Kirim Surat Terbuka, Denny Desak DPR Mulai Proses Pemecatan Jokowi

Rabu, 07/06/2023 09:41 WIB
Soal Bocoran Putusan MK, Denny Indrayana Dilaporkan ke Bareskrim Polri. (Media Indonesia).

Soal Bocoran Putusan MK, Denny Indrayana Dilaporkan ke Bareskrim Polri. (Media Indonesia).

Jakarta, law-justice.co - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) yang juga merupakan Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana mendesak DPR RI untuk memeriksa Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka pemakzulan (impeachment) dari kursi kepala negara dan kepala pemerintahan.

Menurut Denny, sudah ada beberapa dugaan pelanggaran terhadap UUD 1945, sehingga Jokowi layak untuk diperiksa oleh DPR.

"Saya berpendapat, Presiden Joko Widodo sudah layak menjalani proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan) karena sikap tidak netralnya alias cawe-cawe dalam Pilpres 2024," kata Denny dalam surat terbuka kepada Pimpinan DPR RI, Selasa (7/6).

Denny lalu menjabarkan dugaan pelanggaran yang dilakukan Jokowi sehingga DPR perlu memakai hak angket untuk memeriksanya.

Pertama, Denny mengaku mendapat informasi bahwa Jokowi berupaya melakukan penjegalan terhadap bakal capres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan.

Dia menceritakan bahwa mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ditemui seorang mantan wakil presiden yang membawa kabar meresahkan usai bertemu Jokowi. Tokoh itu menyebut bahwa hanya akan dua capres di Pilpres 2024 dan Anies Baswedan bakal diproses hukum oleh KPK.

"Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024?" ucap Denny.

Kedua, Denny menganggap Jokowi telah membiarkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengganggu kedaulatan Partai Demokrat. Menurutnya, Jokowi tidak mungkin tidak tahu gelagat Moeldoko tersebut.

Saat ini, kubu Moeldoko baru saja mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung mengenai SK Menkumham yang mengakui kepengurusan Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Denny menganggap aneh ketika dua anak buah presiden berperkara di pengadilan. Seharusnya Jokowi menyelesaikan persoalan antara dua anak buahnya.

Jika mendiamkan, kata Denny, sama saja Jokowi membiarkan terjadinya pelanggaran oleh anak buahnya terhadap UU Partai Politik yang mengakui kedaulatan parpol.

Pula, apabila Jokowi mendiamkan hingga MA mengabulkan PK yang diajukan Moeldoko, maka pencalonan Anies Baswedan berpotensi batal.

"Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat," ucapnya.

Dugaan pelanggaran ketiga yang diungkit Denny adalah penyalahgunaan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan calon presiden-wakil presiden.

Denny menduga Jokowi menggunakan kuasanya atas Polri, Kejaksaan Agung dan KPK untuk mengarahkan kasus mana yang perlu dijalankan. Terlebih, KPK baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Denny pun mendapat informasi bahwa kedaulatan partai politik diganggu jika ada tindakan yang tak sesuai dengan rencana pemenangan Pilpres 2024 buatan Jokowi.

Misalnya ketika Suharso Monoarfa dilengserkan dari posisi Ketua Umum PPP. Denny mendapat informasi bahwa pencopotan didesain sedemikian rupa lantaran Suharso sudah empat kali bertemu Anies Baswedan.

"sebagai warga negara yang mengerti konstitusi, saya berkewajiban menyampaikan laporan ini (kepada DPR)," ucap Denny.

"Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawe-cawenya, yang bukanlah untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan pribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya."

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar