Cabuli 9 Kali Santriwati, Alasan Pengasuh Ponpes ini di Luar Nalar

Rabu, 22/03/2023 15:40 WIB
Ilustrasi Pelecehan Seksual (Lampung Post)

Ilustrasi Pelecehan Seksual (Lampung Post)

Jakarta, law-justice.co - Seorang santriwati jadi korban pencabulan pengasuh Pondok Pesantren.

Oknum pemuka agama berinisial MM, pemilik sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Quran di Desa Mantiasa Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kepulauan Meranti kini ditahan polisi.

Pria berusia 50 tahun itu mengaku mencabuli para santriwati bukan karena tidak kuat menahan nafsu birahinya.

Sedangkan modus yang digunakan yaitu ingin menyalurkan ilmu yang bisa menyembuhkan orang sakit kepada santrinya itu.

MM ditahan atas dugaan melakukan pelecehan terhadap santri perempuan yang terjadi di tempat pendidikan agama tersebut.

Penahanan terhadap pelaku dilakukan pada Senin tanggal 20 Maret 2023 malam setelah penyidik Reserse Kriminal Polres Kepulauan Meranti melakukan serangkaian penyelidikan dan menetapkan Kiai MM sebagai tersangka.

Sebelumnya polisi telah menerima laporan dari orangtua korban pada 13 Maret 2023 lalu dan terhadap pelapor juga telah diminta keterangannya.

Terbongkarnya kasus dugaan tindak pidana asusila terhadap anak didiknya yang masih di bawah umur itu setelah korban bercerita tentang peristiwa kelam yang ia alami kepada bibinya.

Bibinya merupakan satu di antara tenaga pengajar di sekolah pesantren tersebut.

Selanjutnya korban diminta untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya selama di pondok pesantren tersebut.

Tanpa berpikir panjang, paman korban yang merupakan salah satu ASN di Pemkab Kepulauan Meranti memanggil orang tua korban, hingga akhirnya kejadian tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian.

Hal itu terungkap saat Polres Kepulauan Meranti menggelar konferensi pers bersama wartawan di Mapolsek Tebingtinggi, Jalan Pembangunan I Kelurahan Selatpanjang Kota, Selasa (21/3/2023) pagi.

Hadir dalam kegiatan tersebut Kapolres AKBP Andi Yul Lapawesean Tendri Guling SIk MH, Bupati Kepulauan Meranti H Muhammad Adil, Kepala Satuan Reskrim AKP Arpandy SH MH, sejumlah pejabat instansi vertikal.

Diceritakan kronologi kejadian, pada Kamis 9 Maret 2023 lalu orang tua korban yang tinggal di satu desa di Kecamatan Rangsang Pesisir mendapatkan panggilan telepon dari adik iparnya dan memintanya untuk datang ke Kota Selatpanjang.

Keesokan harinya pada Jum`at 10 Maret 2023 orang tua korban langsung menemui iparnya tersebut di rumah yang beralamat di Desa Insit Kecamatan Tebingtinggi Barat.

Selanjutnya diceritakan bahwa telah terjadi pelecehan terhadap keponakannya yang dilakukan berkali-kali oleh pengasuh pondok pesantren tempat korban menimba ilmu.

Disampaikan, dugaan pelecehan itu terjadi sebanyak 9 kali.

Modus korban diminta membuka baju dan juga ada dibukakan sendiri bajunya oleh pengasuh pondok pesantren berinisial MM.

Bahkan dalam pelecehan seksual itu, pelaku juga mencium pipi dan mengisap bagian sensitif korban.

Pelaku juga menindih tubuh korban dan meminta melakukan kegiatan yang tidak sepantasnya.

Pihak keluarga yang tidak terima atas perlakuan terhadap korban, melaporkan

pengasuh pondok pesantren tersebut kepada aparat Polres Kepulauan Meranti agar diproses hukum.

Adapun laporan yang dibuat oleh orang tua korban adalah bagian dari meminta keadilan agar pelaku dihukum maksimal atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Pelapor juga menginginkan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari pada keluarganya dan korban berikutnya.

Polisi juga menyita beberapa alat bukti milik korban.

Di antaranya sehelai baju kemeja panjang warna dongker, sehelai baju seragam pramuka warna coklat, sehelai rok panjang pramuka warna coklat.

Selain itu juga disita sehelai rok panjang warna hitam, satu kutang warna abu-abu dan satu celana dalam warna coklat.

Kasus ini sempat viral di media sosial karena beredarnya lapsit dari pihak kepolisian oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

Diketahui, sebelum ditahan, kiai MM juga sempat mendatangi rumah keluarga korban yang berada di Kecamatan Rangsang Pesisir.

Di sana pelaku mengaku perbuatannya dan meminta maaf serta memianta laporannya dicabut.

Namun pihak keluarga tidak bergeming dan tetap melanjutkan proses hukum.

Kasus ini prosesnya sedang berjalan dan sudah ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Kepualuan Meranti.

Perihal kondisi psikologis korban yang saat ini masih trauma juga sudah ditangani oleh dinas terkait.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Kapolres mengatakan, pria berusia 50 tahun itu mengaku mencabuli para santriwati bukan karena tidak kuat menahan nafsu birahinya.

Sedangkan modus yang digunakan yaitu ingin menyalurkan ilmu yang bisa menyembuhkan orang sakit kepada santrinya itu.

"Isu ini memang sudah bergulir sekitar satu minggu lalu, dengan adanya perkembangan situasi Kabupaten Kepulauan yang kondusif ini kita langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan setelah kita menerima laporan pada 13 Maret lalu" paparnya.

"Setelah memenuhi ruang alat bukti, kami langsung melakukan penetapan tersangka terkait dugaan pencabulan anak di bawah umur," kata Kapolres.

Dari pengakuan tersangka dalami pelaku mengaku memanfaatkan jasa santrinya untuk dijadikan pembantu di rumahnya.

"Selain itu pelaku juga menjanjikan untuk meringankan biaya sekolah setiap bulannya, itu modus yang pertama, modus yang kedua yakni menjanjikan ilmu atau kemampuan yang bisa menyembuhkan orang sakit," ungkap Kapolres.

Disebutkan lagi, pelaku oknum pemuka agama berinisial MM melakukan pencabulan tak hanya sekali, melainkan 9 kali selama kurun waktu bulan Maret 2023.

Selain memeriksa terkait laporan korban, penyidik juga sedang mengembangkan apakah ada korban lainnya selain korban

Namun berdasarkan hasil pengembangan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap para saksi yang ada, korban baru satu orang.

Tersangka MM dijerat Pasal 82 Ayat 1 atau Ayat 4 Undang Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.

"Pasal yang disangkakan adalah tentang perlindungan anak karena para korban masih berusia di bawah umur semua. Tersangka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara," ucapnya.

Sementara itu Bupati Kepulauan Meranti, H Muhammad Adil saat dimintai keterangannya terkait kasus tersebut mengatakan tidak berkomentar banyak, bupati hanya menginginkan pelaku dihukum berat.

"Saya mengikuti Kapolres saja dan dihukum maksimal. Karena kalau dihukum rendah, maka setelah keluar dia akan berbuat lagi," tutur Bupati.

Saat kasus ini mencuat dan viral di media sosial, tidak tampak ada aktivitas di pondok pesantren yang dihuni oleh puluhan santri tersebut. Aktivitas belajar mengajar terlihat lengang.

Kondisi itu dikarenakan para santriwati lebih memilih pulang usai isu pelecehan seksual terbongkar dan pimpinan pondok pesantren diringkus polisi.

Hanya terlihat beberapa santri putra yang masih berada di pesantren tersebut.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar