Karut Marut Tata Kelola Sawit RI, Ternyata ini Penyebabnya (3)

Sabtu, 04/03/2023 11:40 WIB
Presiden Joko Widodo menanam kelapa sawit (Foto: Kontan)

Presiden Joko Widodo menanam kelapa sawit (Foto: Kontan)

Jakarta, law-justice.co - Uni Eropa sebagai tiga besar pasar tujuan ekspor sawit Indonesia, setelah Cina dan India, mewajibkan Indonesia sebagai negara pemasok bersih dari segala tudingan deforestasi. Dalam perspektif Uni Eropa, klaim sawit Indonesia bebas dari deforestasi masih perlu bukti lebih lanjut.

"Harus ada data yang bisa ditunjukan dan diverifikasi pihak ke-3 ini implentasinya bagaimana. Tidak hanya Eropa, namun Tiongkok saat ini juga sedang bersiap-siap untuk melakukan hal serupa dengan Eropa, jadi alangkah lebih baiknya jika kita bersiap-siap, daripada berargumen namun transparansinya tidak ada," kata Andika.

Hal serupa disampaikan Kepala Departemen Ekonomi, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar Hirawan. Menurutnya, penting bagi Indonesia untuk melakukan penyesuaian terhadap permintaan Eropa sebagai destinasi ekspor sehingga Indonesia tidak kehilangan pasar ekspor.

"Kita masih sangat bergantung pada kelapa sawit. High cost economy untuk memenuhi standar pasar harus dioptimalkan. Sembari mencari konsumen baru terkait biodiesel," ujar Fajar Hirawan.

ISPO dan DMO, mampukah perbaiki tata kelola?
Ketua Indonesia Palm Oil Association (IPOA), Joko Supriono mengatakan tetap ada keinginan untuk memperbaiki tata kelola untuk memenuhi komitmen pasar.

"Yang penting kita melakukan perbaikan dalam tata kelola. Ini bukti perusahaan Indonesia memiliki perbaiki tata kelola. ISPO digunakan sebagai alat untuk mengatasi segala konflik yang ada," katanya.

Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) adalah kebijakan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian. Kebijakan ini sejak tahun 2009 untuk membuat minyak kelapa sawit dari Indonesia memiliki daya saing yang besar di pasar global. Sertifikasi ISPO diperkuat dengan Permentan No. 38 Tahun 2020 yang berisi tentang Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan.

Selain itu, seperti dilansir dari detik.com pada 31 Januari 2022, untuk menjaga stok bahan baku minyak goreng, pemerintah memberlakukan kebijakan wajib memenuhi pasar domestik, atau domestic market obligation (DMO) sebesar 20%. Seluruh eksportir wajib memasok 20% dari volume ekspornya dalam bentuk CPO dan RBD Palm Olein ke pasar domestik dengan harga Rp 9.300/kg untuk CPO dan harga RBD Palm Olein Rp 10.300/kg.

Joko mengklaim bahwa DMO bisa menjadi langkah untuk memperbaiki tata kelola industri sawit dan mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran yang banyak dikeluhkan masyarakat belakangan ini.

Secara hitung-hitungan, ujarnya, ekspor Indonesia setahun 34 juta ton, maka 20 persennya sudah 6,8 juta ton. "Kebutuhan minyak goreng di Indonesia 5,7 juta ton. Sebenarnya sudah cukup. Namun harus diperkuat mekanisme kontrolnya sehingga apa yang dialokasikan benar-benar menjadi minyak goreng," kata Joko Supriono.

 

 

 

 

 

 

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar