Ahli Forensik Sebut Bripka AS Tewas Setelah Minum Sianida

Kamis, 20/04/2023 18:20 WIB
Mendiang Bripka Arfan Saragih tewas menenggak racun usai diduga menggelapkan pajak (Metrodaily)

Mendiang Bripka Arfan Saragih tewas menenggak racun usai diduga menggelapkan pajak (Metrodaily)

Medan, Sumatera Utara, law-justice.co - Kasus kematian Bripka Arfan Saragih atau Bripka AS, anggota Satlantas Polres Samosir yang terlibat kasus penggelapan pajak di UPT Samsat Samosir menarik perhatian banyak pihak. Pasalnya, ia ditemukan tewas setelah meminum racun sianida.

Kapolda Sumut Irjen Panca mengatakan bahwa tim penyidik telah melakukan gelar perkara ulang penyebab kematian Bripka AS dengan melibatkan tim forensik, psikologi, ahli pidana, toksiologi, IT, serta keluarga Bripka Arfan.

Mantan Kapolda Sulawesi Utara (Sulut) ini menyebut berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, diketahui penyebab kematian Bripka AS karena lemas setelah racun sianida masuk melalui saluran makan hingga ke lambung, lalu ke saluran napas.

Selain itu, ditemukan pendarahan pada rongga kepala akibat trauma tumpul atau benturan di kepala.

"Maksud dari benturan di kepala ini oleh para ahli mengungkap benturan yang terjadi karena kepala mendekati objek dan tidak ada luka pada bagian kulit," jelasnya.

Irjen Panca menegaskan bahwa dari hasil pemeriksaan terhadap jenazah korban tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan yang disengaja atau tanda-tanda paksaan masuknya racun sianida ke tubuh korban.

Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolagial Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) dr Asan Petrus, MKed (for), SpF angkat bicara.

Pria yang sedang menyelesaikan pendidikan doktoral (S3) ini mengatakan kasus kematian akibat keracunan adalah hal yang sangat sulit untuk ditangani.

Menurutnya, dokter forensik harus benar-benar detail untuk membuktikan kebenaran penyebab kematian korban setelan minum racun.

"Dalam penanganannya tidak boleh ada kelemahan-kelemahan yang diabaikan. Pada pemeriksaan jenazah yang diambil bahan untuk pemeriksaan toksikologi, sebaiknya seluruh organ tubuh diambil sebagai sampelnya," kata dr Asan Petrus, dikutip dari JPNN, Kamis (20/4/2023)

Dia mengatakan sampel untuk membuktikan penyebab kematian korban minimal harus diambil dari tiga tempat, yakni isi lambung, urine dan darah.

Sebab, lanjutnya, bila racun hanya ditemukan pada lambung dan tidak ditemukan pada darah, maka dapat diyakini racun tidak menyebabkan kematian.

Asan Petrus mengatakan proses cepat atau lambatnya seseorang tewas setelah meminum racun tergantung bentuk racun yang dikonsumsi.

Lebih lanjut, kata dia, proses racun dapat mematikan lebih cepat dengan cara disuntikkan daripada diminum.

"Dalam kasus Bripka AS itu, diduga penyebab kematiannya karena kurangnya oksigen ke otak setelah mengkonsumsi sianida. Oksigen ke otak yang utama, jadi itulah yang buat cepat mati," ujarnya.

Dia menyebut sesulit apapun penyebab kematian pasti dapat diungkap dengan dalam autopsi. Sebab, meskipun tak bernyawa, jasad tetap menunjukkan penyebab kematian.

"Dihadapan dokter forensik jasad itu mengungkapkan bagaimana ia meninggal dan apa yang terjadi padanya. Semua pasti terungkap. Kecuali memang ada yang ditutupi," pungkasnya.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar