Retno Lestari Priansari Marsudi, LL.M, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

Diplomat yang Berjuang dari Bawah & Reputasi Politik Luar Negeri RI

Senin, 13/03/2023 20:26 WIB
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (Delikkalbar.com)

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (Delikkalbar.com)

Jakarta, law-justice.co - Publik Indonesia mengenal sosok Retno Lestari Priansari Marsudi, LL.M. adalah seorang diplomat karier perempuan yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri (Menlu) Perempuan pertama di Indonesia.

Retno lahir di Semarang pada 27 November 1962 dan mulai menjabat sebagai Menlu sejak 27 Oktober 2014 di Kabinet Kerja Jokowi. Kinerja Retno pada periode pertama pemerintahan Jokowi berhasil membuat dirinya kembali dipercaya dan dilantik oleh Menteri Luar Negeri untuk Kabinet Indonesia Maju pada 23 Oktober 2019.
 
Nama Retno sendiri sempat menjadi perbincangan hangat publik karena ia merupakan Menlu Perempuan pertama dalam sejarah sejak Indonesia merdeka. Bila berbicara soal diplomasi tentu rata-rata orang memiliki stigma negatif bahwa perempuan tidak mampu untuk melakukannya. 
 
Namun, stigma terhadap perempuan itu kini perlahan-lahan dapat digoyahkan salah satunya karena Retno Marsudi berhasil masuk ke dalam jajaran pemerintahan dengan posisi strategis.
 
Retno menceritakan masa kecil yang penuh dengan perjuangan dan ia berangkat dari keluarga yang sederhana. Ia mengalami keterbatasan dalam hidup ketika mengingat masa kecilnya,  Retno menyebut dirinya berasal dari keluarga orang yang teramat biasa, bukan orang berada.
 
Bahkan Retno juga pernah mengalami masa kecil dengan hanya makan nasi dan garam saja. Retno menyebut bila ia mengaku sudah lupa dengan pengalaman tersebut, namun sang ibunda memberitahukan hal tersebut.

“Saya pernah makan nasi cuma dengan garam. Ibu saya yang bilang tapi saya jujur udah lupa. Karena waktu itu saya masih anak kecil ya," kata Retno kepada Law-Justice.co.

Retno mengatakan bila sejak sekolah dasar pendidikan yang ditempuh hingga jenjang sarjana adalah di sekolah negeri. Sekolah dasar (SD) ia tempuh di SD Randusari, kemudian ia melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Semarang.  
 
Ia menceritakan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan saat masih bersekolah, kala itu Retno tampak lebih terkenang dengan banjir yang menggenangi sekolah itu tiap tahun.

"Kalau banjir, wah, kami malah (berangkat) sekolah, terus main air," ungkapnya. Sebelum melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), Retno sempat bersekolah di SMA Favorit di Semarang yakni SMAN 3 Semarang.
 
Hal inilah yang menjadi awal mula pertemuan dirinya dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Artinya ia juga sudah mengenal Sri Mulyani selama lebih dari 40 tahun.
 
Retno menyebut bila ketika masa sekolah ia juga kenal baik dengan Sri Mulyani meskipun memiliki minat yang berbeda. "Kami ini Satu angkatan, Jadi, saya kenal Bu Menkeu itu sudah lebih dari 40 tahunan dan kami juga saling kenal baik tapi kegiatan kita beda," imbuhnya.
 
 
Retno menikah dengan Agus Marsudi yang berprofesi sebagai arsitek, dan dari pernikahannya tersebut memperoleh dua anak.  Retno menegaskan sebagai seorang perempuan perjalanan karier menjadi Diplomat membutuhkan perjuangan yang ekstra.
 
Namun, bukan berarti perempuan tidak bisa seiring menjalankan peran sebagai perempuan dan ibu sembari tetap berkarir cemerlang. "Cuma memang tantangannya lebih besar. Pasti itu," tegasnya.

Retno menyatakan bila perjalanan karier sebagai Diplomat hingga puncaknya menjadi Menteri Luar Negeri semakin membuatnya terbiasa selalu bepergian ke berbagai negara. Selain itu, bicara tentang diplomasi tentu banyak orang melihat ini dunia laki-laki artinya perempuan yang menjadi Diplomat jumlahnya tidak sebanyak laki-laki.
 
"Saat saya masuk ke Kementerian Luar Negeri, iya begitu situasinya (Jumlah Laki-laki lebih banyak)," ujarnya. Dia pun tak membantah persepsi yang sama sempat lekat di benaknya.  Komposisi diplomat ketika Retno mulai menempuh jalan ini hanya 10 persen yang perempuan.

Dari jumlah itu pun tak semua bisa berlanjut kariernya, entah karena memang memutuskan berhenti atau menikah dengan sesama diplomat Indonesia. Retno menyatakan bila dahulu sempat berlaku aturan adanya larangan menikah di antara sesama diplomat Indonesia. 
 
Bila pasangan tersebut tetap menikah, salah satu pasangan tersebut harus memilih keluar, namun larangan tersebut kini telah dicabut. "Sekarang sudah boleh, dua-duanya diplomat menikah, dua-duanya penempatan. Perempuan di-treat exactly equal dengan laki-laki," ungkap dia.

Retno pun menuturkan bila tim di kementeriannya yang berjibaku mengurus diplomasi vaksin di tengah pandemi Covid-19 pun diisi oleh mayoritas perempuan. Sebagai seorang Diplomat, Perempuan Kelahiran Semarang tersebut menyatakan tentu harus siap bekerja kapanpun dan siap kerja selama 24/7.

"Kami kerja nggak ada batasan waktu, nggak ada batasan ruang. 24 (jam) 7 (hari), kapan pun disuruh pergi, harus bisa," tuturnya. Hal tersebut karena pekerjaan diplomat berhubungan dengan negara lain yang belum tentu berada di satu zona waktu dengan Indonesia.
 
Terkait dengan peran perempuan di Diplomat sendiri tentu harus bisa membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan. "Nah, ini kadang-kadang kemudian digandengkan dengan peran perempuan—tanggung jawab pada anak, kepada keluarga, jadi manage waktu harus pintar," ucapnya.
 
Retno menyebut bila hari ini dalam perekrutan diplomat pada hari-hari ini bukan hal aneh bila sampai 51 persen yang diterima justru perempuan. Retno yang telah memakan asam garam menjadi Diplomat memberikan pesan khusus kepada milenial terutama perempuan.
 
Seperti diketahui bila pada dahulu pekerjaan Diplomat banyak diisi oleh kaum laki-laki tapi bukan berarti perempuan juga tidak bisa menjadi diplomat. "Perbedaan itu indah jangan lupa tebarkan hal positif karena kita Indonesia," ujarnya.
 
Retno menceritakan pada suatu masa ketika beradaptasi menjadi seorang Ibu di tengah kesibukannya menjadi seorang Diplomat. Ia membuktikan semua itu bisa terlewati, dari keberadaan dirinya saat ini yang menjadikan perempuan pertama di Indonesia yang menjadi Menteri Luar Negeri. 
 
Hal tersebut pula yang menjadi bukti bahwa perempuan bisa menyandingkan keluarga dan karier, bahkan di ranah diplomasi. "Saya selalu kasih encouragement ke teman-teman diplomat (perempuan) yang muda. Berat, iya. Tantangan besar, iya. Tapi, bisa!" ungkapnya.
 
Keresahan TKI Saat Ini
 
Sebagai seorang Menteri Luar Negeri dan Diplomat tentu Retno banyak berhubungan dengan negara lain. Salah satu yang pasti adalah Retno pasti setidaknya mengetahui keresahan yang terjadi pada kondisi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berada di negara lain.
 
Salah satu contohnya, Retno menceritakan kondisi TKI di luar negeri yang mempunyai keresahan yang berbeda. Salah satu yang menjadi poin keresahan para TKI di Malaysia misalnya, beberapa TKI mengalami keresahan karena berkaitan juga dengan keselamatan para TKI.
 
Dalam pertemuan Retno dengan Menlu Malaysia beberapa waktu lalu, Ia menekankan pada Malaysia untuk menjamin keselamatan para TKI. "Saya sampaikan kepada Menlu Malaysia untuk atasi keresahan TKI disana adalah perlindungan pekerja migran adalah salah satu isu prioritas bagi Politik Luar Negeri Indonesia,” ucapnya.
 
Retno juga menceritakan salah satu yang membuat keresahan TKI dan Negara adalah ada beberapa TKI yang tertipu karena iming-iming gaji yang besar di negara orang.
 
Ia menyatakan modus kejahatan tersebut ditawarkan kepada salah satu calon TKI untuk bisa bekerja di luar negeri dengan persyaratan yang melanggar prosedur. "Jadi saya pernah dapat cerita, calon TKI ini ditawari kerja oleh seseorang dengan gaji kisaran 1000-2000 dollar Amerika dan si TKI ini disuruh membayar biaya administrasi," ungkapnya.
 
"Itu diatur oleh pihak penyelenggara yang mengajaknya dari keberangkatan sampai dengan si calon tiba di negara tersebut lalu dikumpulkan di satu gedung pekerja tersebut," sambungnya.
 
Setelah itu, Retno menyatakan bila si calon pekerja tersebut diberi pengarahan oleh pihak yang mengajak tersebut dan segalanya sudah disiapkan. "Jadi nanti si calon TKI ini udah disiapin komputer untuk menipu calon korban tersebut juga jadi ini udah siklus," ucapnya.
 
Untuk itu, Retno menyatakan Perlindungan kepada Tenaga Kerja Indonesia yang bertugas di luar negeri ini sangat penting dan bermakna luas.  Mulai dari pentingnya penegakan hukum terhadap setiap perlakuan buruk atau tindak kriminal yang dilakukan terhadap pekerja Indonesia di sana. 
 
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah pemenuhan hak-hak pekerja Indonesia, termasuk hak finansialnya. “Penegakan hukum itu penting untuk menunjukkan rasa kemanusiaan, rasa keadilan,” tutur Retno yang rambutnya kerap memakai bandana itu.
 

(Givary Apriman Z\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar