Nasehat Abunawas untuk Penguasa yang Lalim

Sabtu, 01/04/2023 10:15 WIB
Ilustrasi Penyair Abu Nawas (kanal sembilan)

Ilustrasi Penyair Abu Nawas (kanal sembilan)

Jakarta, law-justice.co - Tidak bisa dipungkiri selama dua periode kepemimpinannya, Presiden Jokowi sudah banyak prestasi yang berhasil ditorehkannya seperti pembangunan infrastruktur yang massif terjadi diseluruh wilayah nusantara sehingga bisa mempercepat pembangunan secara merata. Selain itu Indonesia juga berhasil keluar dari wabah pandemi virus corona dengan perkembangan tingkat ekonomi yang stabil bahkan dipuji dunia.

Meskipun demikian, perjalanan pemerintahannya memasuki periode kedua, ternyata banyak permasalahan bangsa yang muncul sehingga memudarkan harapan rakyat yang selama ini begitu besar digantungkan kepadanya.

Alih alih mencapai tujuan negara yaitu membuat rakyat hidup adil, makmur dan sejahtera yang terjadi justru malah sebaliknya. Bahkan belakangan muncul sinyalemen Presiden telah melanggar hal yang sangat krusial yaitu konstitusi negara sehingga sudah berkali kali terancam dimakzulkan dari kursinya.

Disinyalir ada orang dekat istana yang mempengaruhi warna pengambilan kebijakan oleh presiden yang sekarang berkuasa. Mereka itu adalah orang orang yang selama ini dikenal sebagai pembantunya dalam menjalankan kekuasaannya. Mereka yang mewarnai merah hijauhnya kebijakan yang diambil oleh Kepala Negara. Mereka pula yang mempunyai andil dalam mendorong presiden melanggar konstitusi negara.

Peran Orang Lingkar Dalam Istana

Banyaknya kebijakan Presiden terkait dengan Perpu yang dinilai bertentangan dengan konstitusi negara dan keputusan MK tentu tidak bisa muncul begitu saja. Semuanya tentu berkat dukungan dan andil dari orang orang yang berada di sekitar Presiden yang sekarang berkuasa.

Dalam politik, setiap pemimpin memang memiliki pembisik yang memengaruhi kebijakannya. Pembisik-pembisik inilah yang dapat memengaruhi pemimpin dalam membuat kebijakan yang diambilnya.

Secara garis besar peran para pembisik dilingkaran istana ini bisa dibagi dua yaitu mereka yang mampu mendorong sang pemimpin yang didampinginya menjadi sosok pemimpin yang adil dan bijaksana atau sebaliknya menjadi pemimpin yang durhaka pada rakyatnya.

Salah satu contoh bagaimana orang dalam lingkar istana bisa menjerumuskan pemimpinnya misalnya terjadi pada masa raja raja Mesir kuno saat mereka berkuasa. Konon seorang raja lalim seperti Fir’aun atau Ramses III bisa meyakini bahwa dirinya adalah Tuhan adalah berkat bisikan orang orang dekatnya.

Kisahnya, Fir’aun memiliki penasehat yang serba bisa mengurus segala urusan istana. Penasehat kepercayaan itu Hamman namanya. Hamman adalah orang yang pertama mengatakan bahwa Fir’aun adalah Tuhan yang sangat berkuasa. Hal ini membuat Ramses III yakin pada dirinya bahwa ia adalah Tuhan dan menyatakan kepada rakyatnya bahwa dirinya adalah Tuhan dimana rakyat harus menyembahnya.

Selain contoh buruk ada juga contoh dimana orang didalam lingkar istana bisa membuat baik kepemimpinan yang didukungnya. Sebagai contoh kisah Genghis Khan – penguasa abad 13 di Kekaisaran China. Genghis yang dikenal kejam dalam memimpin pun dapat berubah akibat dipengaruhi oleh para penasihatnya.

Adalah seorang intelektual konfusianisme bernama Yelü Chucai yang dikenal sebagai sosok yang mampu melembutkan kebijakan-kebijakan Genghis Khan saat berkuasa. Perannya yang paling terkenal dalam sejarah adalah bagaimana ia memengaruhi sang Khan dalam menerapkan kebijakan pemungutan pajak di sepanjang Jalur Sutera.

Contoh lain di era modern kini adalah Presiden Donald Trump di Amerika Serikat (AS) yang disebut-sebut banyak dipengaruhi oleh pembisik-pembisik politik di belakangnya. Beberapa kebijakan Trump yang disebut dipengaruhi oleh bisikan politik adalah keinginan kompromi AS dalam Perang Dagang dengan China  dan penutupan pemerintah akibat isu pembangunan tembok di perbatasan Meksiko-Amerika.

Dalam politik internasional, Trump dikenal dengan kebijakan kontroversialnya yang menginisasi Perang Dagang antara AS dan China. Trump yang sebelumnya secara konsisten tegas dengan kebijakan tersebut pun menyatakan berkehendak untuk membuka kesempatan kompromi dengan China.

Dibagian dunia lain peran para penasehat atau pembisik dilingakar istana juga terjadi misalnya di Rusia. Para pembisik dinegara itu lebih banyak dimainkan oleh kelompok oligarki alias orang kaya disekitar penguasa.

Bisikan politik oleh oligarki ini pernah terjadi di Rusia setelah runtuhnya Uni Soviet yang ditandai dengan terpilihnya presiden pertama Federasi Rusia, yaitu Boris Yeltsin (1991-1999). Yeltsin pada saat itu mengubah sistem ekonomi Rusia dengan memberlakukan kebijakan shock therapy – kebijakan untuk melepas berbagai kontrol moneter, bisnis, dan pajak – guna memperbaiki perekonomian Rusia.

Kebijakan tesebut pun tidak malah memperbaiki kondisi, tetapi membawa Rusia ke dalam krisis di negaranya. Akhirnya, oligarki Rusia dengan pengaruh finansial yang besar pun berperan dalam pemerintahan Rusia. Pada masa jabatannya yang kedua, Yeltsin pun dianggap sangat dekat dengan kelompok oligarki yang menjadi penyokongnya.

Seperti halnya yang terjadi di mancanegara, kebijakan yang diambil oleh penguasa Indonesia ternyata tidak pernah sunyi dari campur tangan para pembisin dilingkar istana. Para pembisik itu bisa seorang Menteri atau pejabat lain dilingkaran kekuasaan negara. Mereka mempunyai pengaruh begitu besar dalam menentukan kebijakan negara.

Disinyalir lahirnya kebijakan aneh aneh misalnya terkait dengan keluarnya Perpu yang bernuansa otoriter dan melanggar konstitusi itu juga lahir dari hasil bisikan mereka yang berada di lingkar istana. Menurut Melki Sedek Huang Ketua BEM UI ( Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Imdomnesia), banyak guru besar hukum di pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin disebut bertindak seolah-olah tidak memahami hukum sehingga menyebabkan kepala negara melanggar konstitusi negara.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua BEM UI Melki Sedek Huang usai mengeluarkan kritikan keras atas disahkannya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU oleh DPR pada Selasa (21/3/23).

Terkait Perppu Ciptakerja, Melki sendiri mengatakan BEM UI menolak pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi.“Dia dengan mudahnya mengkhianati konstitusi, menyampingkan putusan MK, membuat Perppu Cipta Kerja yang sangat jauh dari ketentuan yang ada di konstitusi, dia tidak memenuhi unsur-unsur kegentingan memaksa, dia kemudian membuatnya dengan amat sangat tertutup dan tidak transparan sesuai dengan putusan MK,” ketusnya seperti dikutip media.

Perpu Perpu lain yang keluar sebelumnya disinyalir adalah hasil godokan dari orang orang “pintar” di lingkar istana yang menjalankan misinya untuk kepentingan melalui otoritas Presiden yang sedang berkuasa.

Pada akhirnya kalau hal ini terus terjadi, maka bangsa ini akan  mengalami gegar budaya. Keadaan gegar budaya  yang terjadi tidak dengan  sendirinya terjadi begitu saja melainkan direncanakan oleh fihak tertentu, ‘by design’ untuk mencapai misi terselubungnya. Akibatnya  antara ‘kebenaran’ dan ‘pembenaran’ pun berada dalam ruang yang sama sehingga menjadi sulit untuk dipisahkan dan dibedakan satu dengan yang lainnya.

Pada akhirnya, saat masyarakat dalam kondisi gegar budaya yang sangat serius ini, kebenaran cenderung berada di tangan penguasa. Dengan kata lain, penguasa politik dan ekonomi, merupakan sejoli yang semakin memiliki legitimasi untuk menentukan norma dan nilai-nilai tentang kebenaran yang ada. Pameo bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan pun menjadi hanya sekadar pemanis dibibir saja.

Sesungguhnya patut diwaspadai keberadaan orang orang dilingkar istana itu apa kira kira motivasi dan tujuannya. Apakah mereka yang berada disekeliling lingkaran istana itu  termasuk para pemimpin partai koalisi, benar-benar kah mereka tulus mengawal, mendampingi, melindungi dan menjaga Jokowi lewat opsi dan langkah positif untuk mengharumkan nama Jokowi sebagai Presiden yang merakyat dan pro rakyat atau sebaliknya ?. Yaitu berusaha untuk  ‘njongkrongke’ (menjorokkan) Presiden Jokowi sehingga berada dalam posisi yang potensial untuk dimakzulkan atau dijadikan sebagai  ‘people enemy’ alias musuh rakyat untuk kemudian bisa digulingkan dari kursi kekuasaannya ?. Atau mungkin juga Presiden sendiri yang menjadi sutradaranya ?

Nasehat Abu Nawas

Dengan mencermati lahirnya kebijakan aneh aneh yang belakangan muncul selama Presiden Jokowi berkuasa tentu ada pihak pihak tertentu dilingkar istana yang menjadi penentunya. Mereka mempunyai agenda untuk kepentingannya sendiri atau kelompoknya tetapi menggunakan orang yang sedang berkuasa sebagai instrument untuk mencapai tujuan dan misinya.

Fenomena tersebut mengingatkan kita pada sebuah cerita masa lalu yang sarat dengan hikmat dan pelajaran berharga. Al kisah Khalifah Harun Al Rasyid terkenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana. Tetapi pada masa pemerintahannya, banyak juga para pejabat di lingkungan istananya yang menjadi penjilat dan menyalahgunakan kekuasannya. Mereka belum merasa puas dengan gaji  tinggi yang diterimanya. Dengan segala daya, mereka berusaha mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, halal atau pun haram tidak masalah yang penting bisa mempertebal pundi pundinya.  Uang negara digerogoti sedikit demi sedikit sehingga rakyat tidak kebagian apa apa.

Suatu ketika, Khalifah sedang mengadakan pertemuan dengan para menteri dan beberapa pejabat terasnya. Tiba-tiba sang Khalifah mendapatkan laporan, jika Abunawas (tokoh yang terkenal lucu namun bijaksana) akan datang ke istana. Mendengar berita itu, Khalifah tampak gembira. Karena memang dia sudah lama menunggu kedatangannnya.

Saat Abu Nawas datang, Khalifah lantas menjemputnya sendiri ke pintu gerbang istananya. ‘’Masih tetapkah pendirianmu, bahwa engkau bisa mengatasi kesulitan negara kita ini?’’ tanya Khalifah kepada Abunawas yang menjadi tamu agungnya. ‘’Ya,’’ jawab Abunawas tegas. ‘’Berani engkau menerima hukuman mati jika gagal menjalankan tugas negara ?’’,‘’Tentu saja, karena pantang bagi saya menelan ludah kembali,’’ ujar Abu Nawas meyakinkan sang Khalifah yang di kaguminya.

Kemudian para dayang diperintahkan untuk menukar pakaian Abunawas yang sudah usang dan bau diganti dengan pakai kebesaran ala istana. Setelah berganti pakaian, barulah dia diizinkan hadir dalam persidangan para Menteri dan pejabat teras istana. Ketika Abunawas muncul dengan pakaian bersih dan baru, Sultan heran dengan penampilannya. Pasalnya meskipun ia berpakaian bagus sesuai standar istana tetapi  peci yang dipakainya masih tetap peci yang buruk dan tidak karuan warnanya. ‘’Mengapa pecimu tidak kau tukar, Abunawas?  Khalifah bertanya.

‘’Maaf, ini peci wasiat yang Mulia. Dar peci ini kita semua bisa melihat bayangan surga di dalamnya,’’ jawabnya. ‘’Betulkah itu? Awas kalau kau bohong,’’ hardik Khalifah dengan penuh keheranan dibenaknya.‘’Betul. Tapi, syaratnya hanya orang-orang yang jujur, yang tidak pernah mencuri uang negara atau menyakiti rakyatnya yang bisa melihat surga di dalamnya. Orang-orang yang curang, para pengkhianat, para penjilat pasti tidak akan bisa melihatnya,’’ jelas Abunawas.

Khalifah lalu berbisik-bisik, akhirnya dia berkata,’’Hai, Menteri Abbas, kau kukenal jujur dan terpercaya. Ambil peci Abunawas, dan coba buktikan benarkah ada penampakan surga di topi Aubnawas sesuai dengan pengakuannya ?’

Menteri Abbas gemetar memenuhi perintah sang  Khalifah yang menjadi junjungannya. Karena selama ini telah banyak uang negara yang dimakannya. Dia takut ketahuan belangnya. Maka dengan muka pucat diambilnya peci Abunawas yang butut itu untuk dilihat isinya. Masya Allah, baunya bukan main busuknya. Mana sudah penuh daki dan noda-noda kotor pula. Tidak ada apa-apa apa disana. Apalagi bayangan surga, bayangan neraka pun juga tidak ada.

‘’Bagaimana Menteri Abbas?’’ tanya Khalifah. Menteri Abbas ketakutan mau memberikan kesaksiannya. Sebenarnya dia memang tidak melihat apa-apa. Tapi kalau dijawab apa adanya, dia takut Sultan mengetahui  kecurangannya. Maka dia menjawab dengan terbata bata. ‘’Hebat, hebat terlihat  Surga yang indah yang mulia. Terlihat bidadari berjalan  ke sana kemari dengan riangnya.’’

Khalifah merasa sangat takjub mendengar kesaksiannya. Kini giliran Khalifah memerintahkan  kepada Menteri Harun untuk melihatnya. Menteri tersebut begitu pula pengakuannya. Sudah di bolak-balik  peci itu, namun hanya bau busuknya yang menusuk hidungnya. Tapi kalau ia menceritakan yang sebenarnya, dia khawatir Sultan marah karena memergoki ketidakjujurannya.

Padahal Menteri Abbas sebelumnya sudah mengaku bisa melihat surga itu di peci yang sekarang dipegangnya. Kalau ia mengaku tidak melihat, berarti bakal terbukti korupsinya. Jadi dia pun menjawab dengan pura-pura mengagumi peci yang ada ditangannya. ‘’Masya Allah, jannatun-naim, jannatun-firdaus. Betul-betul tempat yang indah, rindang, mata air susu mengalir di mana-mana,’’ kata Menteri Harun sambil memperagakan ketakjubannya.

Para pejabat lainnya juga berlaku sama. Khalifah  makin heran saja melihat kelakuan mereka. Karena penasaran maka Khalifah sendiri yang akhirnya ingin membuktikannya. Buru-buru peci itu diambil dan diperhatikannya. Betapa bingungnya sang Khalifah ketika semua pejabatnya melihat surga. Tapi, dia sendiri tidak melihat apa-apa dalam peci Abunawas itu kecuali bau busuk yang menyengat hidungnya.

Padahal Khalifah merasa  tidak pernah makan uang negara secara tidak halal kecuali yang menjadi haknya. Khalifah juga merasa tidak pernah menyakiti hati rakyatnya. Bahkan dia terbersin-bersin mencium peci Abu Nawas yang sudah lama tidak dicucinya.

‘’Hai Abunawas, di pecimu, para menteriku semua melihat surga, dan isinya. Tapi aku tidak melihat apa-apa, kecuali bekas-bekas keringatmu yang busuk baunya. Jadi mereka jujur, dan akulah yang pengkhianat negara?’’ tanya Khalifah dengan rasa herannya.

Akhirnya Abunawas bangkit dari duduknya. Dengan tajam satu persatu para pejabat istana ditatap wajahnya. Lalu ia berkata, ‘’Wahai Khalifah yang adil dan bijaksana. Pantas negeri ini kacau dan terus melarat rakyatnya. Karena pejabat-pejabatnya semua penjilat dan penipu semuanya. Mereka mengatakan melihat surga di dalam peci saya. Pada hal faktanya sebenarnya tidak ada. Mereka telah berdusta untuk menutupi kesalahannya”.

“Semua terjadi karena mereka merasa bersalah dan telah mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh paduka yang mulia. Mereka takut kepada bayangannya sendiri, bayangan kepalsuan dan keculasan mereka’’ ujarnya.

Barangkali cerita diatas mirip dengan fenomena yang terjadi di negara kita. Dimana muncul kebijakan aneh aneh yang sesunggguhnya merugikan rakyat, bangsa dan negara tapi dibilangnya untuk kepentingan rakyat bangsa dan negara juga. Sebagai contoh lahirnya Undang Undang Mineral dan Batu Bara, revisi Undang Undang KPK, termasuk lahirnya Undang Undang Omnibuslaw Cipta Kerja sebenarnya untuk kepentingan siapa ?. Orang orang dilingkar istana pasti akan mengatakan demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara tapi elemen elemen masyarakat sipil, kalangan akademisi dan kelompok kelompok kritis lainnya akan mengatakan sebaliknya.

Dalam posisi seperti diatas kiranya akan sangat bijak kalau seorang Presiden berkenan untuk melihat dengan hati nuraninya sendiri dan mempertanyakan urgensi yang sebenarnya :apakah memang demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara ?  Atau demi kepentingan pemilik modal belaka ?.

Kalau di ibaratkan kebijakan kebijakan yang aneh aneh tersebut sebagai sebuah peci yang diproduksi oleh orang orang dilingkar istana, maka ada baiknya seorang Presiden melihat sendiri pecinya bukan sekadar memerintahkan orang orang dekatnya untuk membantu melihatnya.

Melihat dalam hal ini bisa dengan cara mengkaji kebijakan kebijakan itu melalui orang kepercayaannya yang independent dan terjaga kredibilitasnya. Sehingga pada akhirnya nanti bisa menghasilkan kebijakan yang benar benar untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara kecuali kalau memang presiden sendiri yang menjadi sutradaranya.

Kalau memang kemungkinan terakhir ini yang terjadi maka tidak ada jalan kecuali harus ada tindakan dari pemegang kedaulatan rakyat untuk menentukan sikapnya. Dimana ujung dari pengambilan sikap itu bisa berdampak pada hilang kursi seorang penguasa.

 

 

 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar