`Pasir Berbisnis` Pemerintah Vs Bencana Alam dan Manusia (3)

Jum'at, 02/06/2023 18:40 WIB
Ilustrasi penambangan pasir (Mediatani)

Ilustrasi penambangan pasir (Mediatani)

Jakarta, law-justice.co - Partai Buruh menolak kebijakan pemerintah yang membuka ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai, kebijakan pemerintah dapat merugikan negara dan pekerja serta membahayakan kedaulatan dan lingkungan.

"Oleh karena itu, Partai Buruh menolak keras dibukanya kembali ekspor pasir laut," kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Jumat (6/2/2023).

Said Iqbal menjelaskan, tiga fokus utama didirikannya Partai Buruh adalah labour right atau hak tenaga kerja. Partai Buruh hadir untuk memastikan hak-hak buruh terpenuhi. Misalnya upah yang layak, kesejahteraan dan tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kedua terkait dengan human right atau hak asasi manusia yang menjadi concern Partai Buruh di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Ketiga adalah protection and environmental yaitu perlindungan lingkungan.


"Dalam kasus pasir laut, Partai Buruh memandang dari protection and environmental atau perlindungan lingkungan," kata Said Iqbal.

Berdasarkan catatan Partai Buruh, pengerukan pasir laut dari 1997 sampai 2002 dari zaman Presiden Soeharto sampai reformasi pengerukan pasir laut telah merusak lingkungan, ekosistem dan habitat di laut.

Temuan dari berbagai aktivis yang bergabung dengan Partai Buruh menyebutkan, dampak dari pengerukan pasir laut menyebabkan nelayan-nelayan kehilangan ikan.

"Oleh karena itu Partai Buruh menolak keras dibukanya kembali ekspor pasir laut, jangan hanya komersialisasi saja, tapi lingkungan dan nelayan harus diperhatikan, itu sikap Partai Buruh, itu hanya mementingkan para pemilik modal saja kok, negara dapatnya berapa sih? Pajaknya berapa sih?" kata Said Iqbal.

"Itu akal-akalan, siapa yang bisa kontrol pasir laut yang diangkut berapa ribu ton? Laporan ke negara berapa ton? Bohong semua itu, enggak mungkin negara diuntungkan, yang diuntungkan itu kelompok pengelola pasir laut itu dan pejabat-pejabat di belakangnya yang menyetujui itu," ucapnya.

Lebih jauh, Said Iqbal pun menyinggung bahaya kedaulatan negara yang terdampak akibat ekspor pasir laut oleh pemerintah. Ia berpandangan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan bahaya kemanan akibat kebijakan tersebut.

Presiden Partai Buruh ini pun menyinggung teori ilmu ekonomi klasik dari Adam Smith yang menyatakan bahwa kedaulatan negara adalah tanah.

"Begitu pasir laut yang yang diekspor misal ke Singapura atau mungkin ke China itu daratan yang menerima pasir laut bertambah, akibatnya apa? Kan zona batas laut itu kan ada konvensi PBB-nya, dihitung dari daratannya yang terujung, ya otomatis laut Indonesia nanti terancam dong, bagaimana sih ini serakah banget mau komersialisasi enggak mau bicara kedaulatan," kata Said Iqbal.


"Kan pasir laut itu untuk nguruk dan membuat reklamasi-reklamasi, akibatnya negara itu daratannya bisa bertambah, mengancam zona batas laut Indonesia dong, nanti bisa dipersoalkan lagi seperti Sipadan dan Ligitan, itu berbahaya," ucapnya.

Lebih lanjut, Partai Buruh juga menilai, ekspor pasir laut juga mengancam kesejahteraan buruh yang bekerja, utamanya buruh lokal.

Ia menyebut, buruh yang bekerja di tempat-tempat pengerukan pasir laut dibayar di bawah upah minimum dengan perlindungan Kesehanan dan keselamatan kerja (K3) yang minim.

"Jelas ini hanya menguntungkan pemodal, negara dirugikan karena pajaknya enggak optimal, buruh dirugikan karena K3 dan upah murah, nelayan kehilangan tangkapan dan lingungan menjadi hancur," kata Said Iqbal.

"Partai Buruh menolak ekspor yang dihidupkan melalui Peraturan Presiden tentang ekspor pasir laut," tuturnya.

Alasan ekspor pasir laut dibuka
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) buka suara terkait kembali dibukanya izin ekspor pasir laut. Aturan tersebut tertuang dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, peraturan tersebut terbit didorong oleh tingginya permintaan reklamasi di dalam negeri. Dengan adanya beleid tersebut, diharapkan bisa mengantisipasi pengerukan pasir laut yang bisa berdampak terhadap kerusakan lingkungan.

"Salah satu hal yang akan saya sampaikan bahwa kebutuhan reklamasi dalam negeri begitu besar. Kalau ini kita diamkan, tidak diatur dengan baik, maka bisa jadi pulau-pulau diambil untuk reklamasi, atau sedimen di laut malah diambil, akibatnya kerusakan lingkungan ini yang kita jaga dan hadapi. Makanya terbit PP ini," ujarnya saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Lebih lanjut, Trenggono mengatakan, proyek reklamasi bisa dilakukan asal menggunakan hasil sendimentasi laut. Penentuan sendimentasi yang bisa digunakan pun harus berdasarkan tim kajian yang dibentuk oleh pemerintah.

Untuk diketahui juga, sendimentasi di laut adalah sedimen berupa material alami yang terbentuk oleh proses pelapukan dan erosi yang terdistribusi oleh dinamika oseanografi dan terendapkan yang dapat diambil untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan pelayaran.

"Sedimentasi bisa digunakan, tapi ada syaratnya di dalam PP itu disebutkan, dibentuk dulu tim kajian yg terdiri dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK), pakar hingga dari organisasi masyarakat sipil yang nanti diatur dalam aturan teknis lewat Peraturan Menteri KKP," jelasnya.

 

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar