Sadisnya Taliban, di Depan Umum Ayah Korban Jadi Algojo Hukuman Mati

Kamis, 08/12/2022 15:40 WIB
Ilustrasi Hukuman tembak mati di Afghanistan (suara)

Ilustrasi Hukuman tembak mati di Afghanistan (suara)

Afghanistan, law-justice.co - Seorang pria yang dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan ditembak mati oleh ayah korbannya dalam eksekusi di depan umum pertama sejak Taliban kembali berkuasa di Afghanistan.


Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan pria itu tewas di sebuah stadion olahraga yang ramai di Provinsi Farah, di wilayah barat daya Afghanistan.

Ayah korban menembak pria itu sebanyak tiga kali saat eksekusi.

Puluhan petinggi Taliban menghadiri eksekusi mati tersebut.

Eksekusi mati ini terjadi beberapa pekan setelah hakim di negara itu diperintahkan sepenuhnya menegakkan hukum Syariah.


Pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada, mengeluarkan dekrit pada bulan lalu, yang isinya memerintahkan hakim menjatuhkan hukuman seperti eksekusi di hadapan publik, amputasi, hingga rajam.

Tetapi jenis-jenis kejahatan dan hukumannya belum ditentukan secara resmi oleh Taliban.

Beberapa pencambukan di hadapan publik juga telah dilaksanakan baru-baru ini, termasuk terhadap belasan orang di Provinsi Logar pada bulan lalu, yang menandai kali pertama Taliban melakukan eksekusi secara terbuka.

Menurut Mujahid, eksekusi tersebut dihadiri oleh sejumlah hakim agung, personel militer, menteri-menteri senior, termasuk menteri kehakiman, menteri luar negeri, serta menteri dalam negeri.

Mohammed Khaled Hanafi, selaku Menteri Kebaikan dan Kebajikan yang bertugas menerapkan interpretasi ketat Taliban atas hukum Islam, turut hadir dalam eksekusi itu.

Namun Perdana Menteri Hasan Akhund tidak hadir, menurut pernyataan tersebut.

Berdasarkan keterangan Taliban, pria yang dieksekusi mati itu bernama Tajmir, putra Ghulam Sarwar dan merupakan penduduk di Provinsi Herat.

Tajmir menikam seorang pria bernama Mustafa sekitar lima tahun yang lalu.

Dia kemudian divonis oleh tiga pengadilan Taliban dan hukumannya disetujui oleh pemimpin Taliban, Mullah Akhundzada.

Sebelum eksekusi dilaksanakan, Taliban mengumumkan agenda tersebut kepada masyarakat dan “meminta semua warga bergabung dengan kami di lapangan olahraga.”

Ibu korban pembunuhan mengatakan kepada BBC bahwa para pemimpin Taliban telah memohon kepadanya untuk memaafkan pelaku, tetapi dia berkeras untuk mengeksekusinya.

“Taliban mendatangi saya dan memohon agar saya memaafkan orang kafir ini,” kata dia.

“Mereka mendesak saya memaafkan pria ini demi Tuhan, tetapi saya mengatakan kepada mereka bahwa pria ini harus dieksekusi dan harus dikuburkan sama seperti yang dia lakukan kepada putra saya.”

“Ini bisa menjadi pelajaran bagi orang lain,” tambah ibu itu.

“Jika dia tidak dieksekusi, dia akan melakukan kejahatan lain di masa depan.”


Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan “keprihatinan yang mendalam” terhadap eksekusi tersebut, menurut juru bicara Stephanie Tremblay.

"Kami menyerukan kembalinya moratorium hukuman mati" di Afghanistan, kata Tremblay.

Selama pemerintahan Taliban pada 1996-2001, Taliban dikecam karena sering mengeksekusi hukuman di depan umum, termasuk eksekusi yang dilakukan di stadion nasional di Kabul.

Taliban sebelumnya bersumpah bahwa mereka tidak akan mengulangi penindasan yang brutal terhadap perempuan.

Namun sejak meeka merebut kekuasaaan kembali, kebebasan perempuan sangat dikekang dan sejumlah perempuan dipukuli karena menuntut hak-hak mereka.

Saat ini, tidak ada negara yang mengakui pemerintahan Taliban dan Bank Dunia pun telah menahan dana sebesar US$600 juta (Rp9,3 triliun) setelah Taliban melarang anak perempuan kembali ke sekolah menengah.

AS juga telah membekukan miliaran dolar dana yang disimpan oleh bank sentral Afghanistan di berbagai rekening di seluruh dunia.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar