Maizhun Ilwan Ridhwan, Ketua Dewan Adat Tobungku Morowali, Sulawesi Tengah
Kembali ke Akar Budaya, Selamatkan Alam dari Eksploitasi di Morowali

Maizhun Ilwan Ridhwan, Ketua Dewan Adat Tobungku Morowali, Sulawesi Tengah (Law-Justice/Devi Puspitasari)
Morowali, Sulawesi Tengah, law-justice.co - Eksploitasi tambang berlebihan di sejumlah daerah Morowali, Sulawesi Tengah membuat lingkungan ekologi rusak. Pemerintah Kabupaten Morowali seolah tak berdaya menghadapi serbuan perusahaan tambang asing. Warga belum siap, warga adat atau warga asli juga belum memiliki jurus pamungkas untuk menolak kehancuran alam dan manusia di Morowali.
Warga adat bukan hanya diusik, tapi juga dipaksa untuk menyesuaikan diri tanpa kompromi dan tanggung jawab. Arus modal dalam bentuk investasi tambang seolah menenggelamkan tradisi dan nilai-nilai yang dibangun oleh para petua untuk hidup harmonis dengan alam.
Dulu Morowali sepi, mulai 2014 Morowali riuh, lalu lalang kendaraan besar di jalur sempit dan kapal tongkang membuat laut tak lagi biru akibat limbah pembuangan pabrik pengolahan tambang.
Namun setelah Beleid larangan ekspor mineral mentah yang mulai berlaku, membuat perusahaan tambang pemegang izin usaha pertambangan (IUP) menghentikan operasinya. Raksasa-raksasa pengolahan nikel, kebanyakan asal Cina, justru datang dengan deras hingga sulit dibendung.
Tak dipungkiri, nikel merupakan salah satu hasil tambang andalan untuk membuat Indonesia perkasa secara ekonomi di dunia. Bahan mineral ini berupa logam putih keperakan, nikel ketahui punya senyawa metalik yang kuat, padat dan bertahan di suhu yang terpanas, nikel banyak digunakan dalam pembuatan bahan tahan karat atau stainless steel. Baja tahan karat ini banyak dipakai dalam peralatan sehari-hari manusia, mulai dari peralatan dapur, elektronik, transportasi, hingga luar angkasa.
Baterai untuk kendaraan ramah lingkungan juga terus dikembangkan alih-alih energi hijau, kerusakan alam justru seperti sulit dikendalikan. Lebih ironis lagi, yang disebut ramah energi bagi manusia belum tentu juga ramah terhadap alam, buktinya Morowali, sebagai penghasil Nikel terbesar di Indonesia nyatanya membuat Morowali di ujung kehancuran baik sosial, budaya juga alamnya.
Dua sisi mata uang dari eksploitasi alam berlebihan di Morowali, memang meningkatnya pembangunan di Morowali, akan tetapi kehancuran manusia akibat ekspolitasi alam juga sudah di titik mengkhawatirkan.
Ketua Dewan Adat Tobungku Morowali, Sulawesi Tengah Maizhun Ilwan Ridhwan mengungkap kondisi memprihatinkan alam dan manusia di tempat kelahirannya itu. “Morowali sudah tidak seperti dulu, kini arus modal datang sangat deras disini, akan tetapi tanpa dibarengi dengan kesiapan kita sebagai warga adat untuk menangkal dampak negative ekploitasi alam besar-besaran ini,” ungkapnya Kepada Law-Justice.co, Kamis (13/4/2023) lalu.
Sebagai putra asli adat Tobungku, Ridhwan mengakui adanya gagap budaya atau culture Shock yang dialami warga Morowali menjadi penyebab kekacauan tatanan sosial dan budaya. “ Kami masih kesulitan dalam menkomunikasikan perihal nilai-nilai asli daerah kami, karena semua datang dengan begitu cepat dan sangat massif,” Ujar Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Morowali ini.
Diakui Ridhwan, eksploitasi alam tanpa dibarengi tanggung jawab terhadap kehidupan manusia akan menghancurkan.” Yang paling memprihatinkan dari hancurnya alam pastinya akan kembali ke manusia lagi, alam akan memberikan apa yang sudah kita berikan,” cetus Ridhwan yang akrab disapa Pak John ini.
Ridhwan mengungkap, dominasi tenaga kerja asing begitu massif, sehingga dinamika persoalan sosial menjadi meningkat. “ Kehadiran pekerja asing terlalu masif, ini masalah kebutuhan, keinginan dan harapan. Seringkali terjadi kesalahpahaman, misalnya, dianggap pekerja asing dari Cina dibayar lebih tinggi dari pekerja Indonesia, padahal mereka dibayar dalam bentuk Yuan bukan rupiah, mereka dipotong pajak di negaranya sendiri, di tempat kerja pekerja cina dipisah tempat kerja, angkutan hingga tempat makannya,” beber dia.
Kondisi sosial warga di sekitar tambang juga tak lepas dari perhatian Dewan Adat, Ridhwan mengaku beberapa kali menyorot kondisi sosialnya dan meminta pemkab Morowali agar lebih tegas dan aktif dalam mengatasi persoalan sosial kemasyarakatan.“Kondisi paling memprihatinkan adalah warga di sekitar pabrik tambang, para pendatang yang hidup di rumah kos, baik dalam bangunan permanen maupun non permanen, seperti contohnya di Bahodopi, tempat tinggal mereka tak layak huni, fasilitas air bersih minim, polusi udara. Kami mendorong pemkab untuk membuat pipanisasi air bersih yang layak untuk warga.” Tandasnya.
“Nelayan kehilangan mata pencaharian akibat terumbu karang rusak dan tidak ada ikan yang bisa dijala, maka kami mendorong agar perusahaan tidak membuang imbah ke laut” lanjut dia.
Ridhwan mengakui semula adanya hambatan komunikasi yang sulit diatasi akibat belum ditemukan jalan tengahnya. “Kondisi Morowali saat ini adanya hambatan komunikasi antara warga, Pemkab dan pengusaha yang berinvestasi tambang disana, sayangnya masuknya permodalan ke Morowali belum dibarengi dengan pembangunan manusianya, masyarakat Morowali seperti belum siap, ini juga yang memicu banyaknya kesalahpahaman pekerja lokal Morowali dengan pencari kerja asing maupun dari luar daerah, tapi kami optimis bisa segera bisa teratasi jika kita mau berupaya, mencari solusi, " ungkap dia.
Dewan Adat Morowali baru lahir pada 2021 setelah alam Morowali kadung rusak dan banyak nyawa manusia terancam selama hampir puluhan tahun, inilah yang mendorong dibentuknya Dewan Adat. “Dewan adat Morowali baru terbentuk 3 september 2021, kami sangat membutuhkan ini semua, yang kita buat harus berhubungan dengan pemda, tentu kami butuh biaya, dorongan, sampai saat ini kami tengah mendorong payung hukum, dalam hal ini Perda sebagai bentuk dukungan dari tugas kami, total ada 9 Kecamatan di Morowali, baru ada 3 Kecamatan yang bisa kami ajak, dalam AD/ART kami ada perekrutan perwakilan dari setiap Kecamatan untuk mendukung tugas kami,” katanya.
Meski baru terbentuk, Ridhwan mengaku sudah mendesak pemkab Morowali agar menjaga nilai-nilai budaya leluhur yang sudah diwariskan. “ Kami terus memberi masukan dan dukungan kepada pemkab untuk terus mengembangkan adat-istiadat Tobungku demi tatanan hidup bermasyarakat yang lebih baik,” ujar Ketua Dewan Adat Periode 2021-2026 ini.
Agar diketahui, Dewan Adat Tobungku Morowali bertugas untuk mengkomunikasikan hukum dan aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat serta menyelenggarakan fungsi adat-istiadat yang menjadi bagian dari susunan asli daerah yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat itu sendiri. Pemerintah dan Dewan Adat bekerjasama dalam mengatur hukum (Law) atau peraturan (Rule) yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas dilakukan dalam kelompok masyarakat.
Pentingnya adat-istiadat memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat ghaib atau keagamaan. Di dalam adat diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok manusia lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lain.
Ridhwan mengungkap, Dewan Adat dan pemerintah harus berjalan beriringan bersama mengkomunikasikan tugas dan wewenang masing-masing dalam menetepkan sanksi-sanksi serta persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, dikatakan Ridhwan, Dewan Adat Tobungku masih menunggu payung hukum yang jelas untuk menjalankan semua programnya. ”Kami mendorong agar segera mengesahkan rancangan peraturan daerah (raperda) adat,” tandasnya.
“Dewan adat juga mendorong pembenahan aturan soal pernikahan dibawah umur dan pertiban prostitusi untuk menekan tingkat kriminalitas dan persoalan sosial kemasyarakatan lain di Morowali,” cetus dia.
Pencemaran lingkungan di Morowali juga menjadi pokok persoalan yang sulit diatasi.” Kami Dewan Adat agak kesulitan dalam mendorong pencegahan perusakan alam, masalahnya ada beberapa pejabat dan perusahaan yang terlibat dalam pencemaran di area tambang, sehingga kami sulit menemukan jalur komunikasi yang tepat untuk mencegah perusakan alam,” ujar dia.
Ridhwan mengaku tugas Dewan Adat sangat berat, menekan perbub terkait dengan adat.” Kami melakukan pertemuan lintas agama, dan 20 suku untuk menangkal rusaknya alam dan manusia di Morowali. Kita punya tugas mencegah manusia yang amburadul, jika manusianya rusak akan rentan masuk narkoba, miras dan banyak potensi perusak tatanan sosial kita,” cetusnya.
“Kerusakan alam adalah kekhawatiran kami, termasuk hutan, pantai, jika Dewan Adat tak didukung dengan Perda, maka kami akan kesulitan untuk menjalankan program, jika perusahaan tambang terus didiamkan, maka akan merugikan warga Morowali, jika demikian maka sebenarnya mereka bukan investasi tapi sedang mencuri," Pungkasnya.
Komentar