Rekening Gendut PNS, Pentingkah RUU Perampasan Aset? (2)

Rabu, 29/03/2023 17:40 WIB
Winny Charita, mantan pembaca berita TVONE kerap posting barang-barang mewah di medsosnya ( IG @Winnycharita)

Winny Charita, mantan pembaca berita TVONE kerap posting barang-barang mewah di medsosnya ( IG @Winnycharita)

Jakarta, law-justice.co - Selain Kementerian Hukum dan HAM, ada beberapa kementerian dan lembaga lain yang juga harus melakukan harmonisasi. Ketika semua kementerian dan lembaga sudah menyetujuinya, presiden akan mengirimkan surat ke DPR untuk kemudian dilakukan pembahasan.

Pada Februari 2023, Presiden Joko Widodo meminta RUU Perampasan Aset dibahas segera.

Sebagai salah satu ahli yang pernah terlibat dalam pembahasan RUU Perampasan Aset pada 2007 hingga 2010 lalu, Yenti Ganarsih menilai pembahasan RUU Perampasan Aset “sudah selesai” kala itu, tapi sayangnya RUU itu selalu keluar-masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR.

“Tiba-tiba [pembahasannya] melempem 2010 itu. Di tengah-tengah pembahasan Pak SBY melemah, diteruskan lemahnya sama Pak Jokowi,” ujar Yenti.

Yenti yang pernah menjadi ketua panitia seleksi calon pimpinan KPK itu menduga ada pihak-pihak tertentu yang menghambat pengesahan RUU Perampasan Aset.

“Bukan rahasia umum kan, bahwa yang terlibat korupsi siapa? Semua yang menjadi fokusnya KPK, pejabat publik, penyelenggara negara— yang kebanyakan dari politisi, penegak hukum,” kata dia.

Ditambah lagi, kata Yenti, ada pihak-pihak di luar eksekutif dan legislatif "yang membonceng" agar RUU Perampasan Aset tidak disahkan.

Sementara itu, Lalola menduga terhambatnya pengesahan RUU ini disebabkan “pemerintah yang belum yakin” karena sejak dulu, surat presiden (supres) yang dibutuhkan sebagai tanda untuk memulai pembahasan di DPR tidak kunjung ada.

“Keengganannya bukan hanya dari sisi legislatif, tapi juga eksekutif. Makanya barulah di tahun ini itu masuk prolegnas prioritas, sehingga harapannya sudah tinggal jalan, tapi ini kita belum tahu kenapa eksekutif masih lambat,” kata Lalola.

 

Sumber: BBC Indonesia

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar