Serangga di Uni Eropa Boleh Dimakan, di Qatar Haram

Sabtu, 04/02/2023 12:40 WIB
Ilustrasi Serangga (Foto: InformaZONE)

Ilustrasi Serangga (Foto: InformaZONE)

Jakarta, law-justice.co - Qatar menegaskan kembali larangan agama untuk mengonsumsi serangga. Pernyataan Qatar diungkapkan setelah Uni Eropa menambahkan produk baru ke dalam daftar makanan yang disetujui.

Menurut Kementerian Kesehatan Qatar, produk serangga tidak memenuhi persyaratan peraturan teknis makanan halal. "Peraturan Dewan Kerjasama Teluk dan pendapat agama dari otoritas yang berwenang melarang konsumsi serangga, atau protein dan suplemen yang diekstraksi darinya,” kata Kementerian Kesehatan Qatar dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Al Arabiya, Sabtu (4/2/2023)

Pengumuman tersebut mengikuti keputusan beberapa negara untuk menyetujui penggunaan serangga dalam produksi pangan. Qatar tidak menyebutkan nama negara atau wilayah yang melegalkan penggunaan serangga sebagai bahan pangan. Namun bulan lalu Komisi Uni Eropa menyetujui larva ulat bambu dan produk yang mengandung kriket rumah untuk digunakan dalam makanan.

Serangga telah lama menjadi sumber protein dalam komunitas di seluruh dunia, tetapi konsumsinya telah menyebar seiring meningkatnya tekanan untuk mencari alternatif selain daging dan makanan lain. Konsumsi daging dikaitkan dengan meningkatnya gas rumah kaca yang tinggi.

Uni Eropa sekarang telah menyetujui empat serangga sebagai makanan baru. Semua produk yang mengandung serangga harus diberi label dengan jelas.

Para akademisi mengatakan tidak ada aturan yang jelas dalam hukum Islam tentang apakah serangga boleh dimakan. Kebanyakan ahli mengatakan belalang itu halal, atau diperbolehkan, seperti yang disebutkan dalam Al Quran. Namun banyak ahli hukum Islam yang menolak serangga lain karena dianggap najis.

Qatar mengatakan bahwa kepatuhan makanan terhadap aturan halal diperiksa oleh badan Islam yang diakreditasi oleh kementerian dan melalui laboratorium terakreditasi internasionalnya". Lembaga ini yang menentukan sumber protein yang terkandung dalam produk makanan.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar