Kritik Hukum era Jokowi, Akademisi dan Aktivis: Ini Periode Terburuk

Kamis, 01/06/2023 07:27 WIB
Presiden Joko Widodo (Foto: CNN)

Presiden Joko Widodo (Foto: CNN)

Jakarta, law-justice.co - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari sejumlah aktivis dan akademisi belum lama ini berkumpul di markas YLBHI, Jakarta Pusat, Rabu (31/5).

Dalam agenda tersebut mereka pun mengungkap pandangan dan kajian terkait sejumlah persoalan di Indonesia.

Pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bondan menilai penegakan hukum di negeri ini masuk dalam periode paling buruk. Menurut dia, penegakan hukum yang terjadi saat ini tidak baik-baik saja.

"Dalam konteks penegakan hukum saya pikir begini, pendapat saya pribadi, saya bisa jadi salah tapi orang lain juga belum tentu benar. Inilah periode menurut saya di mana penegakan hukum terburuk dalam 52 tahun saya hidup, dalam 27 tahun pengalaman saya mengajar di Universitas Indonesia," ujar Gandjar dalam konferensi pers masyarakat sipil dengan tema `Tolak Pembunuhan Demokrasi dan Antikorupsi` di Gedung YLBHI tersebut.

Dia pun menyitir pepatah `fiat justitia ruat caelum` yang artinya: Hukum harus tegak meskipun langit runtuh.

"Saudara-saudara, langit masih tegak, hukumnya sudah runtuh. Itu yang terjadi sekarang," kata Bondan.

Dalam konferensi pers tersebut sejumlah tokoh yang hadir di antaranya eks pimpinan KPK, akademisi, hingga aktivis LSM. Mereka salah satunya menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.

Selain itu mereka juga menyoroti kasus hukum yang menjadikan aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidianty sebagai terdakwa kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Terkait putusan terbaru MK yang memperpanjang masa jabatan Firli Bahuri cs di kursi pimpinan KPK, Gandjar berkomentar dengan pernyataan satire.

"Saya sempat sudah mengusulkan jangan cuma perpanjangan masa jabatan dari empat jadi lima tahun, tapi perpanjangan periode jabatan. Sekali pilih dua periode sekalian. Gila jangan tanggung-tanggung. Rusak jangan setengah-setengah," kata Gandjar.

Sementara itu, mantan penyidik KPK Novel Baswedan merasa janggal dengan putusan MK yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun, terlebih hal itu langsung diberlakukan di era kepemimpinan yang sedang berjalan.

Novel menyatakan potensi korupsi kemungkinan besar terjadi di balik keputusan atau kebijakan yang aneh.

"Biasanya yang janggal-janggal itu ada potensi perbuatan korupsi, kita berharap MK menjadi hakim yang menjaga konstitusi. Kita justru malah khawatir dengan putusan ini," kata Novel.

Novel yang kini berstatus ASN di Polri mengaku khawatir agenda pemberantasan korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu melihat KPK di bawah Firli Bahuri Cs yang minim prestasi tapi sarat kontroversi.

"Kita semua berharap agar pemberantasan korupsi berjalan dengan benar, objektif, berkelanjutan dan tentunya menyeluruh, tapi yang kita lihat belakangan ini justru masalahnya banyak sekali," kata dia.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar