Buntut KUHP Baru, Demokrat: Jerman Bakal Tarik Akademisi dari RI

Jum'at, 09/12/2022 16:20 WIB
Komisi X DPR RI, Dede Yusuf (Foto: Satu Harapan)

Komisi X DPR RI, Dede Yusuf (Foto: Satu Harapan)

Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua Komisi X DPR mengaku mendapatkan informasi bahwa Jerman mungkin akan menarik akademisinya dari Indonesia buntut disahkannya KUHP yang baru. Ia menyebut polemik terjadi karena belum masifnya sosialisasi KUHP.


Pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru menimbulkan polemik. Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf, mendapatkan informasi Jerman bakal menarik akademisinya di Indonesia buntut KUHP disahkan.


"Saya kemarin juga menerima delegasi dari parlemen Jerman yang juga menyatakan mungkin akan menarik mahasiswa mereka ataupun wisatawan mereka, akademisi, yang bekerja di Indonesia untuk negara lain," ujar Dede kepada wartawan, Jumat (9/12/

Dede menyebut dua hari yang lalu, ia menerima kunjungan ketua parlemen pendidikan Jerman. Saat itu, ketua parlemen pendidikan Jerman terang-terangan menyatakan kekhawatirannya soal KUHP baru.

"Mereka juga bilang kami punya mahasiswa, punya akademisi, yang bertugas di sini tentu mereka tidak nyaman dengan undang undang ini dan sebagainya, mungkin kita (Jerman) akan berpikir untuk memindahkannya ke negara lain," jelas Dede.

Dede tak mempermasalahkan terkait `ancaman` Jerman itu. Ia menyebut permasalahan dari polemik ini yaitu belum masifnya sosialisasi KUHP.

"Itu kan hak mereka (menarik akademisi), cuma kan ini karena belum tersosialisasikan dengan baik. Inilah tugasnya pemerintah untuk mensosialisasikan bahwa apa yang ditakutkan itu tidak akan terjadi karena ada delik aduan tadi," tutur Dede.

Pasal Zina
Beberapa pasal di KUHP baru menjadi sorotan publik. Salah satunya soal pasangan kumpul kebo dan zina.

"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi pasal 412 ayat 1 KUHP baru yang dikutip detikcom, Rabu (7/12).

Lalu, bisakah sembarangan orang menggerebek pasangan kumpul kebo? Jawabannya tidak.

Sebab, yang bisa mengadukan adalah suami/istri atau orang tua. Hal itu diatur dalam Pasal 412 ayat 2:

Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau

b. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Penjelasan pemerintah soal Pasal Zina
Pemerintah sendiri sudah memberikan penjelasan soal pasal zina dalam KUHP baru setelah disorot pihak asing. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menilai ada yang mengangkat isu dan mengembangkan tafsiran pasal zina ini ke arah ranah privat.

"Yang berkembang terakhir ini ada mispersepsi, terutama yang dari luar. Misalnya tentang extra marital sex (seks di luar nikah) itu. Tampaknya pelintirannya terlalu jauh. Saya perlu sampaikan hubungan extra marital sex itu adalah delik aduan," kata Yasonna di KJRI Jeddah, Rabu (7/12).

Yasonna menjelaskan seseorang tak mungkin ditangkap dan diproses hukum dengan pasal zina tanpa adanya laporan. Dia menegaskan pelapor pun terbatas, hanya pihak keluarga dekat. Contohnya, laporan dari suami atau istri.

"Tidak mungkin polisi langsung nangkap, kecuali aduan. Itu pun dari keluarga terdekat, anak, suami, istri," ucapnya. (gtp)

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar