Minta Jokowi Beri Amnesti, Komnas HAM Tegaskan Hak Budi Pego

Minggu, 26/03/2023 22:30 WIB
Penggiat HAM Heri Budiawan alias Budi Pego aktif menolak pertambangan di Tupang Pitu, Banyuwangi. (Tempo)

Penggiat HAM Heri Budiawan alias Budi Pego aktif menolak pertambangan di Tupang Pitu, Banyuwangi. (Tempo)

Jakarta, law-justice.co -  

Komnas HAM meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Heri Budiawan alias Budi Pego dalam kasus Tolak Tambang Emas Tumpang Pitu. Hal tersebut disampaikan oleh Komisoner Komnas HAM Hari Kurniawan dalam keterangan tertulis Minggu (26/3/2023).

Budi Pego, seorang pembela HAM, pada Jumat (24/3/2023) sekitar Pukul 17:00 WIB, ditangkap dan selanjutnya ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Banyuwangi. Penangkapan dan penahanan tersebut merupakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1567 K/PidSus/2018 memvonis Budi Pego dengan menjatuhkan pidana 4 tahun.

Menurut Hari, berdasarkan ketentuan dalam Deklarasi Pembela HAM, hak-hak dari Budi Pego sebagai pembela HAM dijamin dan telah dikenal di dalam sistem hukum nasional Indonesia. Di dalam Pasal 1 dari Deklarasi Pembela HAM berbunyi: “Setiap orang mempunyai hak, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan yang lain, untuk memajukan dan memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dan kebebasan dasar di tingkat nasional dan international”.

“Terlebih, jaminan konstitusional atas kategori hak yang dimiliki pembela HAM tersebut kembali ditegaskan dalam instrumen pokok hak asasi manusia di lingkup nasional, yakni UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dimana telah secara khusus dan eksplisit disebutkan berbagai hak pembela HAM yang wajib dihormati, dilindungi dan dijamin pelaksanaannya,” tambah Hari dalam keterangan tertulis yang diterima law-justice.

Selain meminta kepada Presiden untuk memberikan amnesti kepada Budi Pego, Komnas HAM juga menyampaikan sejumlah pernyataan sikap sebagai berikut:  mendesak agar proses hukum termasuk di tingkat pengadilan yang lebih tinggi (apabila nanti dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali dapat dilakukan secara independen, imparsial, transparan, dan adil sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, dan menjamin hak-hak Heri Budiawan Alias Budi Pego untuk menemui dan menerima serta memberikan akses terhadap kuasa hukum, keluarga, hak kesehatan, makanan, dan menyediakan ruangan tahanan yang layak sesuai standar HAM.

“Selanjutnya meminta Menteri Lingkungan Hidup untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Tentang Perlindungan Terhadap Pembela HAM di Bidang Lingkungan Hidup. Kemudian meminta Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Kepolisian Resort Banyuwangi, serta PT. Merdeka Copper Gold bersama anak perusahaannya yaitu PT. BSI dan PT. DSI untuk mematuhi rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh Komnas HAM nomor 0.961/RPMT/VI/2020 tertanggal 10 Juni 2020 untuk mengedepankan prinsip-prinsip Bisnis dan Hak Asasi Manusia,” ujar Hari.

Komnas HAM sejak 2015 telah menerima pengaduan masyarakat yang menolak keberadaan tambang emas di Gunung Tumpang Pitu di Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi yang dikelola oleh PT. Bumi Suksesindo. Perusahaan tersebut merupakan salah satau anak perusahaan dari PT. Merdeka Copper Gold Tbk., dengan Ijin Usaha Pertambangan operasi produksi sejak tahun 2012.

Namun keluarnya Izin operasi produksi ini menimbulkan penolakan warga di sekitar pertambangan. Beroperasinya kegiatan industri pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu yang dilakukan oleh PT Merdeka Copper Gold Tbk dan anak perusahaannya yaitu PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI) sejak 2012 mempunyai dampak sosial-ekologis dan dampak keselamatan ruang hidup rakyat di 5 (lima) desa yaitu Desa Sumberagung, Pesanggaran, Sumbermulyo, Kandangan dan Sarongan.

Budi Pego adalah satu dari sekian banyak warga yang melawan. Budi Pego bersama puluhan warga Kecamatan Pesanggaran, kemudian melakukan aksi pemasangan spanduk penolakan tambang emas Tumpang Pitu pada tanggal 4 April 2017. Namun, nahasnya di tengah-tengah aksi pemasangan spanduk ada spanduk sisipan berlogo palu arit yang secara nyata spanduk itu tidak dibuat oleh warga. Padahal ketika warga membuat puluhan spanduk di awasi oleh Babinmas dan Babinkamtibmas Kecamatan Pesanggaran.

Selanjutnya Budi Pego didakwa dan diadili melanggar ketentuan Pasal 107a KUHP berkaitan dengan hubungan dirinya dengan aksi penolakan tambang emas Gunung Tumpang Pitu pada 4 April 2017, dianggap mengajarkan ajaran Marksisme, Komunisme dan Leninisme. Budi Pego sendiri tidak memahami apa itu Marxisme, Komunisme dan Leninisme, bahkan fakta di persidangan spanduk tersebut tidak dibuat oleh warga dan barang buktinya hilang.

Budi Pego adalah mantan seorang pekerja migran Indonesia di Arab Saudi yang juga taat beribadah dan anggota Perguruan Pencak Silat Pagar Nusa yang merupakan Perguruan Silat di bawah Nahdlatul Ulama.

Pengadilan Negeri Banyuwangi menjatuhkan vonis 10 (sepuluh) bulan penjara kepada Budi Pego pada 2017. Jaksa dan Tim Kuasa Hukum mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Putusan Pengadilan Tinggi Jatim memperkuat putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi yaitu vonis 10 bulan penjara. Jaksa dan penasihat hukum mengajukan Kasasi. Dan pada 16 Oktober 2018, Majelis Hakim Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1567 K/Pid.Sus/2018 memvonis Budi Pego dengan menjatuhkan pidana 4 tahun.

Komnas HAM telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Perlindungan Pembela HAM melalui peraturan Komnas HAM Nomor 4 Tahun 2021. Dalam angka 46 memberikan perlindungan terhadap Para Pembela HAM di sektor lingkungan hidup. Komnas HAM menyesalkan tindakan eksekusi yang dilakukan terhadap Budi Pego pada Jum’at, 24 Maret 2023 sekitar pukul 17:00 WIB.

Dalam ketentuan lain, Pasal 100 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia mempertegas tentang hak partisipasi Budi Pego sebagai Pembela HAM yang berbunyi “Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia”. Selain itu, dalam Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.

(Bandot DM\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar