Menelisik Kasus Hukum Di Sekitar Menteri dan Wamenkumham

Mengungkap Trading in Influence Di Kemenkumham

Sabtu, 20/05/2023 14:03 WIB
Ilustrasi: Dua kasus korupsi/gratifikasi berkaitan dengan trading in infuence yang diduga terjadi di lingkungan Kemenkumham telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasn Korupsi.

Ilustrasi: Dua kasus korupsi/gratifikasi berkaitan dengan trading in infuence yang diduga terjadi di lingkungan Kemenkumham telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasn Korupsi.

law-justice.co -  

Modus dan operandi kejahatan korupsi selalu berganti secara cepat. Laju perubahan perundang-undangan selalu terlambat beberapa langkah di belakang kejahatan itu sendiri. Alhasil, banyak perbuatan yang sejatinya jahat namum tidak bisa dijerat dengan proses hukum karena ketiadaan regulasi yang memadai untuk menjerat pelaku tersebut. Salah satunya ada perdagangan pengaruh atau trading in influence.

Jika berkaca kepada kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini menunjukkan fenomena elit partai yang bekerja sebagai “pengepul” modal politik untuk partai. Jumlah yang dikumpulkan dan ditarget tidak main-main. Berbagai sumber seperti APBN, APBD hingga swasta dijadikan target modal politik. Sayangnya, trading in influence atau perdagangan pengaruh belum diatur secara detil dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa kali membuktikan perkara korupsi yang berawal dari trading in influence, tapi tetap saja perlu upaya membuktikan perbuatan memperdagangkan pengaruh dalam tindak pidana korupsi. Terdakwa juga bisa menjadikan teka-teki tentang jual pengaruh itu sebagai celah untuk meloloskan diri.

Seperti dalam kasus yang telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terjadi di lingkungan Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham). Setidaknya ada dua laporan dugaan kasus korupsi/gratifikasi yang dilayangkan ke Gedung Merah Putih markas KPK. Kasus pertama adalah laporan dugaan adanya monopoli bisnis di lapas yang berelasi dengan Menteri Hukum dan HAM, kasus kedua adalah laporan terkait adanya dugaan gratifikasi dalam penanganan perkara yang berelasi dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham).

Lahirnya (Jeera Foundation) itu justru dari warga binaannya itu sendiri, dari mereka itu mau berubah, mereka mau menjadi lebih baik, mereka sudah menyesali perbuatan mereka. Begitu petikan kalimat yang keluar dari mulut Yamitema Laoly, anak Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly saat menceritakan awal mula terbentuknya Jeera Foundation yang diunggah di YouTube Jeera Foundation pada Oktober 2018 lalu.

Dalam video berdurasi 12 menit itu, nama Yamitema ditulis sebagai Co-Founder dan Chairman Jeera Foundation. Tak ketinggalan, Yasonna juga turut bicara dalam video profile lembaga yang menasbihkan diri sebagai wadah kegiatan pengembangan diri bagi warga binaan pemasyarakatan itu.

“Pemerintah melihat program Jeera ini sebagai salah satu solusi. Saya mengapresiasi program Jeera karena betul-betul memberikan perhatian, bagaimana menguatkan, mendidik (dan) melatih para narapidana untuk menjadi mandiri,” kata Yasonna dalam video itu yang tampak diwawancarai Jeera Foundation di ruang kerja pribadinya.

Kontribusi Yasonna dalam wawancara itu tentunya tidak terlepas dari kemahfuman dirinya soal latar belakang dan orang yang berada di balik Jeera Foundation.

Namun, Yasonna seolah mendadak amnesia saat muncul isu Jeera Foundation dikaitkan dengan dugaan monopoli bisnis di lapas. Politisi Partai PDI-Perjuangan itu tidak mengakui bahwa anaknya terlibat dalam kepengurusan Jeera Foundation. “Yayasan ini (Jeera Foundation) ada, dia (Yamitema) enggak ada di situ," kata Yasonna saat awak media tanyai keterlibatan anaknya, awal Mei 2023.

Dugaan monopoli bisnis yang diduga dilakukan oleh Jeera Foundation santer beredar seusai kesaksian aktor kawakan Tio Pakusadewo di acara YouTube Uya Kuya Tv pada akhir April 2023. Tio yang merupakan residivis kasus narkoba mengungkapkan ada bisnis di lapas yang tampak dikuasai oleh Jeera Foundation tersebut. Kesaksiannya berdasarkan pengalaman selama masa pesakitan, di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

Yamitema T. Laoly.

Berdasar dokumen dan data yang law-justice himpun, kerja sama antara Jeera Foundation dan institusi lapas bermula sejak 2017 di bawah legitimasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham. Kedua institusi dalam satu suara untuk menjadikan lapas sebagai basis industri yang berorientasi bisnis dan menghasilkan profit.

Di tahun yang sama pula Jeera Foundation mendaftar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) logo beserta nama sebagaimana yang terekam di situs PDKI. Tertulis dalam situs, pemilik Jeera atas nama Yamitema T. Laoly. “Pendidikan, Penyediaan latihan Hiburan, Kegiatan Olahraga dan Kesenian,” tulis situs PDKI tentang jenis usaha Jeera.

Setelah terbit nota kesepakatan dengan Kemenkumham, pengaruh Jeera Foundation dalam bisnis di lapas pertama kali dimulai melalui kerja sama dengan Rutan Cipinang. Dalam dokumen berisi 3 lembar itu, Jeera dan Rutan Cipinang bersepakat kerja sama dengan durasi kontrak selama 5 tahun. Agendanya seputar program pengembangan diri bagi warga binaan dalam sejumlah bidang: Barista, kulit, konveksi, seni lukis, seni teater, sablon, tempe, multimedia information technology, pemasaran dan pelatihan musik.

Untuk bidang pertama yang disebut, Jeera membangun sebuah coffee shop bernama Jeera Coffee House di dalam Rutan Cipinang. Saat awal launching kedai kopi itu, Yasonna sempat mampir ke rutan untuk mencicipi kopi buatan Jeera.

Keleluasaan Jeera dalam membangun ekosistem bisnis di Rutan Cipinang, tak terlepas juga dari klausul kerja sama yang memberi kuasa Jeera mengurusi sisi produksi hingga pemasaran.

Pada pelaksanaannya, Jeera justru seakan menjelma menjadi perusahaan bisnis yang berkedok usaha pengembangan diri warga binaan. Ekspansi bisnis Jeera kian kentara dan makin melebar seiring diversifikasi bisnis yang mereka lakoni. Sebab, setelah mendaftar HAKI logo beserta namanya, Jeera juga mendaftarkan dirinya dalam jenis usaha restoran, cafe, rumah makan, katering makanan dan minuman hingga bar.

Masih dalam data PDKI, jenis usaha Jeera juga mencakup penyediaan atau produksi air mineral, air soda, minuman lain yang tidak beralkohol, minuman jus buah-buahan, sirup dan sediaan lain untuk membuat minuman. Tak berhenti di situ, Jeera juga melegalkan lembaganya untuk produksi tas kecil penyimpanan surat dan dokumen, tas kantor, tas tangan, kulit imitasi, tas sekolah, tas untuk bepergian, ransel, koper, dompet dan tas selempang.

Terakhir yang tercatat, Jeera pun mendaftarkan lembaganya untuk penyediaan air mineral dalam kemasan, air mineral dalam galon, air mineral dalam botol, air mineral dalam gelas, air minuman sari buah segar, minuman sari sayuran hingga minuman tanpa alkohol.

Dari kesaksian Tio, produk Jeera, seperti makanan dan minuman dijajakan di sebuah kantin milik Jeera. Bahkan air mineral, kata Tio, dikemas dengan label berwarna kuning, yang kemudian belakangan diketahui label Jeera. Satu botol minum kemudian dibanderol dengan harga mahal, jauh di atas pasaran.

“Harganya antara masuk akal dan enggak masuk akal. Yang enggak masuk akal itu “aqua”-nya. Mereknya satu jenis, bukan Aqua, labelnya sudah diganti,” ujar Tio.

Tak berhenti di Rutan Cipinang, Jeera melebarkan pengaruh bisnisnya di Rutan Bandung. Pada 2020 lalu, Jeera menandatangani kerja sama dengan rutan untuk garap usaha koperasi yang meliputi toko hingga kantin. Kontrak berdurasi 3 tahun hingga Maret 2023.

Dalam klausul awal, pihak rutan diiming-imingi bayaran hak kelola sebesar Rp220.300.000,- yang dibayar tiap bulannya. Namun di tengah jalan, Jeera secara sepihak mengubah klausul perjanjian pembayaran menjadi Rp128.800.000,- saja. Sebagai catatan, kapasitas Rutan Kelas I Bandung mencapai 2.160 orang, yang jika dihitung akumulasi kapital yang didapat Jeera bisa saja lebih besar dibanding pembayaran hak kelola ke rutan.

Pada 2020 juga, Jeera melalui perusahaanya bernama PT Natur Palas Indonesia bersepakat kerja sama dengan Lapas Kelas I Malang, Jawa Timur. Tercantum dalam nota kerja sama, Jeera diberi kuasa untuk menguasai bisnis kuliner di lingkungan lapas. Jeera difasilitasi lapas membangun usaha pojok kuliner atau food court. Dari kerja sama ini, pihak lapas diganjar pembayaran 75% dari hasil penjualan, sisanya mengalir ke rekening Jeera.

Mendengar adanya dugaan praktik monopoli bisnis lapas ini, membuat Yamitema dilapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal Mei 2023. Adalah Komunitas Rakyat Alur Depan Pancasila (Komrad Pancasila) yang melapor. Laporan berdasar pada dugaan adanya tindakan yang bisa bikin rugi negara.

“Kami datang ke KPK itu supaya KPK telusuri praktik-praktik monopoli bisnis itu ada dugaan korupsinya atau tidak,” kata Koordinator Komrad Pancasila Antonny Yudha saat dihubungi law-justice, Rabu (17/5/2023).

Menurutnya, aroma dugaan korupsi santer tercium, terlebih saat heboh pemberitaan isu monopoli bisnis lapas ini. Sebab, selain Yasonna, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej juga membantah isu itu. Lain itu, identitas Jeera Foundation di berbagai media sosial disebut sempat berganti nama. “Ini justru mempertontonkan kepanikan, seperti orang salah tingkah,” kata dia.

Laporan ke KPK, kata dia, ditujukan agar anak Yasonna segera diperiksa. “Karena yang bersangkutan bukan orang asing bagi KPK dan dalam dugaan kasus korupsi,” ujarnya.  Namun, lanjutnya, KPK bisa saja buka opsi memintai keterangan Laoly dan Edward, daripada membiarkan mereka di publik berbicara dengan kebenaran yang patut diragukan. “Kami dorong juga, selain panggil Tema Laoly supaya ada bantahan secara hukum,” tukasnya.

Menkumham Yasonna Laoly. 

Menkumham Yasonna Laoly sontak membantah isu tersebut dan ia menyebutnya itu sebagai kebohongan besar. Yasonna mengatakan bila putranya hanya bekerja sama dengan sejumlah lapas untuk memberikan pelatihan. "Ah, bohong besar itu. Nggak ada. Jadi Jeera itu yayasan yang membina napi, barista, (perajin) kulit, mereka memang ada kerja sama dengan koperasi di tempat dia itu," kata Yasonna melalui keterangan yang diperoleh law-justice.

Selain itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau yang lebih dikenal Eddi Hiariej menanggapi isu yang menyebut Yamitema Laoly anak Menkumham, melakukan monopoli bisnis di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Eddi menyebut bila memang banyak yayasan yang terlibat kerjasama dengan Kemenkumham dalam urusan Lapas. Meski begitu, Eddi membantah bila anak Yasonna terlibat dalam monopoli bisnis lapas dan menyebut bila kabar tersebut merupakan informasi sesat.

"Saya katakan itu informasi yang menyesatkan, mengapa? Tidak hanya yayasan Jeera yang ada di lapas, ada yayasan Maharani, ada yayasan Al Barokah, dan ada banyak yayasan lainnya," kata Eddi saat dikonfirmasi.

Eddy menyebut bila ia sudah mengunjungi ratusan Lapas dan Rutan sepanjang menjabat Wamenkumham dam selama kunjungan itu pula, ia mengklaim tak ada temuan monopoli bisnis Lapas. "Jadi tidak hanya dimonopoli oleh yayasan Jeera saja. Dan tidak hanya 3 yayasan yang saya sebutkan, tapi banyak yayasan yang melakukan kemitraan dan pembinaan di Lapas itu," ujarnya.

Eddy menjelaskan yayasan-yayasan tersebut menjalin kerja sama dengan Kemenkumham salah satunya dalam pembinaan narapidana. Yayasan-yayasan itu disebut berupaya meningkatkan kemampuan napi agar bisa punya kelebihan skill. "Yang dilakukan itu adalah kemitraan  bekerja sama dan melakukan pembinaan dengan warga binaan antara lain ada Senin musik, ada Senin lukis, kerajinan dan lain-lain sebagainya," tuturnya.

Selain itu, Eddy menjamin bila kehadiran yayasan itu justru berdampak positif bagi napi. Ilmu yang diajarkan oleh yayasan dinilai bermanfaat bagi napi ketika kembali ke masyarakat. "Jadi itu justru memberikan bantuan kepada warga binaan dalam pengertian mereka bisa diberdayakan agar ketika kembali ke masyarakat mereka bermanfaat," ucapnya.

Lebih lanjut, Eddy menegaskan Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kemenkumham tak menutup diri kalau ada yayasan yang ingin bekerja sama. Hanya saja, mereka wajib memenuhi mekanisme yang ditetapkan Ditjen PAS. "Dirjen PAS itu terbuka, bukan hanya kepada satu yayasan. Tapi banyak yayasan yang bekerjasama. Dan tentunya ketika akan bekerja sama itu semua ada prosedur-prosedur yang harus dilalui," imbuhnya.

Kepada law-justice, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Ester mengatakan praktik bisnis Jeera Foundation muncul karena konflik kepentingan terbuka lebar. “Itu jelas (konflik kepentingan) karena satu bapaknya itu menterinya. Lapas itu kan di bawah kuasa Kemenkumham dan Yasonna adalah menterinya. Dari sisi itu saja konflik kepentingannya besar karena langsung berkaitan dengan bisnis yang dikuasai oleh orang tuanya,” kata Lola, Rabu (17/5/2023).

Lola bilang KPK mesti bergerak cepat memproses laporan dugaan monopoli bisnis yang sarat konflik kepentingan ini. Sebab, yang mesti dipotong terlebih dahulu adalah relasi Yasonna dan anaknya sebelum eskalasi konflik kepentingan naik. “Konflik kepentingan itu jadi berbahaya ketika dibiarkan, terlepas dari ada benefit yang diterima atau tidak. Karena itu bisa aja kayak inden. Jadi dia enggak muncul sekarang, tapi bisa di belakang,” ujar dia.

“Apakah berujung tindak pidana korupsi sebagai sebuah kemungkinan, mungkin aja,” ia menambahkan.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Santoso. (Viva)

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Santoso mengatakan Yasonna Laoly perlu mundur dari jabatan Menkumham jika anaknya terbukti berbisnis di lembaga pemasyarakatan (lapas). Menurutnya, memang tak ada larangan bagi anak menteri berbisnis di tempat orang tuanya bertugas. Hanya saja, hal itu berkaitan dengan etika.

Apalagi, lanjut Santoso sebagai pejabat publik seharusnya Yasonna bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. "Jika terbukti benar apa yang di publik ramaikan ini bahwa anaknya Menkumham berbisnis di lingkungan Kemenkumham, maka tidak ada cara lain selain Menkumham mundur," kata Santoso saat dihubungi.

Santoso menyatakan praktik bisnis anak seorang menteri termasuk praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dia mengatakan praktik semacam itu marak di era Orde Baru. Santoso berharap Presiden berani untuk melakukan bersih-bersih di lingkaran kabinetnya. Ini tentu akan menjadi tantangan tersendiri untuk Jokowi. "Apakah presiden Jokowi berani melawan arus parpol koalisi pendukungnya kita tunggu saja," ujarnya.

Selain itu, Santoso mengakui selama ini belum pernah ada menteri yang mengundurkan diri secara sukarela meski telah melakukan pelanggaran etika. "Jangankan melanggar etika yang jelas melanggar aturan saja pejabat kita tidak mau mundur," tandasnya.

Meskipun demikian, Santoso juga meminta kepada semua pihak agar tidak menuduh dulu sebelum Yamitema Tirtajaya Laoly terbukti melakukan bisnis di proyek pengadaan Lapas. Pasalnya, hingga saat ini belum ada aturan yang melarang anak pejabat berbisnis di tempat orang tuanya bertugas. "Kalau terbukti memang tidak ada larangan anak pejabat berbisnis di tempat orang tuanya bertugas," ucapnya. 

Ketua Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57+ Institute) Praswad Nugraha menuturkan perusahaan atau lembaga yang dimiliki oleh keluarga dari pejabat negara itu sarat kepentingan yang bisa berujung tindak pidana korupsi. Ia merujuk pada penanganan kasus semasa menjadi penyidik KPK. “Sewaktu saya menjadi penyidik, anaknya punya perusahaan, itu sudah jadi milik bapaknya. Saya anggap itu milik dia (bapaknya) walaupun atas nama anaknya. Karena rata-rata koruptor pasti menggunakan atas nama kepemilikan aset-asetnya itu dengan nama anak, istri dan keluarga lain,” kata dia saat dihubungi Law-justice, Kamis (18/5/2023).

Menurutnya, delik hukum terkait pelanggaran Undang-undang Pemberantasan Tipikor bisa dikenakan sepanjang ada pembuktian keterlibatan Yasonna dalam pusaran bisnis anaknya. Dalam relasi bapak-anak ini mesti ditelisik dulu bagaimana Jeera Foundation bisa kuasai bisnis lapas. “Jika terbukti ada pengadaan barang dan jasa yang dimenangkan oleh Jeera Foundation, maka selanjutnya segera diusut apakah Menteri Yasonna telah memenuhi unsur pasal 12 i UU Tindak Pidana Korupsi atau tidak,” ujar dia.

Adapun bunyi pasal 12i UU Tipikor berikut: “Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.”

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menyampaikan dugaan korupsi dalam kasus ini bisa saja berkutat pada gratifikasi atau suap. Tidak hanya Yasonna yang memungkinkan terlibat, tapi juga bawahan Yasonna. “Banyak lapis yang terlibat, ada Dirjen PAS, ada kalapas di tempat-tempat beroperasi (Jeera) yang turun lapangan, (lalu) ada pihak PPK untuk menyetujui,” kata Isnur kepada Law-justice, Rabu (17/5/2023).

Sementara itu, terkait dengan hal tersebut Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menyebut bisnis gelap yang sering dijalankan pada narapidana di lembaga pemasyarakatan (lapas) tidak terlepas dari keterlibatan pada elit di negeri ini. Ficar mengatakan akses pada kekuasaan merupakan kunci untuk bisa menjalankan bisnis gelap tersebut agar tidak tersentuh hukum. Menurutnya, bisnis tersebut bisa berjalan bila seseorang mempunyai akses kepada para elit supaya berjalan lancar.

"Ya biasanya yang bertani bisnis gelap itu orang yang punya akses pada kekuasaan, ya seperti anak menteri, ponakan menteri atau semacamnya," ujarnya saat dihubungi. 

Bisnis gelap seperti narkoba dan lainnya memang memberi keuntungan yang sangat besar bagi para pelakunya. Disamping itu, resikonya juga sangat tinggi sehingga para pelaku apalagi yang berada dalam lapas selalu mengandalkan elit sebagai backing-an. 

Untuk itu, kata Abdul, agar bisnis gelap seperti itu benar-benar diberantas hingga akar, penindakannya pun harus tegas. Tidak boleh ada tebang pilih dalam penindakan.  "Jadi jika harus ditindak, dilarang, maka harus dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk bulu hidung maupun bulu kuduk harus dibersihkan," tegasnya.

 

Kasus Hukum di Circle Wamen

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melaporkan Wakil menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan tersebut dilayangkan pada Selasa, 14 Maret 2023 terkait dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) penerimaan gratifikasi. 

Sugeng melaporkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej kepada KPK pada Selasa 14 Maret 2023 lalu. Pelaporan tersebut dilakukan atas dasar dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar melalui dua asisten pribadinya.

Menurut Sugeng, kasus ini bermula dari sengketa kepemilikan PT Citra Lampia Mandiri (CLM) yang berlokasi di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Sengketa itu melibatkan Helmut Hermawan (HH) dengan Zainal Abidinsyah Siregar (ZAS). Sugeng pun menceritakan awalnya HH memberikan uang melalui asisten pribadi Eddy Hiariej berinisial YAR. 

"Pertama, April dan Mei ada satu pemberian dana masing-masing Rp 2 miliar, Rp 2 miliar (total) sebesar Rp 4 miliar yang diduga diterima oleh Wamen EOSH melalui asisten pribadinya di Kemenkumham Saudara YAR," kata Sugeng kepada Law-Justice.

Menurutnya, pemberian ini dalam rangka konsultasi hukum Helmut kepada Wamen Eddy Hiariej. Kemudian oleh Eddy Hiariej diarahkan untuk berhubungan dengan YAR. Sugeng juga mengaku memiliki bukti pesan teks dengan Eddy Hiariej bahwa yang bersangkutan membenarkan memiliki aspri berinisial YAR dan satu lagi YAM. 

"Peristiwa kedua adalah pemberian dana tunai yang diperkirakan informasi kami Agustus 2022 sebesar Rp 3 miliar dalam bentuk mata uang dollar yang diterima tunai oleh juga asisten pribadi YAR, di ruangan Saudara YAR. Diduga atas arahan Saudara Wamen EOSH," kata dia. 

Uang itu, menurut dia, diberikan oleh Helmut selaku Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri. "Pemberian tersebut diduga dikaitkan dengan permintaan bantuan pengesahan badan hukum dari PT CLM untuk disahkan oleh AHU (Administrasi Hukum Umum). Informasinya pengesahan tersebut muncul," kata dia. 

Namun kemudian, lanjut Sugeng, yang terjadi pada 13 September 2022 pengesahan tersebut dihapus. Kemudian muncul susunan direksi baru PT CLM di bawah kepemimpinan ZAS. "Jadi kecewa saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa," kata dia. 

Dia mengklaim pada 17 Oktober 2022, dana Rp 4 miliar ditambah Rp 3 miliar itu dikembalikan melalui transfer oleh Saudara YAR ke rekening PT CLM. Dan di hari yang sama juga, PT CLM mengembalikan uang tersebut ke rekening YAM, yang juga aspri Wamen Eddy Hiariej. 

Sugeng mengklaim mendapatkan bukti chat yang meminta HH memasukkan nama YAR dan orang berinisial YAM mewakili Eddy sebagai komisaris. "Kemudian yang masuk sebagai komisaris atas nama Eddy itu YAM dan sudah mendapat honor 2 bulan. Dari PT CLM dibayar melalui transfer ke rekening YAM senilai Rp 240 juta untuk 2 bulan. Rp20 juta untuk YAM, Rp100 juta untuk Eddy," ucapnya.

Ia berharap KPK akan menangani kasus Eddy, YAR, YAM, manajemen PT CLM, dan anggota masyarakat yang mengadu kepada pihaknya secara profesional dan mendalam. 

Laporan Sugeng ini dibalas dengan laporan.  Sugeng dilaporkan oleh asisten Eddy  Hiariej bernama Yogi Arie Rukmana ke Bareskrim Mabes Polri. Yogi melaporkan Sugeng atas tuduhan pencemaran nama baik.

Ketua Presidium IPW, Sugeng Teguh Santosa. (Kronologi)

Yogi tak menampik adanya transfer Rp7 miliar dari eks Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan kepada dirinya dan Yosi Andika Mulyadi. Yogi mengatakan Rp7 miliar itu merupakan upah konsultasi hukum kepada Yosi saat pertemuan dengan Helmut.

“Kalo transfer itu benar cuma narasinya yang salah. Itu kan fee lawyer. YAM itu adalah lawyer. Dia bukan aspri, itu yang benar. Jadi yang benar uang pembayaran sebagai kuasa hukum,” kata Yogi setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Senin (10/4/2023).

Hal senada juga disampaikan oleh Edi Hiariej di kanal youtube Keadilan TV, Rabu (17/5/2023). Menjawab pertanyaan host, terkait laporan oleh IPW ke KPK, menurut Eddi hal itu bukan pertanyaan berat, justru pertanyaan yang paling ringan dijawab. “Karena itu tidak pernah terjadi. Kalau yang sulit itu kalau itu pernah terjadi kemudian saya berkilah. Ini kan hal yang tidak pernah terjadi, kalau tidak pernah terjadi kenapa harus dipusingkan itu saja,” ujarnya.

Dia menambahkan,  di dalam aduan IPW, berdasarkan 4 bukti transfer. Menurutnya bukti transfer Rp 7 miliar yang dimasudkan itu kan dikirim kepada Yosi Andika Mulyadi seorang pegacara. “Dia itu lawyer bukan aspri saya. Ini yang membuat salah paham, aspri saya itu namanya bukan Yosi. Yoshi Andika Mulyadi yang diinisialkan YAM pure lawyer,” katanya.

Singkat cerita, Eddi menceritakan cikal bakal kejadian tersebut. Helmut ini meminta bantu kepadanya terkait perkara.  Karena ini berkaitan dengan pedata, dia mengaku tidak menguasai. Latar belakangnya hukum pidana. Lalu ada permintaan lebih lanjut untuk cari lawyer yang dia percayai. “Yosi Andika Mulyadi ini mahasiswa saya ya sudah saya bilang silahkan ke Helmut itu kalau kamu cocok silahkan diteruskan, kalau nggak ya sudah,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan buka suara terkait pengaduan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan gratifikasi sebesar Rp7 miliar oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiarej.

Kuasa Hukum Helmut, Rusdianto mengklaim kliennya tidak pernah berniat memberikan dana sedikitpun kepada pihak-pihak yang dilaporkan oleh IPW kepada KPK. Ia berdalih kliennya justru mengalami pemerasan agar memberikan sejumlah uang kepada pihak tersebut.

Meski begitu, Rusdi mengaku pihaknya menghormati langkah IPW yang melaporkan peristiwa itu kepada lembaga rasuah. "Posisi klien kami Helmut Hermawan adalah sebagai korban pemerasan mengingat awalnya tidak ada niatan sedikit pun untuk memberikan sejumlah dana kepada oknum pejabat yang dilaporkan oleh IPW tersebut," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (16/3/2023).

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus meminta masyarakat mengawal laporan Indonesia Police Watch (IPW) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

"Pada prinsipnya kita harus mengawal proses yang dilakukan oleh KPK, saya kira itu penting dilakukan," ujar Lucius saat dikonfirmasi.

Lucius berharap masalah ini bisa diklarifikasi oleh Komisi III DPR RI kepada Wamenkumham. Klarifikasi bisa dilakukan saat Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

"Saya kira kalau memang sudah ada agendanya untuk rapat kerja antara Komisi III dengan Kementerian Hukum dan HAM, itu bisa menjadi momentum bagi Komisi III meminta klarifikasi atas munculnya banyak dugaan terhadap Wamenkumham," kata dia.

Menurutnya, jika IPW sebagai pelapor memiliki bukti yang cukup kuat mengarah pada unsur dugaan pemerasan, maka tinggal menunggu proses selanjutnya dari KPK apakah laporan tersebut terbukti atau tidak. Lucius mengatakan praktik korupsi, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hingga gratifikasi sudah menjadi penyakit kronis dilakukan pejabat publik.

"Kenapa kita menunggu proses hukum itu, karena saya kira gratifikasi, korupsi, pencucian uang itu merupakan ‘penyakit’ yang sejauh ini nyaris tidak bisa kita bantah. Karena masih menjadi penyakit yang terjadi pada para birokrat kita. Baik di pemerintah, legislatif, yudikatif, Kejaksaan dan juga pengadilan," kata dia.

Sehingga menurutnya, setiap hal yang muncul terkait dengan dugaan korupsi, gratifikasi, hingga pencucian uang adalah hal yang wajib untuk segera ditindaklanjuti. "Karena itu saya kira jika ada setiap dugaan yang muncul terkait dengan gratifikasi, korupsi, pencucian uang dan lain sebagainya, ya wajib untuk ditindaklanjuti," lanjutnya.

Wakil menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. (Radar Aktual)

Koordinator Divisi Hukum Jaringan Tambang (Jatam), Muh. Jamil mengatakan, kasus dugaan gratifikasi yang diterima oleh Wamenkumham Edward sebesar Rp7 miliar merupakan imbas dari rentetan upaya Direktur Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan yang mentok. “Helmut ini memberi sejumlah uang ke wakil menteri karena sudah kehabisan cara. Latar belakangnya, Helmut ini sebenarnya dikerjain oleh sekelompok mafia yang pada akhirnya mengambil alih tambang milik Helmut padahal sebelumnya tambang itu mau dibeli oleh seorang pengusaha, 82 juta dolar, tapi kemudian di-DP 20 miliar” kata Jamil kepada law-justice, Kamis (18/5/2023).

Pengusaha yang disebut Jamil akan membeli perusahaan tambang nikel Helmut adalah Zainal Abidinsyah Siregar, seorang pengusaha pemilik PT Aserra Mineralindo Investama. Zainal ini, kata Jamil, berafiliasi dengan Andi Syamsuddin Arsyad atau populer dengan nama Haji Isam.

Dalam kasus ini, Zainal menuduh Helmut melakukan penipuan dan penggelapan atas konsesi wilayah tambang yang semulanya disebut Helmut seluas 10 ribu hektare, namun nyatanya hanya seluas 2.660 hektare. “Sehingga terjadi sengketa. Arena sengketa di BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Tapi ternyata kelompok Haji Isam Cs dimenangkan yang tidak dibayarkan. Bahkan Helmut kena denda 20 miliar,” kata Jamil.

Tak bisa kuasai secara legal, pihak Zainal lantas berupaya mengakuisisi kepemilikan PT CLM dari Helmut. Jamil mengatakan, tetiba status PT CLM yang semulanya atas nama milik Helmut berubah statusnya menjadi Zainal di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU). Padahal, yang di saat sama, relasi Edward dan Helmut ini sedang berjalan dalam pengkondisian perkara sengketa. “Yang terjadi di sengketa PT Citra Lampia ini ada suatu praktik para mafia tambang itu menggunakan cara-cara gelap di sekitar hukum untuk merampas atau membeli IUP orang lain secara murah,” kata Jamil.

Dia bilang, perubahan nama direktur tidak bisa begitu saja terjadi, sebab mesti ada prosedural hukum, seperti adanya Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS). Menurutnya, ada peranan Kemenkumham dalam legalitas. “Kalau dilihat pada peristiwa suatu AHU bisa berubah, pasti Kemenkumham terlibat,” kata dia. 

Jamil menuturkan, peranan Edward bisa saja bermain dalam dua kubu, baik Helmut maupun Zainal. “Menarik untuk ditelisik apakah Wamenkumham Eddy ini terlibat dalam proses pertama sehingga ada perubahan nama direktur dari Helmut. Jangan-jangan dia main di keduanya,” kata dia.

Sehingga, Jamil menduga peranan Edward demikian bisa dikatakan sebagai mafia tambang. Dalam kasus ini, Edward bukan satu-satunya penyelenggara negara yang bermain. Sebab, pihak Kementerian ESDM juga mengambil peran dalam izin pertambangan. “Sebuah kejahatan tidak bisa dipisahkan antara kejahatan korporasi dan kejahatan negara. Sehingga tidak menutup kemungkinan seorang Wamenkumham dan mungkin juga oknum yang lain di institusi negara termasuk dalam mafia tambang,” ujar dia.

Aktor mafia tambang, katanya, tentu juga berkutat pada pengusaha yang bersengketa, antara Helmut dan Zainal.  Sebab, keduanya diduga sama-sama berusaha memanfaatkan relasi kekuasaan hukum yang dimiliki Edward. Peranan Edward yang diduga berlangsung demikian, menurut Jamil, berkaitan dengan masalah kapasitas pejabat. “Karena kapasitasnya tidak sesuai itu sangat mungkin mengambil peran dua hal, pertama, dia akan menjadi pelaku dan bersama-sama dalam tindak kejahatan atau di sisi lain digunakan pihak lain sebagai pion untuk melawan tindak kejahatan pula. Itu bahayanya ketika jabatan tertentu diduduki oleh orang-orang yang berkapasitas masalah,” kata dia.

Menkopolhukam mengeluarkan surat rekomendasi yang ditujukan kepada Kemkumham terkait dengan penanganan kasus Mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan. Rekomendasi itu dikeluarkan setelah Kemenkopolhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkopolhukam, Sugeng Purnomo menggelar sembilan kali rapat dengan mengundang Kementerian ESDM, Kemenkumham, penyidik Bareskrim Polri, Polda Sulawesi Selatan, Helmut Hermawan dan Zainal Abidinsyah Siregar.

Sugeng Purnomo, dalam surat rekomendasi tersebut mengatakan bahwa perizinan AHU perusahaan tambang PT CLM yang saat ini diambil alih oleh Zainal Abidinsyah Siregar sebagai Direktur Utama berpotensi melanggar hukum di kemudian hari. "Pihak Kementerian ESDM menyatakan berdasarkan Pasal 93A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, bahwa pemegang IUP dan IUPK dilarang mengalihkan kepemilikan saham tanpa persetujuan Menteri ESDM," ujar Sugeng dalam surat rekomendasi yang dikutip pada Rabu (3/5/2023).

Dalam surat tersebut, pihak Helmut Hermawan menyebutkan bahwa perubahan pemegang saham melalui Akta Notaris Oktaviana Kusuma Anggraini, Nomor 01 Tanggal 3 November 2022 diduga dilakukan tanpa adanya persetujuan Menteri ESDM dan melanggar Ketentuan Pasal 93A UU Nomor 3 Tahun 2020. Untuk itu, Kementerian ESDM akan melakukan penelaahan terkait sanksi yang akan dijatuhkan kepada PT. CLM apabila telah terbukti melanggar ketentuan Pasal 93A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.

“Kepada Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan perbaikan pada SABH (Sistem Administrasi Badan Hukum),” tulis Sugeng dalam surat tersebut.

Rekomendasi dari Menkopolhukham untuk melakukan perbaikan pada SABH (Sistem Administrasi Badan Hukum) sebenarnya bukan cerita lama. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) telah menemukan adanya titik lemah dalam sistem itu. Temuan tersebut termaktub pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2020. Dalam laporan tersebut dikatakan, terdapat pelaksanaan pemblokiran/pembukaan blokir akses SABH pada Kemenkumham dilakukan oleh unit yang tidak berwenang serta berdasarkan perintah lisan. Selain itu, terdapat pelayanan pemindahan jabatan notaris melanggar kategori kewilayahan dan masa tugas.

 

Tabel IHPS II 2020 Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Selain tersangkut kasus gratifikasi, Edward juga kini berhadapan dengan kasus yang menyangkut keponakannya. Edward melaporkan keponakannya yang bernama Archi Bela dalam kasus pencemaran nama baik lantaran menggunakan namanya untuk pemungutan uang ke sejumlah pihak. Archi lantas dijerat Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) dan/atau Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang ITE atau Pasal 310 KUHP atau Pasal 311 KUHP.

Menurut kuasa hukum Archi, Slamet Yuono, delik hukum yang dipersoalkan oleh Edward tidak memiliki dasar kuat. Sehingga, pihaknya akan melakukan upaya hukum lanjutan. “Benar tidak ada unsur pidananya, kalau kami lihat itu lemah sekali untuk dinaikkan ke penyidikan. Makanya kami akan uji dalam sidang praperadilan dalam upaya penetapan tersangkanya tidak sah,” kata Slamet saat dihubungi law-justice, Rabu (17/5/2023).

Praswad mengatakan, masalah antara paman dan keponakan ini mengarah pada patgulipat antara mereka. Edward yang memiliki akses kepada kekuasaan berelasi dengan keponakannya yang kemudian menjadi lahan proyek. Namun, karena ada suatu hal yang melenceng dari kesepakatan, lantas muncul persoalan.

“Melakukan sesuatu pasti atas persetujuan dia (Wamenkumham Eddy). Kalau keponakan kita masuk ke bisnis di kementerian yang kita kuasai, terus ada keponakan cari proyek, jual jasa hukum, pengurusan, itu kan udah jelas-jelas mempertontonkan praktik korup secara terbuka,” kata dia.

“Kondisi seperti ini sudah melanggar etik, sebagai etika seorang pejabat wakil menteri terlibat dalam pusaran konflik kepentingan seperti ini. Seharusnya sudah bisa diambil tindakan tegas, pemberhentian,” imbuh dia.

Sementara itu pengamat politik Rocky Gerung menilai, dari dua kasus ini terlihat bagaimana krisis etika terjadi di pejabat-pejabat negeri ini. Ada etik yang tak lagi dihormati oleh pejabat negara.

Kalau ada anaknya diduga korupsi, terus bapaknya membela dan bilang tidak ada. Mestinya ada pihak ketiga yang membantah, jangan pejabat yang bersangkutan apalagi ini bapaknya sendiri. Bahkan, kata dia, dalam hukum pun orang yang sedarah tidak bisa saling memberikan kesaksian.

Hal serupa juga dia sampaikan untuk Wamenkumham Eddi Hiariej. Menurutnya harus ada pihak ketiga atau lembaga independen yang menilai kasus-kasus yang tengah membelit keduanya. Namun, dia menegaskan secara etik keduanya layak dipecat karena sudah tidak pantas menjadi pejabat.

Pengamat Politik Rocky Gerung. (Instagram: Rocky Gerung)

Kasus-kasus yang terjadi di lingkunan Kementerian Hukum dan HAM ini memiliki ciri perdagangan pengaruh atau trading in influence. Meskipun harus dibuktilkan lebih dalam tentang pengaru yang diperdagangkan dan  juga apakah pemilik pengarus secara sadar telah memberikan otoritas kepada pihak-pihak tertentu. Dalam kasus Archi Bela, Wamenkumham Eddi Hiariej menyangkal memberikan privilese tersebut dan tegas menyatakan namanya dicatut oleh keponakannya. Dia pun tak segan melaporkannya ke Bareskrim Mabes Polri.

Meski trading of influence tidak secara eksplisit diakomodasi dalam hukum kita. Namun, aplikasi dan tindak lanjut dari trading in influence ini jika ditelisik lebih lanjut akan menunjukkan dugaan korupsi sesuai UU Tipikor. Seperti dalam kasus Jeera yang telah dilaporkan ke KPK dengan tudingan memonopoli bisnis di lapas/rutan. Pendalaman dari kasus ini bisa mengarahkan apakah terjadi penyalahgunaan kewenangan yang berbasis trading of influence yang berpotensi merugikan keuangan negara atau tidak.

Demikian pula dengan kasus yang menyenggol Wamenkumham. Meskipun tidak diakui, tetapi modus jual pengaruh telah dilakukan oleh Archi Bella dalam mengutip sejumlah uang dari korban-korbannya. Tentunya laporan terhadap Archi Bella di Bareskrim  harus bisa mengungkap tuntas relasi antara Archi Bella dan pamannya dalam modus mengutip duit rekanan dan pegawai tersebut.

Terlepas dari proses hukum yang tengah berjalan di KPK dan Mabes Polri. Kasus ini telah menunjukkan secara gamblang kepada publik, bagaimana pejabat-pejabat negara secara terbuka di depan publik terang-terangan melakukan hal yang melanggar etik pejabat negara. Publik menyaksikan secara gamblang bagaimana Yasona Laoly membela anaknya, meskipun mungkin faktanya benar, namun tak elok seorang menteri membela anaknya yang sedang dilaporkan ke KPK atas kasus yang terjadi di kementriannya.  

Hal serupa pun nyata dilakukan oleh Wamnkumham Eddi Hiariej yang secara gamblang menyatakan telah memfasilitasi kasus hukum dengan memediasi dan merekomendasi pegacara kepada pihak terkait. Meskipun dia menyatakan hanya menawarkan, namun pihak Helmut selaku yang ditawarkan melihat potensi dan pengaruh Eddi di Kementrian tersebut.

Tampaknya tak salah, jika kemudian ada pihak mendesak agar Menkumham dan Wamenkumham di-nonaktifkan sementara penegak hukum menjalankan tugasnya menangani laporan-laporan terkait mereka. Selain untuk menjaga dan memulihkan etik sesuai revolusi mental, pentingnya lagi adalah untuk menjaga citra lembaga dan tidak intervensi proses hukum yang berjalan. 

 

Ghivary Apriman

Rohman Wibowo

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar