Langgar UU Perlindungan Konsumen, Meikarta Niat Cuci Tangan? (1)

Rabu, 25/01/2023 17:40 WIB
Proyek Meikarta milik Lippo Group (Robinsar Nainggolan/Law-Justice)

Proyek Meikarta milik Lippo Group (Robinsar Nainggolan/Law-Justice)

law-justice.co - Gugatan pengembang Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama atau MSU, terhadap konsumen apartemen dinilai melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Langkah tersebut akan menimbulkan rasa takut pada konsumen untuk bersuara.

Pakar Hukum Perlindungan Konsumen dari Universitas Indonesia, Henny Marlyna, mengatakan bahwa gugatan pelaku usaha terhadap konsumen tersebut tergolong sebagai Strategic Lawsuit Against Public Participation atau SLAPP. SLAPP adalah strategi untuk menghentikan atau menghukum warga negara yang sedang menyuarakan pendapatnya atau memperjuangkan hak-haknya.

"Caranya dengan menggugat mereka secara perdata atau melaporkan pelanggaran pidana," kata Henny, dikutip dari Katadata, Rabu (25/1/2023)

Dia mengatakan, tujuan dari strategi tersebut adalah menciptakan rasa takut sehingga membungkam partisipasi publik. Dengan demikian, gugatan perdata atau pelaporan ke kepolisian semacam ini bukan sekedar upaya hukum biasa, namun bertujuan untuk menghentikan partisipasi publik dalam menyuarakan pendapatnya atau memperjuangkan hak-haknya.

Henny berpendapat bahwa gugatan pelaku usaha terhadap konsumen yang sedang menyampaikan keluhannya tersebut melanggar hak-hak konsumen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pasal tersebut menyatakan bahwa konsumen memiliki hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan dan hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Konsumen Wajar Bersuara
Undang-undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai hak-hak konsumen. Hak tersebut didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan dan hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Dengan demikian, Henny mengatakan, negara melindungi setiap konsumen yang tidak puas ketika bertransaksi dengan pelaku usaha selama menyuarakan pendapat dan keluhannya dengan cara patut.

"Menurut saya apabila keluhan dari konsumen belum mendapatkan tanggapan yang positif dari pelaku usaha atau belum mencapai kesepakatan, adalah hal yang wajar jika konsumen menyampaikan pendapat dan keluhannya melalui media lain atau sarana lainnya, sepanjang yang disampaikan tersebut adalah faktanya," kata Henny.

Hak untuk menyampaikan pendapatnya tersebut juga dilindungi oleh konstitusi yaitu dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, yaitu bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar