Isu pencucian uang di Kemenkeu

Dugaan Pencucian Uang di Kemenkeu, ICW Sebut Ada Rafael Alun Lain

Minggu, 19/03/2023 22:01 WIB
Rafael Alun Trisambodo pegawai pajak yang memiliki kekayaan tidak wajar usai diklarifikasi di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (sinpo)

Rafael Alun Trisambodo pegawai pajak yang memiliki kekayaan tidak wajar usai diklarifikasi di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (sinpo)

[INTRO]
 
JakartaLaw-justice.co - Isu perihal dugaan adanya tindak pencucian uang dalam kasus eks pejabat pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rafael Alun Trisambodo, disebut melibatkan sejumlah aktor. Dugaan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut berlandaskan pada lemahnya pengawasan internal kementerian pimpinan Menkeu Sri Mulyani itu. 
 
Sebab, dugaan korupsi atau pencucian di lingkungan Kemenkeu tidak kali ini saja terjadi. Inspektorat Direktorat Jenderal Kemenkeu dianggap tidak melakukan fungsi pengawasan sebagaimana mestinya. Kasus Rafael ini pun mulai diusut karena efek domino kasus penganiayaan anak Rafael, Mario Dandy. 
 
“Seharusnya bisa (dicegah) karena inspektorat adalah pengawas internal Kemenkeu, sebelum kasus ini menjadi perhatian publik. Ini jangan-jangan ditindaklanjuti tepat karena semua mata tertuju pada Kemenkeu. Atau bahkan bisa jadi terhadap satu orang saja. Padahal kami menduga tidak hanya satu orang yang melakukan hal seperti itu. Jangan-jangan ada Rafael lain,” kata peneliti ICW, Almas dalam diskusi daring, dikutip Minggu (19/3/2023). 
 
Ia menekankan, seharusnya kasus dugaan pencucian uang di Kemenkeu bisa dideteksi secara dini. Laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas transaksi janggal semestinya dapat menjadi pintu masuk pengusutan aliran dana pegawai yang dicurigai menyelewengkan wewenangnya. 
 
“Penting untuk internal lembaga menelusuri itu juga adanya dugaan kepemilikan tidak wajar atas pegawainya. Kalau transaksi tidak wajar ada peran PPATK, jadi ketika ada laporan dari PPATK, seharusnya ditindaklanjuti cepat dan serius,” ujar Almas. 
 
Almas menambahkan, perihal temuan PPATK yang mengungkapkan sejumlah pegawai Kemenkeu memiliki saham di sejumlah perusahaan, juga sepatutnya ditelusuri oleh pihak inspektorat Dirjen Kemenkeu. Sebab, kedudukan mereka yang memiliki saham bisa saja berpotensi menyalahgunakan kewenangan sebagai aparat negara demi kepentingan pribadi. 
 
“Ketika ada temuan kepemilikan saham oleh PPATK harusnya dilihat ada konflik kepentingan enggak dengan pekerjaannya di Kemenkeu. Ini penting untuk menutup celah adanya korupsi yang dilakukan pegawai tersebut,” tutur dia. 
 
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani mengklaim pihaknya telah menerima laporan dari PPATK terkait banyak transaksi janggan yang diduga bersumber dari pegawai Kemenkeu. Jumlahnya tidak sedikit, yakni sebanyak 964 pegawai diidentifikasi terlibat transaksi mencurigakan. 
 
“Semenjak 2007 sampai 2023, kami terima informasi dari PPATK sebanyak 266 surat atau data (laporan). Jumlah dari 2007 hingga 2023 ada 964 pegawai yang diidentifikasikan. Rata-rata perbandingannya 60-an dari pegawai Kemenkeu yang jumlahnya 70 ribu,” kata Sri dalam konferensi pers di gedung Kemenkeu, Sabtu (11/3/2023).

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar