Prabowo Usulkan Damai dengan Ukraina, ini Respons Menlu Rusia

Kamis, 08/06/2023 17:40 WIB
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova (Reuters)

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova (Reuters)

Rusia, law-justice.co - Kemlu Rusia buka suara soal usulan perdamaian dengan Ukraina yang diajukan oleh Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto.

Pihaknya memandang proposal Prabowo yang terdiri dari lima poin tersebut telah mencerminkan Perjanjian Minsk yang sebelumnya telah disepakati oleh Kiev dan Moskow pada September 2014.

Komentar ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam keterangan tertulis yang dirilis Kedutaan Besar Rusia di Jakarta pada Kamis (8/6/2023).

Diplomat itu mengatakan, Moskow telah mencermati usulan perdamaian dari Prabowo dan hampir secara keseluruhan menyetujui kelima poinnya.

“Kami juga memperhatikan inisiatif Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto,” ujar Zakharova.

Dia kemudian menyinggung bagaimana Ukraina sebagai pihak yang tidak memegang komitmen atas kesepakatan tersebut. Sebaliknya, menurut Zakharova, justru dengan bantuan dari Sekutu Baratnya, Ukraina semakin memusuhi Rusia dan tidak memiliki kapasitas untuk berdialog.


“Langkah-langkah yang beliau usulkan sebetulnya mencerminkan Perjanjian Minsk yang, seperti yang Anda ketahui, malah disabotase oleh rezim Kiev selama delapan tahun dengan dukungan Barat,” jelas Zakharova.

Dalam usulan perdamaian yang diajukan Prabowo saat berbicara di forum internasional Shangri-La Dialogue di Singapura pekan lalu, disebutkan bahwa salah satu usulan pemerintah Indonesia agar konflik Rusia-Ukraina dapat segera diselesaikan yaitu dengan gencatan senjata serta penarikan mundur pasukan sejauh 15 km dari garis kontak terdepan.

Terkait poin ini, Zakharova memandang bahwa kenyataan di lapangan Ukraina adalah pihak yang terus ingin berperang dan ingin memenangkan pertempuran.

“Kita berbicara tentang gencatan senjata dan penarikan pasukan dan persenjataan dari garis kontak (line of contact). Kenyataannya, pihak Ukraina tidak melakukan keduanya,” pungkasnya.


Ukraina, sambung Zakharova, justru menyerang warga negaranya sendiri — terkhusus penduduk berbahasa Rusia yang tinggal di Donbass. Adalah bukti bahwa Ukraina tidak memiliki prinsip bila saat ini pemerintahannya berkata ingin melindungi penduduk dari serangan Rusia.

“Mereka justru terus menghancurkan Donbass dan penduduknya. Lantas, mengapa pula kini Kiev akan bertindak sebaliknya?” ungkap Zakharova.

Menurut dia, seluruh tindakan Ukraina sejak Perjanjian Minsk dicetuskan pada 2014 menegaskan dua hal, yakni: Kiev memang tidak memiliki itikad untuk mengimplementasikan kesepakatan itu, sekaligus menguak karakter terorisme dan ekstremisme rezim neo-Nazi yang sesungguhnya.

Adapun kedua poin tersebut didapatkan pemerintah Kiev dari pemahaman-pemahaman yang dibawa Barat untuk mempengaruhinya.

“Ideologi ini tidak akan hilang begitu saja. Ini bahkan bukan tentang rezim Kiev yang melarang diri mereka sendiri untuk bernegosiasi, tetapi tentang kehadiran ideologi internal yang merasuki semua tokoh di Kiev dan ditanam oleh para penasihat Barat mereka,” ungkap Zakharova.

Sejauh ini, Zakharova mengatakan sudah ada lebih dari 20 proposal resmi, inisiatif, dan upaya perdamaian yang telah diterima Rusia dari berbagai pihak asing.

“Kami menghormati semua negara, organisasi, bahkan pejabat pemerintah yang berusaha berkontribusi pada penyelesaian damai krisis Ukraina,” tutup dia.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar