Cerita Puan Matikan Mic saat Demokrat Tolak Pengesahan Perppu Ciptaker

Kamis, 23/03/2023 22:20 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani  (Liputan6)

Ketua DPR RI Puan Maharani (Liputan6)

Jakarta, law-justice.co - Insiden mikrofon mati sempat terjadi dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (21/3/2023) kemarin.

Rapat saat itu digelar dengan agenda pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 (Perppu Cipta Kerja) sebagai undang-undang (UU).


Ketua DPR RI Puan Maharani duduk sebagai pimpinan rapat didampingi oleh pimpinan DPR lain yakni Sufmi Dasco Ahmad, Lodewijk F Paulus, dan Rachmat Gobel. Sembilan fraksi DPR hadir mengikuti rapat tersebut.


Ketika Puan hendak mengesahkan Perppu Cipta Kerja, Fraksi Demokrat menyampaikan interupsi, diwakili oleh anggota Komisi III Hinca Panjaitan.

“Interupsi, Pimpinan, izinkan kami dari Fraksi Partai Demokrat menggunakan hak konstitusioal kami sesuai dengan Pasal 164 untuk menyampaikan secara lisan pandangan kami dalam kesempatan ini, Pimpinan," kata Hinca meminta izin ke Puan dari kursinya.

"Boleh kami di atas panggung, Pimpinan? Kalau di bawah kan pakai timer," imbuhnya.

Mendengar permintaan Hinca, Puan mempersilakan Hinca menyampaikan pandangan dari atas podium. Dia mengingatkan bahwa waktu untuk bicara hanya 5 menit.

"Di atas di bawah tetap 5 menit, Pak. Silakan 5 menit," kata Ketua DPP PDI Perjuangan itu.

Hinca pun naik ke atas podium. Mewakili fraksi partainya, dia menyatakan penolakan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Alasannya beragam. Perppu Cipta Kerja dinilai tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya memerintahkan pembuat undang-undang untuk melibatkan masyarakat dalam memperbaiki UU Cipta Kerja.

Perppu Cipta Kerja disusun dengan minimnya pelibatan aspirasi publik. Elemen masyarakat sipil juga kesulitan mengakses materi perppu ini selama proses penyusunan.

Substansi Perppu Cipta Kerja pun dinilai tak jauh berbeda dengan UU Cipta Kerja yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

“Artinya keluarnya Perppu Cipta kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif sehingga esensi demokrasi diacuhkan,” ucap Hinca.

Tak hanya cacat secara formil, Hinca mengatakan, tak ada kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Padahal, syarat penerbitan perppu salah satunya yakni jika ada situasi kegentingan memaksa.

Perppu ini dinilai hanya untuk mewadahi kepentingan penguasa. Perppu Cipta Kerja juga dianggap bukan solusi untuk mengatasi ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia.

“Janganlah kita menyelesaikan masalah dengan masalah, terbukti pascaterbitnya perppu ini masyarakat dan kaum buruh masih berteriak menggugat lagi tentang skema upah minimum, outsourcing, perjanjian kerja waktu tertentu, aturan PHK, skema cuti, dan lainnya," kata Hinca lagi.

Saat hendak menyampaikan kesimpulan pandangan partai, mikrofon di atas podium tiba-tiba mati. Ternyata, Hinca telah berbicara selama 5 menit sehingga mikrofon otomatis tak menyala.

Namun demikian, Hinca tetap lanjut menyampaikan pandangan partainya. Dengan suara yang lebih lantang meski tanpa mikrofon, Ketua Dewan Kehormatan Demokrat itu menegaskan sikap partainya yang menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU.

“Fraksi Partai Demokrat akan terus mengawal kepentingan rakyat di DPR RI sehingga DPR RI dapat terus melahirkan produk legislasi yang berkualitas sesuai dengan harapan rakyat,” tandas Hinca.

Aksi Hinca itu pun menuai tepuk tangan meriah dari anggota Fraksi Demokrat lainnya. Bersamaan dengan itu, riuh rendah suara teriakan anggota DPR lain yang juga hadir juga terdengar dalam rapat.

Setelah tuntas berbicara, Hinca pun turun dari podium dan kembali ke tempat duduknya.

Rapat berlanjut. Pada akhirnya Perppu Cipta Kerja tetap disahkan menjadi UU, meski Fraksi Demokrat menolak dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melakukan aksi walkout dari ruangan.

"Selanjutnya, kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah rancangan UU tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker jadi UU dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya Puan dalam rapat.

"Setuju!" seru para hadirin.

"Terima kasih," kata Puan diiringi ketuk palu tanda pengesahan.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar