Mafia Bancakan Dana Program Bantuan Pekerja

Miliaran Uang Negara Bagi Pekerja Terbuang Tidak Tepat Sasaran

Sabtu, 14/01/2023 12:41 WIB
Hasil audit BPK soal anggaran Kemenaker (Dok.BPK)

Hasil audit BPK soal anggaran Kemenaker (Dok.BPK)

Jakarta, law-justice.co -  

Program kerja Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) tahun 2020 yakni bantuan pembinaan untuk tenaga kerja memakan anggaran hingga ratusan miliar.

Namun, disinyalir program tersebut tidak sesuai dengan ketentuan salah satu contohnya adalah Ditjen Binapenta tidak dapat menyajikan rincian penerima bantuan.

Berdasarkan data yang diperoleh Law-Justice, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat terdapat kenaikan anggaran sebesar 502,4 persen di 2020. Pada 2019 anggaran kementerian tersebut hanya Rp5,79 triliun kemudian pada 2020 menjadi Rp34,88 triliun.

Untuk Pagu Anggaran Kemnaker yang berjumlah Rp 34,88 Triliun tersebut, Kemnaker mempunyai target penyerapan anggaran sebesar 96,09%.

Realisasi anggaran tersebut berada di angka Rp 31,55 Triliun dengan realisasi anggaran sebesar 90,45 % pada tahun 2020.

Untuk Ditjen Binapenta dan PKK sendiri, memiliki pagu anggaran sebesar Rp 1,08 Triliun dengan target penyerapan anggaran sebesar 96,22%.

Namun, pada tahun tersebut realisasi anggaran berada di angka Rp 870 Miliar dengan realisasi anggaran hanya mencapai sekitar 80 % pada tahun 2020.

Artinya, realisasi penyerapan anggaran Kemnaker sendiri tidak mencapai 90 %, sementara target untuk realisasi anggaran sendiri berada di angka 96,22 %.

Law-Justice mencoba untuk menghubungi Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah untuk meminta keterangan lebih lanjut.

Namun, hingga berita ini diturunkan pihak dari yang bersangkutan belum memberi tanggapan terkait hal tersebut.


Hasil audit BPK 2022 semester I terkait anggaran di Kemenaker (Dok.BPK)

Menguapnya Anggaran Negara Harus Diproses Hukum
Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter turut memberi tanggapan terkait hal tersebut.

Ia mengakui tidak terlalu mengetahui terkait dugaan kasus bantuan pembinaan tenaga kerja di Kemnaker tersebut.

Namun, meski begitu ia mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri dan menjerat para pihak yang diduga terlibat kasus dugaan suap korupsi di berbagai instansi negara.

"Pada prinsipnya, Penegak hukum khususnya KPK harus menelusuri dan jerat para pihak yang diduga terlibat dalam suatu perkara korupsi, siapa pun orangnya," kata Lalola kepada Law-Justice.

Meski begitu, Lalola menekankan agar KPK harus memiliki dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi.

Pasalnya, untuk menetapkan tersangka dalam suatu kasus tentu lembaga penegak hukum harus memiliki bukti yang cukup.

"Lembaga penegak hukum harus memastikan bahwa sudah ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang jadi tersangka," ujarnya.

Menurut Lalola, masyarakat memiliki hak untuk mendorong KPK menuntaskan kasus-kasus lama yang sampai saat ini belum tuntas.

Namun, ia juga menekankan proses hukum harus tetap berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku di lembaga antirasuah.

"Karena ini akan berkaitan juga dengan kredibilitas KPK ke depannya, manakala menetapkan seseorang sebagai tersangka dengan tergesa-gesa," ujarnya.

Anggaran Tidak Tepat Sasaran dan Jadi Bancakan
Sementara itu, Adanya indikasi kerugian negara di tubuh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) ternyata tidaklah terlalu mengejutkan bagi Khamid Istakhori. Mantan Sekjen Serikat Buruh kerakyatan ini mengungkapkan, pihaknya sudah lama mengendus adanya pengemplangan duit program di tubuh Kemenakertrans.

Salah satu parameter, menurut dia, adalah dari dana yang konon digelontorkan untuk peningkatan kapasitas tenaga kerja, ternyata kurang dirasakan dampaknya.

Dia menyambut antusias temuan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Semerter I tahun 2022. Menurutnya, indikasi kerugian negara sebesar Rp 563 milyar dalam belanja bantuan tahun 2020 menurutnya sudah keterlaluan.

“Padahal, dengan bantuan sebesar itu jika dimanfaatkan dengan baik dan sesuai target akan sangat membantu meningkatkan kapasitas tenaga kerja, juga dapan membatu menyelesaikan sejumlah persoalan seperti pembinaan pasca PHK, penanganan pekerja sektor informal. Apalagi itu masanya pandemi,” tegas Regional Programme Officer Building and Wood Workers` International (BWI) Global Union Federation.

Dia memberi contoh serikat buruh tempat dia aktif saat ini. BWI dan Serbuk sebagai afiliasinya, menyasar pekerja sektor non formal di bidang konstruksi. Jika bantuan itu diterima oleh pihaknya, tentunya akan dapat digunakan untuk memberikan program-program peningkatan skill.

“Misalnya kursus pengelasan (welding), kursus pertukangan kayu, dan aneka kursus lainnya,” ujarnya.

Dia menilai salah satu faktor yang membuat kebocoran tersebut adalah minimnya pelibatan serikat buruh yang serius melakukan penggalangan dan pembinaan buruh. Justru menurutnya, banyak serikat buruh yang berafiliasi parpol atau kelompok tertentu yang kerap memperoleh kucuran dana.

Padahal serikat buruh tersebut hanya sekedar papan nama, tak pernah terdengar pernah melakukan advokasi buruh.

Dia menyarankan, agar Kemenakertrans lebih fokus untuk bekerja sama dengan serika buruh dalam penyaluran dana bantuan untuk pekerja.


Hasil audit BPK soal anggaran Kemenaker (Dok.BPK)

“Namun, serikat pekerjanya mesti bener. Salah satu caranya adalah secara berkala dilakukan verifikasi faktual hingga tinkat nasional. Selama ini, verifikasi serikat pekerja berjalan di level daerah tingkat II, tetapi berhenti di level provinsi,” paparnya.

Padahal, serikat buruh yang terverifikasi memiliki anggota dan kegiatan merupakan ujung tombak sekaligus bisa menjadi mitra pemerintah dalam menangani persoalan ketenaga kerjaan. Termasuk untuk memastikan dana bantuan tepat sasaran.

Namun, itu kalau memang itu terjadi karena kelalaian. Jika merujuk pada laporan BPK, penyimpangannya hampir 100 persen.

“Dalam hal ini saya tegaskan agar penegak hukum, apakah KPK atau Kejaksaan Agung segera turun menindaklanjuti dugaan kerugian negara,” kata Khamid.

Temuan BPK ini merupakan bukti adanya penyimpangan dana bantuan yang merupakan hak pekerja. Dia juga menegaskan agar BPK melakukan audit total terhadap Kemenakertrans.
“Sebab, tidak menutup kemungkinan penyimpangan ini tidak di satu mata anggaran dan tidak di tahun 2020 saja. Agar lebih terang benderang, maka Kemenakertrans harus di audit total,” pungkasnya.

Catatan ICW Soal Korupsi Jelang Tahun Politik
Indonesia Corruption Watch (ICW) sendiri memiliki catatan buruk terkait perkembangan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Salah satu yang disorot ICW adalah pemberantasan korupsi yang rawan dijadikan sebagai alat politik untuk kepentingan tertentu.

“Pemberantasan korupsi masih harus dikompromikan dengan kepentingan politik yang menjadi penopang kekuasaan. Jelang memasuki tahun politik, Hukum pemberantasan korupsi rawan disalahgunakan sebagai alat kekuasaan dan kepentingan politik,” ujar pernyataan resmi ICW yang diterima Law-Justice.

Sementara itu anggota Komisi IX DPR RI Sutan Adil Hendra menekankan kepada Kemenaker untuk melakukan langkah strategis untuk merealisasikan serapan anggaran secara efektif.

Menurutnya, pagu indikatif tersebut jangan terlalu fokus pembahasan besaran anggaran saja tapi Kemenaker harus punya langkah strategis perubahan kebijakan.

"Hal itu penting untuk mempertimbangkan kelangsungan usaha dan perlindungan bagi pekerja,” kata Sutan kepada Law-Justice.


Pagu anggaran dan realisasi keuangan Kemenaker

Ia menyebut dengan anggaran Kemenaker tersebut sangat penting untuk memperhatikan pembangunan Ketenagakerjaan.

Tentunya, ia juga menyatakan dalam menyelenggarakan program dan kerja harus berorientasi hasil bukan hanya penyerapan anggaran.

"Jadi ini harus efektif, outputnya harus jelas dalam program tersebut karena untuk memastikan program kerja dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat juga memberikan dampak positif ke pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Dengan orientasi hasil, capaian tentu akan lebih optimal," paparnya.

Ia juga menekankan bila Menaker harus bisa memberikan solusi berkeadilan untuk para pekerja.

Tentu dengan anggaran yang besar, ia mendorong pada Kemnaker untuk lebih hati-hati dalam merealisasikan program kerja supaya lebih efektif.

"Jadi saya tekankan, output suatu program kerja itu harus jelas dan berjalan efektif," tutupnya.

Catatan BPK Soal Anggaran Kemenakertrans
Pengelolaan belanja bantuan tahun 2020 pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tidak sesuai dengan ketentuan, di antaranya Ditjen Binapenta dan PKK tidak dapat menyajikan perincian penerima bantuan, tidak ada proposal pengajuan dari penerima bantuan, penetapan penerima bantuan berdasarkan usulan dari pihak tertentu dan tidak dilakukan verifikasi, penerima bantuan sebesar Rp419,86 miliar tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ), serta kelompok penerima bantuan tidak sesuai dengan sebenarnya.

HASIL pemeriksaan BPK atas 2 objek pemeriksaan pengelolaan belanja menyimpulkan bahwa pengelolaan belanja tidak sesuai dengan kriteria.

Permasalahan yang perlu mendapat perhatian di antaranya pengelolaan belanja bantuan tahun 2020 pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tidak sesuai dengan ketentuan, di antaranya Ditjen Binapenta dan PKK tidak dapat menyajikan perincian penerima bantuan, tidak ada proposal pengajuan dari penerima bantuan, penetapan penerima bantuan berdasarkan usulan dari pihak tertentu dan tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ), serta kelompok penerima bantuan tidak sesuai dengan sebenarnya.

Selain itu, LPJ belanja bantuan sebesar Rp124,57 miliar belum didukung dengan bukti dan/atau bukti tidak memadai, penyaluran bantuan dengan dasar surat keputusan
substitusi yang disalurkan setelah berakhirnya tahun anggaran penyaluran bantuan sebesar Rp19,32 miliar, dan sisa rekening penerima bantuan yang belum disetor ke kas negara sebesar Rp8,25 miliar.

BPK telah merekomendasikan kepada Menteri Ketenagakerjaan agar mempertanggungjawabkan belanja bantuan yang tidak dapat ditelusuri dan kekurangan dokumen pertanggungjawaban serta memproses indikasi kerugian negara sebesar Rp563,75 miliar sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, menyetorkan ke kas negara hasil proses penetapan kerugiannya, dan melaporkan ke BPK.


BPK juga menemukan Pengadaan publikasi dan sosialisasi pada Ditjen Binapenta dan PKK yang diselenggarakan melalui mekanisme lelang tidak sesuai dengan ketentuan, di antaranya dokumen spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja dan harga perkiraan sendiri sudah diterima dari pihak penyedia barang/jasa serta proses lelang terindikasi diarahkan untuk memenangkan calon penyedia tertentu.

Selanjutnya, bukti hasil pekerjaan seperti video hasil produksi dan bukti penayangan/log proof yang tidak ditemukan, pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis, dan pemahalan harga. Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp51,70 miliar.

BPK telah merekomendasikan kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk menginstruksikan pejabat berwenang untuk memproses pengembalian ke kas negara atas kelebihan pembayaran sebesar Rp51,70 miliar dan menyampaikan bukti setornya kepada BPK.

Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengelolaan belanja pada BMKG dan Kemnaker mengungkapkan 32 temuan yang memuat 58 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 11 kelemahan sistem pengendalian intern, 43 ketidakpatuhan sebesar Rp763,89 miliar, dan 4 permasalahan 3E sebesar Rp3,59 miliar.

Selama pemeriksaan berlangsung, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau melakukan penyetoran ke kas negara sebesar Rp9,90 miliar.

Kontribusi Laporan : Ghivary Apriman, Bandot DM.

 

(Tim Liputan Investigasi\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar