Perombakan Peradilan Bikin Israel Terancam Perang Saudara, Kenapa?

Jum'at, 31/03/2023 11:11 WIB
PM Israel Benjamin Netanyahu (Al Jazeera)

PM Israel Benjamin Netanyahu (Al Jazeera)

Jakarta, law-justice.co - Hingga saat ini, Negara Israel tengah bergejolak usai Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berencana mengesahkan draf hukum perombakan sistem peradilan.

Namun, rencana itu menuai berbagai penolakan dari presiden, pejabat, hingga masyarakat.

Ratusan ribu warga Israel bahkan sampai turun ke jalan menggelar demo menolak rencana perombakan tersebut selama tiga bulan terakhir.

Demonstrasi berlangsung ricuh hingga memblokade jalan, membakar ban, dan bentrok dengan aparat. Ratusan orang dilaporkan ditangkap selama demonstrasi rusuh berlangsung.

Tidak hanya dalam negeri, ribut-ribut imbas rencana Netanyahu itu bahkan sampai membuat Amerika Serikat, sekutu Israel, ikut berkomentar bahkan menekan sang PM agar membatalkan rencana tersebut.

Terlepas dari itu, kenapa perombakan sistem ini membikin rusuh?

Dalam perubahan baru itu, Netanyahu berencana memberikan kendali lebih banyak kepada politikus, sementara Mahkamah Agung tak lagi punya banyak wewenang alias dikerdilkan.

Demo kemudian meletus dan berujung ricuh. Pihak berwenang sampai menangkap puluhan orang.

Karena protes itu, Netanyahu kemudian menghentikan sementara pembahasan perombakan sistem tersebut. Dia juga menyatakan akan membuka dialog dengan pihak-pihak yang memiliki itikad baik.

Namun, PM Israel itu menegaskan bahwa undang-undang tersebut pasti bakal disahkan di lain waktu.

Pada Rabu, pembicaraan berlangsung antara pemerintah, dua partai oposisi utama yakni Yesh Atid dan Partai Persatuan Nasional, serta Partai Hadash Ta`al.

Rapat itu dipandu langsung Presiden Israel Isaac Herzog.

"Setelah sekitar satu jam setengah, pertemuan yang berlangsung dengan semangat positif itu berakhir," demikian pernyataan resmi Kantor Presiden Israel seperti melansir cnnindonesia.com.

Sementara itu, perwakilan Hadash Taal menyatakan keraguan terhadap Netanyahu.

"Kami menentang upaya nyata untuk menggagalkan protes. Kami tidak percaya pada Netanyahu menunda pengumuman berkaca dari pengalaman," kata partai itu dalam pernyataan resmi.

Pembicaraan terkait sistem perombakan itu masih akan berlangsung pada hari ini, Kamis.

Meski banyak yang menentang, tetap ada yang mendukung rencana Netanyahu.

Salah satunya Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir yang menolak penghentian sementara undang-undang reformasi hukum itu.

Dia juga meminta Netanyahu berkomitmen agar pemerintah menyetujui pembentukan penjaga nasional, yang akan beroperasi di bawah kementerian Ben-Gvir.

Mengikis nilai demokrasi

Mahkamah Agung Israel selama ini memainkan peran check-and-balance yang sangat besar karena negara tersebut tidak memiliki konstitusi formal atau kamar legislatif kedua.

Banyak pihak terutama masyarakat khawatir perombakan sistem peradilan akan mengakibatkan erosi demokrasi dan supremasi hukum di negara trsebut.

Pengamat politik dari Universitas Hebrew di Yerusalem, Gayil Talshir, mengatakan jika pembicaraan gagal dan koalisi Netanyahu mendorong undang-undang itu disahkan, maka petisi ke Mahkamah Agung akan menjadi jalan baru.

"Jika undang-undang disahkan, Mahkamah Agung akan mengajukan banding dan diharapkan memutuskan reformasi yang tidak konstitusional," kata Talshir.

Dia kemudian berujar, "Jadi tahap selanjutnya sebenarnya adalah krisis konstitusional, yang akan terjadi jika undang-undang disahkan dan Mahkamah Agung memutuskan inkonstitusional."

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar