Pasal Kumpul Kebo di KUHP Baru Dinilai Ekonom Rusak Iklim Investasi

Jum'at, 09/12/2022 15:00 WIB
Unjuk rasa Aliansi Nasional Reformasi KUHP di Depan Gedung DPR RI (Dok.Ist)

Unjuk rasa Aliansi Nasional Reformasi KUHP di Depan Gedung DPR RI (Dok.Ist)

Jakarta, law-justice.co - Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang menimbulkan pro kontra di masyarakat. Salah satunya soal pasal kumpul kebo, yang dikhawatirkan akan mengganggu iklim investasi di Tanah Air.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan pengesahan UU KUHP sangat berdampak negatif terhadap iklim investasi terutama dalam menjaring FDI (investasi asing langsung). Banyak pasal yang merugikan dari sisi dunia usaha.


"Contohnya soal masalah perzinahan tentu akan buat wisatawan asing meninjau ulang keputusan berlibur di Indonesia. Padahal saat ini sedang proses pemulihan wisman pasca pandemi reda," kata Bhima, dikutip Jumat (9/12/2022).

Tak hanya itu, KUHP akan jadi pertimbangan bagi calon investor di sektor pariwisata terutama perhotelan dan pengembangan kawasan wisata. Untuk itu, Bhima meminta pemerintah untuk mengkaji ulang pasal-pasal tersebut.

"Beberapa pengusaha dan investor asing sangat memahami pentingnya standar ESG, di mana poin sosial adalah memastikan negara tempat perusahaan beroperasi menjunjung tinggi demokrasi dan HAM,"terang Bhima.

"Kalaupun ada dana investasi yang masuk bisa terjadi pergeseran negara asal investasi. Negara-negara yang cenderung otoritarian dan kualitas investasinya rendah yang akan masuk ke Indonesia,"sambung dia.

Hal senada disampaikan Peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda. Menurut dia, kondisi politik menjadi salah satu faktor investor melakukan investasi.

"Maka adanya faktor politis ini menjadikan pihak Amerika Serikat tidak menyarankan Indonesia sebagai destinasi investasi atau mempersulit syarat invest ke Indonesia bagi investor asal AS," kata Nailul kepada kumparan.

Berbeda dengan kedua ekonom tersebut, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai pasal kumpul kebo tidak akan mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Dia menyarankan Indonesia untuk tidak khawatir.

"Nggak ada dampaknya, AS boleh aja nggak setuju. Tapi KUHP itu urusan dalam negeri. Pandangan AS bukan pandangan investor mereka. investor agamanya cuan," kata Piter.

Menurut Piter, sepanjang investasi memberikan cuan, maka investor akan masuk. Demikian juga dengan pariwisata Indonesia yang sebetulnya bukan pariwisata sex apalagi LGBT.

"Jadi yang masuk mereka yang tidak mencari sex dan LGBT. Kita tak perlu khawatir akan kedua hal ini," imbuhnya.

AS Nilai Aturan Kumpul Kebo di KUHP Bisa Rusak Investasi

Duta Besar AS di Jakarta, Sing Yong Kim, mengkritik pasal mengenai kumpul kebo dalam RKUHP. Menurutnya pelanggaran kumpul kebo bisa rusak iklim investasi Indonesia.

"Kami tetap khawatir bahwa pasal-pasal moralitas yang mencoba mengatur apa yang terjadi dalam rumah antara orang dewasa yang suka sama suka dapat berdampak negatif terhadap iklim investasi di Indonesia," kata Kim dalam forum US-Indonesia Investment Summit, Selasa (6/12).


Menurut Kim, beleid yang mengkriminalisasi keputusan pribadi individu akan menjadi bagian besar dalam matriks keputusan banyak perusahaan yang menentukan apakah akan berinvestasi di Indonesia.

Lebih lanjut, larangan kumpul kebo itu berpeluang mengurangi investasi asing, pemasukan dari sektor pariwisata, serta kunjungan lainnya di Indonesia.

"Hasilnya dapat mengakibatkan berkurangnya investasi asing, pariwisata, dan perjalanan. Keberhasilan G20 telah menunjukkan lintasan positif bagi masa depan Indonesia," ungkap Kim.

Untuk itu, Kim meminta pemerintah Indonesia untuk berdialog dengan sejumlah pihak yang merasa dirugikan. Guna menghormati seluruh pihak, termasuk orang-orang LGBTQI+.

"Penting untuk melanjutkan dialog dan memastikan saling menghormati satu sama lain, termasuk orang-orang LGBTQI+. Negara-negara seperti Indonesia dan AS dapat saling belajar tentang cara memastikan masyarakat inklusif untuk semua," ujarnya.

Kim mengaku, sudah menyampaikan keberatan di hari ketika DPR meresmikan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar