Negara-negara ini Berupaya Keras Agar Perempuan Mau Melahirkan (3)

Sabtu, 20/05/2023 11:00 WIB
Anak-anak di Jepang (Reuters)

Anak-anak di Jepang (Reuters)

Jakarta, law-justice.co - Tetapi, apakah langkah-langkah ini berhasil?

Data selama beberapa dekade terakhir dari Jepang, Korea Selatan, dan Singapura menunjukkan bahwa upaya untuk meningkatkan populasi mereka hanya berdampak kecil.

Kementerian Keuangan Jepang telah menerbitkan sebuah studi yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut gagal.

Pernyataan itu juga dibenarkan oleh PBB.

“Kami paham dari sejarah bahwa jenis kebijakan yang kami sebut sebagai rekayasa demografis, di mana mereka mencoba mendorong perempuan untuk memiliki lebih banyak bayi, tidak berhasil,” kata Alanna Armitage dari Dana Populasi PBB, dilansir dari BBC.

“Kita perlu pemahami faktor penentu yang mendasari mengapa perempuan enggan memiliki anak, seringkali karena tidak bisa menggabungkan kehidupan kerja mereka dengan kehidupan berkeluarga mereka,” sambungnya.

Tetapi di negara-negara Skandinavia, kebijakan untuk meningkatkan kesuburan ini telah berdampak lebih baik dibandingkan di Asia, menurut Peng.

“Alasan utamanya adalah karena mereka memiliki sistem kesejahteraan yang baik dan biaya membesarkan anak lebih murah. Kesetaraan gender mereka juga jauh lebih berimbang dibanding negara-negara Asia.”

Negara-negara Asia memiliki peringkat lebih rendah berdasarkan laporan kesenjangan gender global oleh Forum Ekonomi Dunia.

Ada juga pertanyaan besar soal bagaimana upaya-upaya berbiaya besar ini harus didanai, terutama di Jepang, sebagai negara maju yang paling banyak berutang di dunia.

Pilihan yang dipertimbangkan di Jepang termasuk menjual lebih banyak obligasi pemerintah, yang berarti menambah utangnya, menaikkan pajak penjualan, atau menaikkan premi asuransi sosial.

Opsi pertama menambah beban keuangan bagi generasi mendatang, sedangkan dua opsi lainnya akan menekan pekerja yang berjuang memenuhi kebutuhan hidup, yang justru meyakinkan mereka untuk memiliki lebih sedikit anak.

Namun Antonio Fatas, profesor ekonomi di INSEAD mengatakan bahwa terlepas dari apakah kebijakan ini berhasil, negara-negara ini harus berinvestasi dalam hal ini.

“Tingkat fertilitas memang belum naik, tapi kalau dukungannya berkurang? Mungkin malah bisa lebih rendah lagi,” kata dia.

Pemerintah di negara-negara ini juga berinvestasi pada bidang lain untuk mempersiapkan ekonomi mereka menghadapi populasi yang menyusut.

"China telah berinvestasi dalam teknologi dan inovasi untuk menutupi penurunan angkatan kerja dengan tujuan mengurangi dampak negatif dari populasinya yang menyusut," kata Peng.

Selain itu, meski tetap tidak populer di negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan, para pemangku kebijakan tengah mendiskusikan perubahan peraturan imigrasi mereka untuk mencoba menarik pekerja muda dari luar negeri.

“Secara global, tingkat kesuburan menurun sehingga akan timbul perlombaan untuk menarik generasi muda datang dan bekerja di negara mereka,” kata Peng.

Terlepas dari apakah dana itu telah dicurahkan dengan baik untuk kebijakan terkait kesuburan, pemerintah di negara-negara ini sepertinya tidak memiliki pilihan lain.

 

Sumber: BBC News Indonesia

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar