Menteri Maju Ikut Pemilu Harus Cuti, Jangan Pakai Fasilitas Negara!

Menkopolhukam Mahfud MD saat memberikan arahan persiapan Pilkada Tahun 2020 di depan para Ketua KPU, Ketua Bawaslu, dan Forkopimda se-DIY di Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunung Kidul, Sabtu (7/11). (Foto: Humas Kemenkopolhukam)
Jakarta, law-justice.co - Kemarin, Senin, 29 Mei 2023, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menggelar Rapat Koordinator Nasional bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, di The Westin Hotel, Jakarta.
Dalam acara itu, Yudo sempat melontarkan pertanyaan soal bagaimana aturan jika ada pejabat negara yang ingin maju di Pemilu 2024, terkait fasilitas pengamanan.
"Saya ingin bertanya, mungkin juga mewakili rekan-rekan semua. Dalam pemilu nanti ada kemungkinan calon presiden, calon wakil menteri, maupun pejabat di daerah, ... apabila dari calon tersebut adalah pejabat negara dan tidak diberhentikan, atau mungkin ada ketentuan cuti dan sebagainya, ini mereka akan membawa atribut sebagai pejabat pemerintah," kata Yudo mengawali pertanyaannya.
"Apabila masih menjabat pemerintah, kami, TNI-Polri, jika ke daerah akan memberikan sarana dan prasarana perbantukan pengamanan karena fungsinya sebagai Forkopimda, sehingga protokol di daerah ini masih melekat. Bagaimana kami bersikap jika mereka ini akan melaksanakan kampanye?" lanjutnya.
Yudo mengakui, dia akan kesulitan untuk membedakan apakah kegiatan pejabat publik yang maju pemilu itu sebagai kegiatan kampanye atau kunjungan kerja. Ia berharap bisa mendapatkan saran agar bisa menjaga netralitas TNI-Polri di Pemilu 2024.
Menjawab hal itu, Mahfud MD menyebut hal itu seharusnya tidak jadi kekhawatiran. Sebab di akhir tahun 2023 ini, seluruh kepala daerah yang sekarang menjabat akan mengakhiri masa jabatannya.
"Sehingga yang ikut di tahun 2024 itu, di Pilkada itu, sudah bukan incumbent lagi. Sehingga tidak bermasalah," jawab Mahfud.
Sedangkan untuk tingkat presiden dan wakil presiden hingga menteri, Mahfud menyebut aturannya malah lebih eksplisit lagi. Jika ingin maju lagi di pemilu berikutnya--selama belum melewati masa jabatan maksimal 10 tahun--presiden atau wakil presiden petahana harus mengajukan cuti kampanye.
"Mereka tidak berhenti, tapi melakukan cuti. Jelas dengan cuti. Hari ini sampai misalnya tiga hari saya cuti untuk kampanye [misalnya]. Itu harus betul-betul dari atribut jabatannya, enggak boleh dikawal, jangan gunakan fasilitas umum juga," tegas Mahfud.
Meski, Mahfud mengaku tak menutup kemungkinan bisa saja ada yang berkampanye meski bukan di masa cuti. Yang jelas aturannya sudah sangat jelas dan tegas mengatur agar tak timbul kecurangan dan ketegangan dalam proses pemilu.
"Itu dari sudut aturan. Artinya semua itu sudah diatur semua tinggal kita melaksanakan dengan konsisten dan konsekuensi atau tidak. Termasuk caleg DPR yang mencalon lagi dan sebagainya. Itu semua sudah diatur," pungkasnya.
Komentar