KPK Tak Ambil Pusing Polemik Putusan MK Perpanjang Jabatan
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023, Nurul Ghufron. (Monitor)
Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron angkat bicara soal desakan pembentukan panitia seleksi (pansel) calon pimpinan KPK di tengah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun.
Ghufron tidak mempersoalkan desakan pembentukan pansel tersebut. "Sebagai sebuah usulan ya silahkan boleh-boleh saja," kata Ghufron saat dihubungi awak media, Sabtu (3/6/2023).
Menurutnya, desakan agar segera membentuk pansel calon pimpinan KPK bakal disoroti oleh pemerintah. "Tentu pemerintah akan menilai usulannya sesuai atau bertentangan dengan hukum," ujarnya.
Ghufron mengonfirmasi hingga kini KPK belum mendengar ihwal rencana pembentukan pansel, baik sebelum pihaknya ajukan permohonan di MK maupun sesudahnya. "Belum (dengar)," ucapnya.
Gelombang penolakan putusan MK untuk memperpanjang masa jabatan yang diajukan di periode kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri terus berdatangan. Dari Setara Institute, misalnya, mengatakan putusan MK yang seolah-olah meligitimasi kepemimpinan Firli cs hingga setahun ke depan adalah hal yang dipaksakan.
Lain itu, secara legalitas hukum, putusan MK ini tidak bisa berdiri sendiri dalam memutuskan. Sebab, penentuan masa jabatan harus melalui beleid hukum seperti undang-undang yang menjadi domain DPR dan pemerintah.
"Putusan MK yang membentuk norma baru, yakni mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun, adalah keluar jalur karena itu kewenangan pembentuk UU. Artinya kewenangan pengaturan ada pada organ pembentuk UU yakni DPR dan Presiden. Jadi isu usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK bukanlah isu konstitusional melainkan kebijakan hukum terbuka. Hanya saja MK tidak konsisten dalam memperlakukan norma-norma sejenis ini," kata Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Ismail Hasani dalam keterangannya, dikutip Sabtu (26/5/2023).
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyoroti putusan MK ini. Keluarnya putusan ini dianggap imbas lambannya pemerintah membentuk pansel guna mengganti pimpinan KPK saat ini. Lambannya pembentukan pansel ini seolah-olah sudah diatur.
“Sinyalemen ini terlihat dari pemerintah yang terkesan mengulur waktu membentuk panitia seleksi (pansel) Pimpinan KPK periode 2023-2027. Padahal merujuk pada empat tahun lalu, pemerintah telah membentuk pansel tanggal 17 Mei 2019,” kata Koordinator ICW, Agus Sunaryanto dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (4/6/2023).
Sinyal lain putusan MK ini sudah dalam skema dapat dilihat dari reaksi Kementerian Hukum dan HAM yang melalui Wamen Edward yang berkata bahwa Presiden akan segera meneken Keppres untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK.
“Maka tak berlebihan muncul asumsi publik jika putusan MK kali ini seolah sudah diketahui oleh pemerintah,” ujar Agus.
“Jika perpanjangan masa jabatan Firli Bahuri tetap dilakukan dengan mengikuti maksud putusan MK maka tak salah jika publik menganggap bahwa Pemerintah membiarkan KPK mengalami destruksi berkepanjangan. Mulai dari Revisi UU KPK, memilih Firli, dan mendiamkan pemberhentian puluhan pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan . Sikap Presiden itu sudah barang tentu akan dicatat dan diingat oleh masyarakat sebagai peninggalan terburuk jelang lengsernya kekuasaan,” ia menambahkan.
Komentar