Saat Romahurmuziy PPP Bicara soal Potensi Pecah KIB & Penundaan Pemilu

Selasa, 07/03/2023 12:43 WIB
Saat Romahurmuziy PPP Bicara soal Potensi Pecah KIB & Penundaan Pemilu. (Instagram/@romahurmuziy)

Saat Romahurmuziy PPP Bicara soal Potensi Pecah KIB & Penundaan Pemilu. (Instagram/@romahurmuziy)

Jakarta, law-justice.co - Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy buka suara soal potensi perpecahan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), koalisi yang terdiri dari PPP, Golkar dan PAN jelang Pemilu 2024.

Pria yang akrab disapa Romy itu mengakui bahwa belum ada kemajuan berarti dari KIB meski sampai saat ini masih eksis.

Hal itu dikatakan Romy saat menjadi narasumber dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Anggota DPRD PPP se-Jatim di Surabaya, Senin (6/3).

"KIB sampai hari ini masih ada (eksis). Saya melihat belum ada kemajuan berarti, baik tentang (sosok) capres dan cawapres," kata Romy.

Romy lantas menyinggung adanya potensi KIB pecah. Dia menyebut potensi keluar masuk parpol di KIB maupun koalisi lain cukup terbuka. Sebab, dinamika politik masih sangat cair dan banyak figur potensial yang tersedia.

"Jadi kemungkinan perubahan (partai masuk atau keluar) di KIB pun masih sangat besar, baik pasangan koalisi parpolnya maupun capres-cawapresnya," ungkapnya.

Romy menambahkan, sampai saat ini dinamika politik, khususnya sosok capres-cawapres yang akan diusung KIB atau koalisi lain di Pilpres 2024 masih sangat cair.

"Jadi hari ini politik Indonesia untuk capres-cawapres masih cair dan semua kemungkinan masih terbuka. Bahkan saya melihatnya itu betul-betul sesuatu yang masih gamang satu sama lain," jelasnya.

Selain berbicara soal kondisi KIB, Romy juga turut mengomentari soal putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024.

Menurut dia, semua pihak harus menghormati keputusan hukum yang dikeluarkan PN Jakpus.

"Keputusan PN Jakpus itu kan sebagai keputusan hukum, ya harus kita hormati," ucap Romy.

Romy menyatakan, banyak pihak yang menganggap keputusan hakim PN Jakpus di luar kewenangan. Romy meminta semua pihak tidak panik dan tidak reaktif karena keputusan itu belum inkrah.

"Soal bahwa ada penilaian mereka ada ultra petita atau mereka memutuskan di luar kamarnya, ya ahli hukum itu kan ada 5 pendapatnya bisa ada 6, jadi ya biasa-biasa saja kita tunggu saja. Karena ini juga belum inkrah," jelasnya.

Romy memandang bahwa penundaan pemilu adalah sesuatu yang wajar dan sah-sah saja dalam demokrasi.

"Menurut saya penundaan Pemilu itu sesuatu yang sah dalam demokrasi dan saya kira ini juga pernah disampaikan oleh pejabat politik kita. Hanya tinggal apakah penundaan itu konstitusional tidak," bebernya.

Romy mengatakan saat ini UUD 1945 jelas mengatur tentang pelaksanaan Pemilu dilakukan 5 tahun sekali secara reguler. Namun, menurutnya penundaan Pemilu juga bisa dilakukan dengan TAP MPR.

"Kalau kita mendasarkan pada UUD 45 hari ini, kan pemilu memang digelar reguler 5 tahun sekali. Tetapi bahwa kemudian, seperti disertasi Ketua MPR Bambang Soesatyo di Unpad yang meloloskan beliau sebagai dokter, itu mencari kemungkinan dan diakui oleh para forum guru besar yang jadi penguji, penundaan pemilu menggunakan TAP MPR juga bisa dilakukan," jelasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar