Mahfud Dianggap Mengada-ada soal Duit Ghaib Rp300 T di Kemenkeu

Rabu, 15/03/2023 20:55 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD. (Dok. Humas Polhukam)

Menko Polhukam Mahfud MD. (Dok. Humas Polhukam)

Jakarta, law-justice.co - Teka-teki soal transaksi janggal Rp 300 triliun yang dilontarkan Menko Polhukam Mahfud MD akhirnya dijawab oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).


Dari penjelasan PPATK terungkap, uang Rp 300 triliun itu bukan merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) maupun praktik korupsi yang dilakukan pegawai Kementerian Keuangan.

Uang itu merupakan hasil telaah terkait kasus-kasus yang disampaikan ke Kemenkeu sebagai Penyidik Tindak Pidana Asal dari kasus-kasus kepabeanan, cukai, dan perpajakan.

"Lebih pada kasus-kasus yang kami sampaikan ke Kemenkeu dalam posisi Kemenkeu sebagai Penyidik Tindak Pidana Asal dari kasus-kasus kepabeanan, cukai, dan perpajakan. Di situlah kami serahkan hasil analisis dan pemeriksaan kepada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di kantor Kementerian Keuangan, dikutip Rabu (15/3/2023) 

Penjelasan tersebut berbeda dengan keterangan Mahfud MD. Pertama kali Mahfud menyatakan, ada pergerakan mencurigakan senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai.

Pernyataan itu dijelaskan Mahfud di Kampus Universitas Gadjah Mada pada 8 Maret 2023. Pada hari yang sama di tempat berbeda, Mahfud menyebut transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun merupakan akumulasi sejak 2009 yang melibatkan 460 orang.

"Itu tahun 2009 sampai 2023. Ada 160 laporan lebih sejak itu, tidak ada kemajuan informasi, sesudah diakumulasikan semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu sehingga akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp 300 triliun, katanya ketika itu.

Pada 10 Maret 2023, saat jumpa pers di Kemenkopolhukam bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazar, Mahfud meluruskan bahwa transaksi mencurigakan hingga sebesar Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dimaksud bukan korupsi, melainkan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

TPPU itu melibatkan sekira 467 pegawai di tubuh Kemenkeu dalam rentang waktu 2009-2023 berdasarkan laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kemudian, pada 11 Maret dalam konferensi pers di Kemenkeu, Mahfud kembali menegaskan bahwa Rp 300 triliun itu tentang pencucian uang, bukan korupsi.

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak membenarkan Mahfud. Ia justru meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuka data lengkap mengenai transaksi janggal senilai Rp300 triliun yang sebelumnya disebutkan oleh Mahfud MD.

"Sampai saat ini saya belum mendapatkan informasi Rp300 triliun itu hitungannya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat. Dalam hal ini silakan teman-teman media nanti tanya ke Pak Ivan (Kepala PPATK)," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (11/3/2023).


Sri Mulyani mengaku, isi surat yang telah disampaikan oleh PPATK kepada dirinya hanya memuat daftar kasusnya dan tidak mencantumkan detail nilai nominal.

Isu Rp 300 triliun ini merupakan runtutan dari kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy. Belakangan Mario yang pamer moge dan mengendara rubicon merupakan anak dari pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo.

Setelah dicek di LHKPN, Rafael Alun memiliki harta yang fantastis hingga di atas Rp 50 miliar dan hanya selisih Rp 2 miliar dari Menteri Keuangan Sri Mulyani. Padahal tunjangan yang diberikan antara Rafael dan Sri Mulyani berbeda jauh.

Menkeu kemudian memutuskan memecat Rafael Alun. Namun ibarat puncak gunung es, sejumlah pejabat pajak dan Kementerian Keuangan lainnya pun banyak disorot netizen. Warganet bertanya-tanya, bagaimana mereka yang digaji negara dan dibiayai pajak justru hidup bermewah-mewahan. Gerakan boikot pajak sempat mencuat, meski akhirnya perlahan mulai diredam.

Penjelasan PPATK

Sementara itu Ivan menjelaskan, analisis terhadap kasus-kasus yang mencapai Rp 300 triliun sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Lebih lanjut, Ivan menyampaikan, PPATK dan Kemenkeu terus berkoordinasi agar kasus-kasus tersebut dapat ditangani dengan baik bersama aparat penegak hukum.

Ivan tak menampik terdapat pegawai Kemenkeu yang juga terlibat dalam kasus-kasus tersebut. Namun, menurut dia, jumlahnya sangat kecil jauh di bawah Rp 300 triliun.

"Memang ada satuan-satuan kasus yang kami koordinasikan, kami peroleh dari Kemenkeu terkait dengan pegawai. Tapi nilainya tidak sebesar itu (Rp 300 triliun) nilainya sangat minim dan itu ditangani Kemenkeu secara baik dan kami lakukan koordinasi terus menerus," ungkap Ivan.

Karena itu, pihaknya pun meminta agar jangan ada salah persepsi di mata publik soal transaksi Rp 300 triliun yang merupakan TPPU maupun korupsi oleh pegawai. "Sekali lagi saya tegaskan, angka yang nilainya ratusan triliun itu terkait tindak pidana kepabeanan, cukai, dan perpajakan yang ditangani Kemenkeu. Sama seperti di KPK, Kepolisian, dan Kejaksaaan yang masing-masing nilainya juga besar," ujarnya menambahkan.

Irjen Kemenkeu, Awan Nurmawan, menambahkan, Kemenkeu berkomitmen melakukan pembersihan di tubuh kementerian. Seluruh informasi mengenai keterlibatan pegawai Kemenkeu dalam kasus-kasus kepabeanan, cukai, dan perpajakan akan ditindaklanjuti secara tepat dengan pemanggilan yang bersangkutan. "Intinya antara Kemenkeu dan PPATK sudah begitu cair," kata Awan.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar