Pril Huseno, Wartawan Senior

Menelisik Melemahnya Gerakan Sipil dan “Student Movement”

Senin, 27/03/2023 05:32 WIB
Ratusan mahasiswa mengepung Gedung Pusat Pemerintah Kota Tangerang dalam aksi menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, Senin (12/10). Selain berorasi, dalam aksinya juga mereka membakar ban, tampak para aparat disiagakan mengamankan aksi unjuk rasa tersebut. Robinsar Nainggolan

Ratusan mahasiswa mengepung Gedung Pusat Pemerintah Kota Tangerang dalam aksi menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, Senin (12/10). Selain berorasi, dalam aksinya juga mereka membakar ban, tampak para aparat disiagakan mengamankan aksi unjuk rasa tersebut. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Mencermati gerakan mahasiswa terkini di Indonesia adalah mengamati ghirah gerakan yang semakin meredup. Sebagai salah satu elemen gerakan sipil, dengan sangat menyesal dapat disimpulkan sementara bahwa gerakan mahasiswa di Indonesia tidak lagi diperhitungkan sebagai salah satu kelompok penekan yang mampu mengubah atau merevisi kebijakan publik, apalagi mengubah jalannya sejarah.

Meskipun disadari bahwa dalam perjalanan sejarah perubahan di negeri ini, peran Gerakan mahasiswa tidaklah bisa berdiri sendiri tanpa adanya kolaborasi dengan elemen perubahan lain.

Disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-undang Cipta Kerja yang jelas-jelas melanggar konstitusi merupakan penanda bahwa tidak ada lagi civil movement yang kuat dan dapat menaikkan bargaining positionnya di hadapan kekuasaan yang sedang kencang berkolaborasi dengan legislatif di DPR RI.

Padahal Undang-undang Cipta Kerja No.11/2020, diketahui selain tidak memenuhi unsur paritisipasi signifikan dari warga masyarakat juga melanggar konstitusi. Hal mana oleh Mahkamah Konstitusi (MK) telah dinyatakan cacat formil melalui Keputusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Undang-undang tersebut diminta untuk diperbaiki dalam waktu 2 tahun sejak keputusan MK ditetapkan. Jika selama 2 tahun tersebut tidak juga dilakukan perbaikan, maka UU Ciptaker No 11/2020 dinyatakan Inskontitusional Permanen.

Namun Keputusan MK tersebut tidak diindahkan dan legislatif malah mengesahkan Perppu Ciptaker dadakan yang dibuat eksekutif untuk mengganti UU Ciptaker yang dinyatakan cacat formil oleh MK. Publik yang tidak puas diminta untuk mengajukan gugatan Judicial Review (JR) kepada MK.

Masyarakat Sipil yang Amat Lemah

Sampai pada titik DPR mengesahkan Perppu No 2/2022 sadarlah kita bahwa negara memang sedang begitu kuatnya memainkan politik tak ambil pusing dengan segala protes dan masukan masyarakat.

Publik yang tidak puas disarankan untuk mengajukan JR ke MK dengan segala konsekuensinya, apabila MK ternyata malah berbalik mendukung pengesahan Perppu tersebut menjadi Undang-undang.

Gerakan mahasiswa yang membersamai aksi-aksi protes Gerakan sipil diwakili oleh Gerakan buruh dan LSM, hanya bisa beraksi di luar Gedung DPR RI pada beberapa hari sebelum Perppu No2/2022 disahkan menjadi Undang-undang pada 21 Maret 2023.

Periode Kedua Presiden Jokowi memang ditandai dengan munculnya serangkaian produk Undang-undang yang mendapat protes keras banyak kalangan sipil, termasuk mahasiswa. Lebih dari 2 orang mahasiswa gugur dalam aksi-aksi protes terhadap produk Undang-undang yang diterbitkan sejak 2019.

Di luar aksi protes terhadap produk Undang-undang yang dikeluarkan, tahun 2019 memang meminta banyak korban jiwa dari serangkaian aksi protes hasil pemilu, dan aksi-aksi mahasiwa pada akhir paruh ketiga 2019.

BBC.com mengutip laporan YLBHI dan Komnas HAM melaporkan sebanyak 52 orang tewas termasuk mahasiswa dalam serangkaian tindak kekerasan pada pengunjuk rasa di tahun 2019.

Demikan pula aksi-aksi mahasiswa menolak UU Omnibus Law/Ciptaker pada 2020. Ratusan ribu mahasiswa turun ke jalan dalam aksi pada 2019-2020 tersebut di 40 kota Indonesia.

Namun publik dapat melihat bahwa skala aksi mahasiswa yang amat besar, terbesar sejak reformasi 1998, dapat dengan mudah dipatahkan dalam waktu singkat oleh kekuasaan.

Tak dapat dipungkiri bahwa eksekutif didukung dengan solid oleh kekuatan pro kekuasaan di parlemen, dan telah membuat semua aksi protes yang demikian keras dan besar, dapat ditundukkan.

Undang-undang KPK hasil revisi, UU Minerba, UU Omnibus Law dan UU KUHP baru dan terakhir Perppu Ciptaker menjadi Undang-undang, tetap saja disahkan oleh parlemen tanpa hambatan berarti meski partai PKS sebagai partai oposisi yang konsisten mengeritik, teguh menolak dengan aksi walk out.

Gerakan Mahasiswa dan Konfigurasi Politik

Gerakan mahasiswa yang berpijak pada landasan Gerakan moral, selamanya tidak bisa disalahkan sepanjang benar dengan apa yang disuarakan dalam setiap tuntutan protes. Akan menjadi masalah jika kemudian Gerakan moral mahasiswa bermetamorphosis menjadi Gerakan politik.

Pada saat menjadi Gerakan politik tentu saja akan banyak muatan atau pesan politik praktis yang muncul dalam setiap diskursus di tingkat mahasiswa dari elemen-eleman eksternal. Pada tahap itulah Gerakan mahasiswa harus berhati-hati dengan muatan politik yang dibawanya.

Namun pada situasi di mana konfigurasi politik berjalan normal Ketika mekanisme politik check and balances di parlemen berfungsi efektif, hal mana oposisi masih cukup berimbang memainkan peranan, maka Gerakan mahasiswa dengan tetap berlandaskan pada Gerakan moral dapat ikut serta memainkan peran kekuatan politiknya sebagai agen kontrol sosial. T

anpa harus masuk ke wilayah perebutan kekuasaan. Dia berfungsi sesekali sebagai pengingat para aktor politik negara agar tetap berjalan lurus pada rel “amanat penderitaan rakyat”.

Tetapi jika konfigurasi politik berubah menjadi pertarungan tanpa adanya fungsi check and balance yang berjalan baik, terlebih jika eksekutif berubah menjadi kekuatan dominan yang mengkooptasi parlemen dan yudikatif, maka menjadi terbuka kemungkinan Gerakan mahasiswa bergeser menjadi Gerakan politik.

Dalam situasi di mana ancaman negara yang berkolaborasi dengan segelintir kekuatan orang kaya kemudian menjelma menjadi oligarki kuat, menjadi negara otokratis dan mengarah ke anti demokrasi, maka Gerakan mahasiswa seharusnya muncul menjadi kekuatan alternatif yang dapat berperan menggantikan atau bahkan menguatkan sisi oposisi yang lemah di parlemen.

Berlandaskan pada amanat penderitaan rakyat, maka Gerakan mahasiswa dapat meluaskan perannya dalam aksi-aksi yang tidak melulu pada aksi jalanan semata.

Apabila kekuatan oligarki yang merupakan sekutu kekuasaan dengan para pemilik modal kuat demikian merajalela sehingga menjadi satu kekuatan yang mengarah ke otoriterisme dan mengancam demokrasi dan hak hak kedaulatan sipil, maka semuanya bisa berubah wujud menjadi semacam “monster ganas Leviathan” yang memangsa segalanya.

Hal yang telah dikhawatirkan oleh banyak pakar politik, LP3ES dan lainnya sebagaimana juga dirilis oleh Daron Acemoglu dan James Robinson (2019) yang menyatakan masyarakat dunia selalu berada di bawah bayang-bayang Leviathan-despotik.

Pada titik negara sudah berada di bawah kontrol oligarki despotik dengan skala kekuatan Leviathanist, maka Gerakan mahasiswa juga harus berdiri total bersisian dengan kekuatan kontrol rakyat sipil lainnya.

Kreativitas Gerakan, kontiuitas dan komitmen Bersama harus dimiliki oleh semua kekuatan kontrol sosial termasuk Gerakan mahasiswa.

Di sinilah peranan politik Gerakan mahasiswa dapat dimainkan dengan sadar, dengan berpedoman pada kekuatan kontrol sosial dan pengabdian masyarakat serta menimbang amanat penderitaan rakyat.

Gerakan mahasiswa yang telah masuk kepada Gerakan politik dapat menggunakan semua sumber daya keilmuan mahasiswa dalam menggalang kekuatan kritis.

Pada aksi-aksi besar 2019-2020 mahasiswa diketahui menggunakan kecanggihan teknologi digital dan medsos dalam menggalang dan mengoordinasikan Gerakan protes ke seluruh Indonesia.

Juga menggunakan sumber daya teknologi informasi yang dimiliki untuk mendapatkan bahan-bahan kajian penting tentang regulasi-regulasi dan segala hal yang mengancam demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Hal demikian amat membantu skala Gerakan sehingga dapat diikuti dengan serentak oleh semua elemen Gerakan mahasiswa di seluruh Indonesia.

Sumber daya keilmuan mahasiswa juga dapat dipergunakan kembali dalam mensosialisasikan Gerakan penyadaran kepada semua elemen Gerakan sipil dan rakyat banyak.

Sebagaimana pada pemilu-pemilu sebelumnya, koordinasi Gerakan mahasiswa juga dapat efektif memantau pelaksanaan Pemilu 2024 (apabila jadi dilaksanakan) dengan membackup para saksi dan saksi independen, di antaranya dengan menjadi saksi luar dan menghasilkan simulasi perhitungan tersendiri perolehan suara terpusat, yang bahkan bisa menyaingi Lembaga-lembaga survey bayaran. Itu karena kekuatan mahasiswa berada pada setiap propinsi hingga kebupaten.

Hendaknya juga Gerakan mahasiswa dapat mempersiapkan diri dalam hal tersebut dan tidak melulu pada aksi turun ke jalan yang terbukti tidak didengar oleh kekuasaan.

Sekali lagi, Kreativitas Gerakan mahasiswa dan Gerakan sipil, adalah pintu masuk untuk menjemput kemenangan dari ancaman kekuatan anti demokrasi.

Penutup

Keadaan yang demikian sulit bagi civil society dan Gerakan mahasiswa dalam mengartikulasi dan mendapatkan hasil yang diinginkan untuk menimbang amanat penderitaan rakyat, jangan membuat putus asa dan terhentinya skala Gerakan.

Kuncinya pada kreativitas, komitmen dan kontiunitas Gerakan sehingga memunculkan kesadaran meluas masyarakat sipil.

Mahasiswa dapat masuk ke wilayah Gerakan politik dengan tetap berlandaskan kontrol sosial sebagai “ideologi”. Gerakan penyadaran bagi rakyat untuk tidak lagi memilih calon-calon legislator dan partai politik yang anti kerakyatan dan anti demokrasi agaknya bisa dijadikan salah satu titik Gerakan.

Pemanfaatan sisi keilmuan yang dimiliki Gerakan mahasiswa dengan penggunaan teknologi informasi (AI) terbukti ampuh dalam mengoordinasi dan menjadikan skala dan kualitas Gerakan semakin efektif dan bermutu.

Mahasiswa juga dapat lebih memainkan peran politiknya pada pemilu mendatang dengan satu koordinasi padu dan independent dalam mengawal pelaksanaan general election.

Semua hal harus terus dilakukan dalam rangka melawan kekuasaan yang punya kecenderungan despotik, Korup, anti demokrasi dan anti kerakyatan. Semoga Tuhan Memberkati. (P17)

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar