang lalu, termasuk di antaranya adalah infrastruktur penunjang," ujarnya.

Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza. (Parlementaria)

Legislator dari Fraksi PKB itu juga menegaskan, pembangunan akses jalan menuju stasiun merupakan hal yang vital. Pihaknya menyayangkan terlambatnya proyek itu karena masalah sepele yang tidak dijadikan fokus oleh pengelola KCJB.

"Nggak mungkin kita bangun hunian kalau nggak ada infrastrukturnya. Dan itu yang terjadi, walaupun tidak ada hunian, tapi infrastruktur dibutuhkan untuk akses," ucapnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS yang juga merupakan Anggota Banggar DPR RI Nevi Zuairina yang mengingatkan kembali soal sikap tegasnya menolak proyek Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau KCJB. Fraksi PKS DPR RI menegaskan bahwa proyek pembangunan KCJB berpotensi tidak bermanfaat.

“Fraksi PKS menilai proyek KCJB ini berpotensi tidak bermanfaat sebagaimana proyek infrastruktur lain yang sudah selesai dibangun tapi tidak bermanfaat (sepi dan tidak beroperasi) seperti bandara Ngloram di Blora, atau bandara Kertajati di Majalengka,” kata Nevi kepada Law-Justice, Kamis (31/08/2023).

Nevi menekankan, Fraksi PKS DPR RI sejak tahun 2021 Fraksi PKS konsisten menolak Penyertaan Modal Negara atau PMN KCJB. Bahkan, kata Nevi, sudah 3 kali secara berturut-turut FPKS menolak pemberian PMN untuk proyek KCJB dalam rapat di Komisi VI DPR RI.

“Yaitu tahun 2021 (PMN sebesar Rp.7 Triliun), tahun 2022 (PMN sebesar Rp.4,1 Triliun), dan tahun 2023 (PMN sebesar Rp.4,1 Triliun),” ungkap Nevi.

Nevi juga menambahkan, bahwa pada Agustus tahun 2022, Fraksi PKS DPR RI pernah mengusulkan dibentuknya Pansus Hak Angket terhadap pembangunan proyek kereta cepat. Saat itu, lanjut Nevi, Fraksi PKS memandang bahwa proyek KCJB mengalami sejumlah masalah sehingga perlu dilakukan pendalaman terkait proyek ini.

“Karena Fraksi PKS memandang, proyek kereta cepat mengalami sejumlah masalah dalam beberapa waktu belakangan. Sehingga kita perlu untuk mendalami tentang proyek kereta cepat ini,” ucapnya.

Biaya Bengkak dan Potensi Korupsi?

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya pembengkakan biaya (cost overun) proyek , total pembengkakan biaya proyek mencapai Rp18,8 triliun dari total proyek sebesar 6,07 miliar dollar AS atau Rp92 triliun merujuk kurs terkini. Dari belasan triliunan itu, konsorsium BUMN yang menggarap proyek ini mesti menanggung sebanyak 60 persennya, yakni sekira Rp 11,2 triliun. PT Kereta Api Indonesia (KAI) menjadi pimpinan konsorsium BUMN yang menanggung beban sebanyak itu. Di bawahnya ada  PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara III. 

Adapun pembengkakan ini dipicu kenaikan biaya nilai kontrak, rekayasa, pengadaan, dan konstruksi. Ditambah, ada kenaikan biaya pembebasan lahan yang bertambah luas atau naik 31 persen menjadi 7,6 juta hektar. Lain itu, pemicu cost overrun dikarenakan adanya keterlambatan proyek yang menyebabkan kenaikan biaya, antara lain biaya konsultan, opersional ofisial, serta jasa operasi dan pemeliharaan. Ada pula tambahan biaya jaringan telekomunikasi khusus kereta api (GSM-R) yang sebelumnya tak dianggarkan.

Dari beban Rp11,2 triliun, sebesar 75 persen atau sekira Rp8,4 triliun mesti meminjam utang luar negeri dari China Development Bank (CDB). Untuk mengakali hal itu, diterbitkan Perpres Nomor 93 Tahun 2021. Dengan Perpres tersebut, pemerintah dapat memberikan dukungan kepada pimpinan konsorsium BUMN untuk memperkuat struktur pemodalannya. 

Tabel pendanaan Cost Overrun Proyek KCJB. (LHP LKPP 2022 BPK RI)

Ditambah, terbit PP Nomor 119 Tahun 2021 yang pada akhirnya cair PMN sebesar Rp4,30 triliun untuk menambal defisit anggaran proyek akibat pembengkakan biaya. Padahal, pada Perpres Nomor 107 Tahun 2015 ada keterangan bahwa proyek KCJB tidak akan memakai APBN. 

Agus tak menyangka pemerintah bakal intervensi sejauh ini untuk mewujudkan ambisi kereta cepat ini. Tetapi, intervensi yang ada justru kelihatan menghalalkan berbagai cara. “Itu tiba-tiba bikin Perpres yang sebelumnya tidak bisa jadi bisa karena perpres, itu kan against the law. Itu korupsi kebijakan,” kata Agus. 

Ikut campurnya negara melalui APBN ini dimanfaatkan oleh CDB. Kreditur meminta struktur penjaminan bukan berupa Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU), akan tetapi meminta penjaminan langsung dari pemerintah Indonesia. Permintaan ini lantas dipenuhi pemerintah. PT KAI mendapat jaminan dari pemerintah melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI) yang secara tidak langsung anggaran APBN menjadi agunan pinjaman ke CDB. 

Pakar kebijakan publik dari Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menilai pembengkakan anggaran telah merusak citra proyek dan menimbulkan pertanyaan penting tentang efisiensi dan integritas. Menurutnya, utang dari CDB akan menambah beban utang pemerintah yang sudah terbengkalai akibat pandemi dan mengurangi keuntungan ekonomi jangka pendek yang seharusnya diraih dari proyek seperti ini. 

Yang terpenting, katanya, proyek ini juga berpotensi menjadi jebakan utang jika negosiasi ulang dengan Tiongkok tidak dilakukan dengan cermat. Ia menekankan keputusan untuk melanjutkan proyek ini didasarkan pada asumsi keuntungan lingkungan dari kereta listrik. Namun, jika penumpang tidak memadai, keuntungan tersebut berpotensi besar terhapus. 

“Dengan jarak antara Jakarta dan Bandung yang hanya sekitar 150 kilometer dan jalan tol yang sudah ada, kereta cepat mungkin tidak memiliki keunggulan kompetitif yang diperlukan untuk memastikan keberlanjutannya,” kata dia saat dihubungi, Jumat. 

Ia berpandangan pembengkakan biaya dalam proyek sebesar ini menandakan ada kelemahan serius dalam perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan. Apalagi dana APBN melalui PMN telah dikucurkan. Mengalokasikan uang rakyat, kata dia, untuk menutupi kesalahan dalam proyek besar adalah penghianatan terhadap kepercayaan publik.

“Apakah ini karena ketidaktahuan, kurangnya keahlian, atau adanya motif lain yang lebih gelap di baliknya,” ujar dia. 

Pakar kebijakan publik dari Narasi InstituteAchmad Nur Hidayat. (Media Indonesia) 

Anthony Budiawan menegaskan, sejumlah syarat dugaan korupsi telah terpenuhi dalam pelaksanaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. "Ini sekaligus merupakan tindak pidana korupsi karena merugikan keuangan negara, menguntungkan pihak lain," tegasnya.

Salah satu yang dia sorot adalah APBN seharusnya tidak boleh diberikan untuk subsidi kepada pihak asing. "Kereta cepat merupakan perusahaan patungan dengan asing, subsidi kereta cepat melanggar konstitusi," katanya.

Selain melanggar konstitusi, Anthony juga berpandangan, proyek ini bisa mengarah ke tindak pidana korupsi.

Dia berharappenegak hukum tidak hanya diam, apalagi sudah ada laporan hasil audit dari BPK dan BPKP yang menunjukkan telah terjadi pembengkakan biaya pelaksanaan proyek ini. Penegak hukum tinggal mendalami adanya unsur melawan hukum dan mens rea saja.

“Kami tentunya berharap temuan BPK dan BPKP terkait adanya cot overrun yang jelas-jelas merugikan negara ini ditindak lanjuti dengan penyelidikan, baik oleh Kejaksaan ataupun KPK. Syukur-syukur bisa langsung penyidikan,” pungkasnya.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kini seolah proyek mercusuar yang--apapun kondisinya--harus diresmikan. Pemerintah, seolah menafikan kaidah-kaidah normatif dalam menjalankan proyek. Dengan dalih ini merupakan proyek B to B, alias bisnis ke bisnis, pemerintah seolah yakin bisa cuci tangan dan tidak terciprat kerugian negara. Padahal, dari DPR sudah diperoleh informasi, kalau duit buat proyek ini merupakan suntikan modal BUMN melalui penyertaan modal negara (PMN).

Perencanaan proyek yang terkesan tergesa-gesa dan amburadul, kemudian hari terbukti menimbulkan pembengkakan hingga Rp18 triliun atau sekira 20 persen dari nilai awal proyek. Tak ayal, sejumlah pihak pun menuding pembengkakan ini tidak wajar, terlalu besar. Anehnya, penegak hukum seakan belum bergerak meskipun sudah ada hasil perhitungan potensi kerugian negara yang telah disajikan oleh BPKP dan BPK. Penegak hukum, saat dikonformasi oleh Law-Justice pun enggan menanggapi. Seolah, nilai pembengkakan ini angin lalu saja.

Namun, publik tetap berharap, Presiden Jokowi menyadari adanya potensi dugaan korupsi dalam pembengkakan biaya dan rencana subsidi tiket, serta rencana dana talangan pemerintah. Mestinya, Jokowi segara memberikan perintah kepada Jaksa Agung atau pun Ketua KPK untuk segera menyelidiki temuan dari BPK dan BPKP terkait cost overrun Proyek KCJB ini. 

 

Rohman Wibowo

Ghivari Apriman 

  

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar