Menanti Kepastian Pengembalian Aset Nasabah KSP Indosurya (1)

Rabu, 24/05/2023 18:20 WIB
Kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta dipadati para demonstran yang menuntut pengusutan kasus Indosurya serta dikembalikannya aset-aset para korban, Kamis (2/2/2023). Massa aksi menuntut agar dibebaskan Alvin Lim pengacara Indosurya, kembalikan aset-aset, periksa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan penjarakan Henry Surya. Robinsar Nainggolan

Kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta dipadati para demonstran yang menuntut pengusutan kasus Indosurya serta dikembalikannya aset-aset para korban, Kamis (2/2/2023). Massa aksi menuntut agar dibebaskan Alvin Lim pengacara Indosurya, kembalikan aset-aset, periksa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan penjarakan Henry Surya. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya tampaknya tak berhenti sesudah Mahkamah Agung (MA) memvonis pendirinya, Henry Surya dengan hukuman 18 tahun penjara dan denda sebesar Rp 15 miliar. Kenyataannya, persoalan aset dari kasus tersebut kini menjadi babak baru.

Sejauh ini, aset-aset Indosurya yang telah disita mencapai Rp 2,4 triliun. Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan sempat mengatakan aset Rp 2,4 triliun tersebut nantinya bisa dibagikan kepada para nasabah dan kemungkinan masih adanya aset lain yang bisa disita mencapai Rp 3 triliun.

Terkait aset KSP Indosurya senilai Rp 2,4 triliun, Kasubdit III Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Robertus Yohanes De Deo Tresna menerangkan sudah kewenangan jaksa selaku eksekutor yang memutuskan ketentuan soal aturan aset tersebut.

Selain itu, dia pun menerangkan sampai saat ini pihaknya masih mengejar aset di luar terkait kasus Indosurya, khususnya soal dugaan Rp 3 triliun.

"On progress," ucap dia, dikutip dari Kontan, Rabu (24/5/2023)

Sementara itu, salah satu korban Indosurya, Christian mengatakan, memang idealnya aset yang telah disita sebesar Rp 2,4 triliun dibagikan kepada para nasabah.

"Hanya, kan, tidak mencukupi pasti secara proposional, tetapi mesti diklarifikasi lebih lanjut kepada para nasabah," ujarnya.

Menurutnya, karena kasus sudah putus, seharusnya aset sitaan bisa dibagikan kepada para korban. Dia pun menyampaikan masih ada harapan para korban bisa mendapat lebih nilai aset yang disita dari kasus KSP Indosurya.

"Nanti kasus kedua seperti itu lagi, sampai putus. Oleh karena itu, ada peluang di sini kalau aset sitaan kemungkinan bertambah dan korban bisa memperoleh lebih banyak lagi," kata dia.

Soal prosedur pembagian aset, Christian berpendapat para korban kemungkinan akan menunggu salinan putusan pengadilan.

Di sisi lain, Dittipideksus Bareskrim Polri telah melimpahkan barang bukti dan tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) KSP Indosurya, Henry Surya, ke Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia, Jumat (12/5/2023).


Penyerahan tersangka dan barang bukti dalam kasus itu merupakan tahapan susulan setelah Kejagung menyatakan berkas perkara telah lengkap atau P-21. Dengan pelimpahan tahap II tersebut, tersangka Henry Surya dapat segera disidang di pengadilan.

Sebelumnya, Kejagung telah menyatakan berkas penyidikan P-21. Jadi, proses penyerahan tersangka dan barang bukti tersebut menjadi bagian tahap 2 penyidikan.

Terkait hal itu, Kuasa Hukum Henry Surya, Waldus, menyatakan situasi membuat perjalanan kasus menjadi sedikit berubah.

"Sebab, kasasi Henry Surya, kan, diputus 18 tahun. Sehingga, tentu berpikir ulang, masih pentingkah Pasal 263 dan 266? Mengingat pemalsuan sudah masuk pembuktian pada kasus pertama," ungkap dia.

Dia pun merasa aneh kalau Henry harus disidang kembali dengan perkara yang sama. "Betul, karena ini Ne Bis In Idem," kata dia.

Sebagai informasi, Henry Surya telah dua kali ditetapkan sebagai tersangka KSP Indosurya. Pada perkara penggelapan dan penipuan investasi bodong Indosurya, Henry mendapatkan vonis lepas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Setelah itu, saat Polri mendalami soal dugaan TPPU dan pemalsuan dokumen, Henry kembali ditetapkan tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan Rutan Bareskrim Polri sejak 15 Maret 2023.

Henry dijerat dengan tindak pidana pemalsuan dan/atau tindak pidana menempatkan keterangan yang tidak sebenarnya dalam akta autentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2) dan atau pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHP.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar