Twitter Bingung Bendung Konten Berbahaya yang Melonjak

Sabtu, 03/12/2022 19:40 WIB
Twitter (Kompas)

Twitter (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Eksekutif Twitter mengungkapkan, perusahaan bergantung pada otomatisasi untuk memoderasi konten, menghapus ulasan manual tertentu dan mendukung pembatasan distribusi daripada menghapus ucapan tertentu secara langsung.

Wakil Presiden Produk Kepercayaan dan Keamanan Twitter Ella Irwin mengatakan, Twitter juga lebih agresif membatasi tagar dan hasil pencarian yang rawan penyalahgunaan seperti eksploitasi anak.

"Hal terbesar yang berubah adalah tim sepenuhnya diberdayakan untuk bergerak cepat dan menjadi seagresif mungkin," kata Irwin dalam wawancara pertama sejak akuisisi perusahaan media sosial oleh Musk, dikutip dari Reuters, Sabtu 3 Desember 2022.

Komentarnya muncul ketika para peneliti melaporkan lonjakan ujaran kebencian di layanan media sosial, setelah Musk mengumumkan amnesti untuk akun yang ditangguhkan.

Perusahaan telah menghadapi pertanyaan tajam tentang kemampuan dan kemauannya untuk memoderasi konten berbahaya dan ilegal sejak Musk memangkas setengah dari staf Twitter dan mengeluarkan ultimatum untuk bekerja berjam-jam yang mengakibatkan hilangnya ratusan karyawan.

Dan pengiklan, sumber pendapatan utama Twitter, telah meninggalkan platform karena kekhawatiran tentang keamanan mereka.

Musk berjanji penguatan signifikan moderasi konten dan perlindungan kebebasan berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Lebih lanjut Irwin mengatakan Musk mendorong tim untuk tidak terlalu khawatir tentang bagaimana tindakan mereka akan memengaruhi pertumbuhan atau pendapatan pengguna, dengan mengatakan keselamatan adalah prioritas utama perusahaan.

"Dia menekankan itu setiap hari, beberapa kali sehari," katanya.

Pendekatan terhadap keselamatan yang dijelaskan Irwin setidaknya sebagian mencerminkan percepatan perubahan yang telah direncanakan sejak tahun lalu seputar penanganan perilaku kebencian dan pelanggaran kebijakan lainnya oleh Twitter, menurut mantan karyawan yang mengetahui pekerjaan itu.

Twitter telah lama menerapkan alat penyaringan visibilitas di sekitar informasi yang salah dan telah memasukkannya ke dalam kebijakan resmi perilaku kebencian sebelum akuisisi Musk. Pendekatan ini memungkinkan untuk berbicara lebih bebas sambil mengurangi potensi bahaya yang terkait dengan konten viral yang melecehkan.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar