10 Jawaban Anak Buah Sri Mulyani Atas Kritik JK soal Utang Era Jokowi

Minggu, 04/06/2023 07:49 WIB
Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (RMOL)

Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (RMOL)

Jakarta, law-justice.co - Belum lama ini, Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu), Yustinus Prastowo balk-blakan membeberkan sederet fakta-fakta terkait utang Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal itu untuk membalas kritik dari mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) yang menyebut Jokowi membayar utang Rp1.000 triliun per tahun.

Ada sejumlah fakta utang yang dia ungkap.

Pertama, soal tuduhan pemerintah membayar utang Rp1.000 triliun per tahun. Ia membantah tuduhan JK.

Menurutnya, pemerintah sangat berhati-hati dan terukur dalam membayar pokok dan bunga utang. Ia mengklaim keuangan negara digunakan secara transparan dan tak ada yang ditutupi.

"Transparan tiada yang perlu ditutupi, sudah diaudit BPK," cuitnya, Jumat (2/6).

Kedua, soal rasio utang. Ia mengatakan rasio utang terhadap PDB turun dari 39,57 persen pada Desember 2022 menjadi 39,17 persen per April 2023.

Prastowo menyebutkan kebijakan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi membuat rasio utang meningkat, yakni 39,4 persen terhadap PDB di 2020, lalu 40,7 persen terhadap PDB di 2021.

"Kemampuan recovery yang baik membuat ekonomi Indonesia mampu bangkit, sekaligus menurunkan debt ratio. Pada 2021, rasio utang Indonesia 40,7 persen, jauh di bawah rerata emerging market. China bahkan menyentuh 71,5 persen," ungkapnya.

Ketiga, kata dia, pemerintah patuh pada aturan fiskal. Konsekuensinya, kenaikan PDB lebih besar daripada utang, di saat mayoritas negara ASEAN dan G20 mengalami kenaikan utang yang lebih tinggi dari PDB.

Keempat, soal efek pengganda yang besar dari utang. Ia mengklaim pada 2018-2022, saat dunia krisis karena pandemi, utang RI mampu menghasilkan multiplier effect bagi perekonomian sebesar 1,34.

Capaian ini lebih baik dibandingkan banyak negara, termasuk AS, Tiongkok, dan Malaysia.

Kelima, dia menjelaskan, sebanyak 73 persen utang RI dalam bentuk rupiah lantaran berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) sehingga menekan risiko tekanan saat rupiah melemah.

Keenam, soal risiko utang. Ia menjelaskan risiko utang menurun dan ditandai dengan debt service ratio (DSR) sebesar 47,3 persen di 2020 menjadi 34,4 persen pada 2022 dan 28,4 per April 2023.

Dia menjelaskan DSR adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang dengan pendapatan. Interest ratio (rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan) juga menurun, dari 19,3 persen pada 2020 menjadi 14,7 persen pada 2022 dan 13,95 persen per April 2023.

Penurunan DSR dan IR ini, kata dia, menunjukkan kemampuan APBN dalam membayar biaya utang (pokok dan bunga) semakin menguat.

Ketujuh, soal kemampuan pengelolaan utang. Prastowo bilang Indonesia memiliki kemampuan baik dalam mengelola utang. Ini tercermin dari kepercayaan lembaga pemeringkat kredit ternama memberi rating BBB/Baa2 untuk Indonesia dengan proyeksi stabil saat banyak negara mengalami turun peringkat.

Kedelapan soal manfaat utang lebih besar. Ia menyebut sepanjang 2015-2022, penambahan utang sebesar Rp5.125,1, lebih rendah dibanding belanja prioritas seperti perlinsos, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, sebesar Rp8.921 triliun.

Kesembilan, dia menjelaskan aset tumbuh melebihi penambahan utang. Kesepuluh, utang BUMN bukanlah beban APBN.

"Mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, segala utang yang timbul atas corporate action merupakan tanggung jawab BUMN yang bersangkutan dan bukan merupakan utang negara," pungkasnya.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan per akhir Maret 2023, posisi utang pemerintah sebesar Rp7.879,07 triliun atau 39,17 terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Sepuluh Fakta Keras tentang Utang Indonesia! Ini sekaligus tanggapan untuk Pak @Pak_JK dan mereka yang sering membahas nominal utang tapi sengaja mengabaikan fakta di sekitarnya. Saya kupas tuntas di Hari Lahir Pancasila!" Katanya.

JK menyebut era Jokowi membayar utang hingga Rp1.000 triliun per tahun dan merupakan paling tinggi sepanjang sejarah RI.

"Pak AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) tadi mengatakan utang besar, betul. Setahun bayar utang lebih Rp1.000 triliun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka," ujarnya dalam Milad ke-21 PKS di Istora Senayan, Sabtu (20/5).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan per akhir Maret 2023, posisi utang pemerintah sebesar Rp7.879,07 triliun atau 39,17 terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar