Hurun Global Rich 2023

Ratusan Miliarder China Tergusur, Bos Louis Vuitton Paling Kaya 2023

Jum'at, 24/03/2023 19:40 WIB
Bos LV Bernard Arnault (Business Insider)

Bos LV Bernard Arnault (Business Insider)

Jakarta, law-justice.co - Lebih dari 400 orang kaya kehilangan status miliarder mereka tahun lalu, yang sebagian besar dari China karena pengetatan moneter global, pandemi Covid-19, dan tindakan keras Beijing terhadap perusahaan teknologi besar telah merugikan orang-orang super kaya.


Sebanyak 229 miliarder China tergusur dari daftar Hurun Global Rich 2023, atau lebih dari setengah dari 445 orang yang hilang dari daftar dengan kekayaan bersih minimum $1 miliar atau sekitar Rp15 triliun, kata Hurun Report, Kamis, 23 Maret 2023.


Namun ekonomi terbesar kedua di dunia itu juga menambahkan 69 miliarder baru ke dalam daftar selama periode tersebut.

"Jumlah miliarder di dunia turun 8%, sedangkan total kekayaan mereka turun 10%," kata Rupert Hoogewerf, pendiri dan ketua Hurun Report. Sebanyak 3.112 orang masuk daftar, dibandingkan 3.381 tahun sebelumnya, tambahnya.

China tetap menjadi sumber terbesar orang super kaya, dengan jumlah miliarder mencapai 969 pada 16 Januari 2023, di depan Amerika Serikat dengan 691.

Merek-merek mewah mengalami tahun yang baik, dengan bos LVMH Bernard Arnault naik ke daftar teratas dengan kekayaan 202 miliar dolar AS atau Rp3.000 triliun, menggusur Elon Musk ke posisi kedua (175 miliar dolar), disusul dan ahli waris Hermes, Bertrand Puech dan keluarganya berada di urutan ketiga, dengan 135 miliar dolar.

Nama-nama menonjol yang keluar dari daftar termasuk Sam Bankman-Fried, yang kehilangan kekayaannya sebesar $21 miliar atau Rp317 triliun setelah runtuhnya pertukaran crypto FTX.

Di China, Jack Ma, pendiri raksasa e-commerce Alibaba, turun ke posisi ke-52 dari posisi ke-34 tahun sebelumnya, sebagian besar disebabkan oleh tindakan keras China terhadap sektor teknologinya.

"Kenaikan suku bunga, apresiasi dolar AS, meletusnya gelembung teknologi yang didorong oleh Covid, dan dampak lanjutan dari perang Rusia-Ukraina semuanya digabungkan untuk merugikan pasar saham," kata Hoogewerf.

Pada tahun lalu hingga akhir Januari, S&P 500 anjlok lebih dari 14%, sementara di China, indeks benchmark Shanghai Composite turun hampir 11%.

Sementara itu nilai yuan kehilangan sekitar 8% terhadap dolar yang melonjak pada 2022, penurunan tahunan terbesar sejak 1994, sebagian besar disebabkan oleh kenaikan suku bunga Federal Reserve yang agresif dan ekonomi domestik yang melambat.

Hoogewerf mengatakan dia umumnya positif terhadap tahun ini setelah mengukur skala kepercayaan ekonomi dan kebahagiaan di antara individu-individu berpenghasilan tinggi China.

"Satu-satunya hal yang saya tidak yakin adalah apakah akan ada krisis keuangan global," katanya. "Kami telah melihat krisis bank di Amerika Serikat dan kemudian Swiss. Saya tidak yakin apakah akan ada penularan. Jika tidak, kekayaan akan tumbuh dengan margin yang sangat besar."

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar