Pejabat Gagal Bedakan Hinaan dan Kritik, Rocky: Hukum untuk Manusia!

Selasa, 06/12/2022 16:20 WIB
Potret Pengamat Politik Rocky Gerung (Instagram pribadi Rocky Gerung)

Potret Pengamat Politik Rocky Gerung (Instagram pribadi Rocky Gerung)

Jakarta, law-justice.co - Pengamat politik Rocky Gerung soroti pengesahan RUU KUHP yang disahkan oleh DPR pada hari ini, Selasa (6/12/2022).


Dalam tayangan Rocky Gerung Official, disorot pula beberapa poin yang cenderung adanya penghinaan terhadap presiden, lembaga negara, termasuk DPR, Polisi, Jaksa, dan sebagainya.


Melalui diskusi bersama Rocky Gerung, Hersubeno Arief tampilkan penjelasan RUU KUHP tentang mengkritik presiden boleh, tetapi menghina bisa dipenjara.

"Tetapi dalam praktik politiknya di lapangan, para penegak hukum tidak bisa membedakan antara kritik dengan penghinaan," ujar Hersubeno Arief dalam Forum News Network, Selasa (6/12/2022).

Mengomentari itu, Rocky Gerung menganggap siapapun yang menyusun KUHP adalah orang yang buta huruf terhadap bahasa dan sejarah pembuatan hukum.

Rocky Gerung menyampaikan bahwa hukum hanya berlaku pada manusia, bukan pada jabatan.

"Adanya martabat manusia, gak ada yang disebut martabat presiden," kata Rocky Gerung.

Dengan tegas Rocky Gerung mengatakan bahwa presiden adalah lembaga.

Menurut Rocky Gerung, menghina atau mengkritik tidak ada gunanya.

"Kalau kita kasih kritik pada presiden, itu bukan pada orangnya, tapi pada pekerjaannya," ujar Rocky Gerung.

Bagi Rocky Gerung, yang menjadi kacau adalah subjek hukummya seolah-olah di personifikasikan.

"Tetapi gak mungkin, kecuali tubuh presiden itu, tubuh publiknya menyatu dengan tubuh privatnya," komentar Rocky Gerung.

"Nah itu baru bisa menghina presiden, artinya menghina tubuh publik maupun tubuh privatnya," lanjut Rocky Gerung.

Rocky Gerung menyebutkan bahwa hal itu terjadi jika presiden statusnya raja.

Dalam kerajaan, tubuh publik dan tubuh privatnya menyatu, apabila menghina tubuh publik artinya menghina tubuh privat, begitupun sebaliknya.

Disebutkan oleh Rocky Gerung yaitu Indonesia memilih republik supaya bisa dipisahkan.

"Tubuh publik presiden itu layak dikritik, dihina. Kalau dikritik memang karena kebijakkan, tapi kalau bilang presiden merasa terhina, loh lembaga gak mungkin merasa terhina," ujar Rocky Gerung.


Bagi Rocky Gerung menganggap bahwa negeri ini ingin diatur oleh orang yang tidak paham.

Sebab, jika orang-orang ini paham termasuk konsultan KUHP, menurut Rocky Gerung harusnya datang ke universitas yang paham tentang sejarah intelektual dari hukum.

Rocky Gerung, persoalan yang tidak layak harusnya naskah akademik terlebih dahulu dikaji terlebih dahulu.

"Kan naskah akademik dari KUHP ini kan cuman diedarkan diantara orang yang setuju, bukan yang tidak setuju," ujar Rocky Gerung.

Rocky Gerung mengkritiki bahwa harusnya naskah akademik tersebut disodorkan kepada mereka yang tidak setuju.

"Ini yang diedarin dari satu universitas ke universitas yang lain dan saya tau teman-teman di universitas bilang cuman karena dikasih uang doang supaya di seminarkan seolah-olah sosialisasi," kata Rocky Gerung.

Oleh karena itu, Rocky Gerung mengatakan bahwa sosialisasi mesti disampaikan kepada mereka yang tidak setuju.

Karena itu, Rocky Gerung melontarkan kata dungu terhadap yang melakukan sosialisasi pada mereka yang sudah setuju.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar